Orang Tua Siswa Mengeluh, DPRD Parepare Panggil Kadisdik dan Kepsek
loading...
A
A
A
PAREPARE - Komisi II DPRD kota Parepare menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan kepala-kepala sekolah (kepsek) di semua jenjang pendidikan di kota Parepare, Senin (27/03/2020).
Rapat dibuka Ketua DPRD Parepare, Andi Nuhatina Tipu dan dipimpin Ketua Komisi II, Kamaluddin Kadir didampingi anggota Komisi II, Haryani Ridwan di ruang paripurna DPRD Parepare.
Kamaluddin mengatakan, rapat tersebut merupakan bentuk tindak lanjut aduan orang tua maupun peserta didik, terkait pembayaran seragam, dan biaya-biaya yang timbul setelah pelajar dirumahkan akibat dampak COVID-19 .
"Untuk baju seragam dipersilakan membeli sendiri. Untuk pembayaran seragam khas sekolah, jika memang ada orang tua yang merasa berat, bisa diberi kebijakan dengan dicicil," kata Kamaluddin.
Kamaluddin yang juga legislator dari Partai Gerindra tersebut menjelaskan, masih banyak sekolah yang belum membagikan dana BOS untuk kebutuhan pembelian pulsa, kuota, dan aplikasi berbayar bagi orang tua murid. Karena kata dia, banyak keluhan orang tua terkait hal itu, sedangkan di satu sisi sudah ada beberapa sekolah sudah menerapkan.
"Makanya kami minta yang lain segera menerapkan juga, karena aturan dan dasarnya sudah jelas, tinggal dilaksanakan," ujarnya.
Kamaluddin menambahkan, pihaknya berharap Disdikbud membuat sistem penerimaan yang lebih terintegrasi, secara berkesinambungan, dan terkait hal itu DPRD siap mendukung penganggarannya. Supaya, lanjut dia, tidak ada lagi siswa yang tidak sekolah.
"Penyebaran guru berprestasi, dan perbaikan sarana dan prasarana juga harus dipikirkan ke depannya supaya ada pemerataan kualitas pendidikan, apalagi Parepare adalah kota pendidikan," ungkapnya.
Sementara, Plt Kadisdikbud Parepare, Arifuddin Idris memaparkan, sistem seleksi yang dibuat tahun ini bentuknya sederhana, mudah dipahami, dan mudah digunakan dengan model terpadu dan anggaran yang mencapai Rp30 juta. Alasannya, kata dia, saat ini harus melibatkan IT dalam pelayanan. Dalam penerimaan juga harus menerapkan protokol kesehatan , sistem ini meminimalisir pergerakan orang tua siswa.
"Nilai rapor dijadikan indikator bagi calon peserta didik yang berprestasi. Untuk SD sebisa mungkin harus dekat dari rumah peserta didik. Penambahan SD dan ruang kelas bisa dilakukan namun penambahan ruang harus melalui kajian. Untuk SMP kami menerapkan zonasi, afirmasi, perpindahan dan prestasi. Sebelum melakukan penetapan kuota, harus disiapkan semua, guru, kelas dan lainnya," terangnya.
Arifuddin yang saat ini menjabat sebagai Sekdisdikbud mengemukakan, berdasarkan usulan dari sekolah, 94 kelas yang akan diisi dengan jumlah kuota sebanyak 3008, dan siswa yang bisa ditampung 2592 untuk negeri dan swasta 416. Sementara, siswa yang tamat 2565, siswa yang mendaftar online sebanyak 1863, jadi dari 94 kelas yang disiapkan, hanya 80 yang terisi dan 14 kosong. Sebanyak 803 mendaftar di pesantren, maupun di madrasah tsanawiyah.
"Terkait baju seragam merah putih, putih biru dan pramuka tidak boleh dikoordinir oleh sekolah. Untuk baju batik dan olahraga karena menjadi ciri khas dan kebanggaan sekolah tetap dibeli di sekolah, itupun tidak mendesak dan tidak harus segera," tandasnya.
Rapat dibuka Ketua DPRD Parepare, Andi Nuhatina Tipu dan dipimpin Ketua Komisi II, Kamaluddin Kadir didampingi anggota Komisi II, Haryani Ridwan di ruang paripurna DPRD Parepare.
Kamaluddin mengatakan, rapat tersebut merupakan bentuk tindak lanjut aduan orang tua maupun peserta didik, terkait pembayaran seragam, dan biaya-biaya yang timbul setelah pelajar dirumahkan akibat dampak COVID-19 .
"Untuk baju seragam dipersilakan membeli sendiri. Untuk pembayaran seragam khas sekolah, jika memang ada orang tua yang merasa berat, bisa diberi kebijakan dengan dicicil," kata Kamaluddin.
Kamaluddin yang juga legislator dari Partai Gerindra tersebut menjelaskan, masih banyak sekolah yang belum membagikan dana BOS untuk kebutuhan pembelian pulsa, kuota, dan aplikasi berbayar bagi orang tua murid. Karena kata dia, banyak keluhan orang tua terkait hal itu, sedangkan di satu sisi sudah ada beberapa sekolah sudah menerapkan.
"Makanya kami minta yang lain segera menerapkan juga, karena aturan dan dasarnya sudah jelas, tinggal dilaksanakan," ujarnya.
Kamaluddin menambahkan, pihaknya berharap Disdikbud membuat sistem penerimaan yang lebih terintegrasi, secara berkesinambungan, dan terkait hal itu DPRD siap mendukung penganggarannya. Supaya, lanjut dia, tidak ada lagi siswa yang tidak sekolah.
"Penyebaran guru berprestasi, dan perbaikan sarana dan prasarana juga harus dipikirkan ke depannya supaya ada pemerataan kualitas pendidikan, apalagi Parepare adalah kota pendidikan," ungkapnya.
Sementara, Plt Kadisdikbud Parepare, Arifuddin Idris memaparkan, sistem seleksi yang dibuat tahun ini bentuknya sederhana, mudah dipahami, dan mudah digunakan dengan model terpadu dan anggaran yang mencapai Rp30 juta. Alasannya, kata dia, saat ini harus melibatkan IT dalam pelayanan. Dalam penerimaan juga harus menerapkan protokol kesehatan , sistem ini meminimalisir pergerakan orang tua siswa.
"Nilai rapor dijadikan indikator bagi calon peserta didik yang berprestasi. Untuk SD sebisa mungkin harus dekat dari rumah peserta didik. Penambahan SD dan ruang kelas bisa dilakukan namun penambahan ruang harus melalui kajian. Untuk SMP kami menerapkan zonasi, afirmasi, perpindahan dan prestasi. Sebelum melakukan penetapan kuota, harus disiapkan semua, guru, kelas dan lainnya," terangnya.
Arifuddin yang saat ini menjabat sebagai Sekdisdikbud mengemukakan, berdasarkan usulan dari sekolah, 94 kelas yang akan diisi dengan jumlah kuota sebanyak 3008, dan siswa yang bisa ditampung 2592 untuk negeri dan swasta 416. Sementara, siswa yang tamat 2565, siswa yang mendaftar online sebanyak 1863, jadi dari 94 kelas yang disiapkan, hanya 80 yang terisi dan 14 kosong. Sebanyak 803 mendaftar di pesantren, maupun di madrasah tsanawiyah.
"Terkait baju seragam merah putih, putih biru dan pramuka tidak boleh dikoordinir oleh sekolah. Untuk baju batik dan olahraga karena menjadi ciri khas dan kebanggaan sekolah tetap dibeli di sekolah, itupun tidak mendesak dan tidak harus segera," tandasnya.
(luq)