Legenda Ikan Si Layung dan Kohkol, Penjaga Gaib Situ Cibeureum Tasikmalaya
loading...
A
A
A
Situ Cibeureum di Tamanjaya, Kecamatan Tamansari ini menyimpan mitos dan sebuah misteri di Jawa Barat. Keberadaan penjaga gaib ini dipercaya membuat danau terawat alami serta tidak tersentuh kreasi pemerintah untuk dijadikan objek wisata sampai sekarang.
Situ Cibeureum ini, mempunyai luas sekitar 21 hektare, dan membutuhkan waktu sekitar 30 menit dari pusat kota Tasikmalaya untuk sampai ke sana. Berdasarkan cerita warga, konon sekitar 500 tahun lalu, Situ Cibeureum masih merupakan hutan rimbun.
Penghuninya hanya satu orang tokoh agama, yakni Ki Bagus Djamri yang hidup pada zaman Hindu. Suatu hari, Ki Bagus Djamri terbangun dari tidurnya, dia bermimpi harus merubah hutan rimbun yang ditinggalinya.
Di dalam mimpi tersebut, Ki Bagus Djamri diminta membangun sebuah taman berbunga, yang berlokasi di dekat kolam serta mendirikan gubuk untuk perkumpulan. Mimpi itupun dijadikan wangsit dan dia mulai membangun kolam kecil, tetapi air yang keluar tidak berhenti.
Setelah sekian lama, akhirnya kolam tersebut berubah menjadi danau dengan air yang berwarna kemerahan. Alhasil, dia memberi nama kolam atau danau itu dengan nama Situ Cibeureum.
Bahkan, dia mengumpulkan orang-orang penting, seperti tokoh agama dan bangsawaan kerajaan untuk tinggal di dekat Situ Cibeureum. Mito situ dibenarkan karena ada bukti Makam Keramat dan bangsawan di era Kerajaan Padjadjaran.
Di lokasi, terdapat Makam Keramat Ki Bagus Djamri, Syeh Majagung, Nyi Dambawati. Kemudian, makam Sugrianingrat, Nyi Ratnaningrum, dan Nyi Ratnawulan di Situ Cibeureum yang hingga masih berdiri di lokasi itu.
Hal itu dibenarkan Juru Kunci Situ Cibeureum, Atang kepada wartawan sebelum meninggal dunia beberapa tahun lalu. Menurut dia, terdapat dua penjaga di Situ Cibeureum yaitu berupa ikan gaib yang sudah sejak dahulu.
Dua sosok penjaga itu dikenal dengan nama Si Layung dan Si Kohkol, berupa ikan yang pada waktu tertentu kerap menampakkan diri. Si Layung berjenis Ikan Mas yang akan muncul kalau air meluap danau sedang meluoa.
Karena warnanya merah, permukaan air terlihat kemerahan sehingga warga menamai "Cibeureum" atau air yang berwarna merah.
Si Layung pun dikabarkan bisa membesar dan mengecil. Dia muncul sekitar pukul 11.00 WIB yang sebelumnya ditandai dengan air beriak yang menurut warga sebatas mengontrol situasi agar situ tetap terjaga.
Jika ada yang berbuat tak senonoh atau membuang sesuatu ke tengah danau, Si Layung akan menampakkan diri dengan air bergelombang sebagai ekspresi kemarahan untuk mengusir manusia tersebut.
“Jadi siapa saja yang membuang sampah sembarangan atau ada yang berbuat mesum di situ tersebut dipastikan terjadi yang tidak diinginkan. Karena tempat ini sangat sacral, maka masih terawat alami hingga kini,” kata Atang ketika itu.
Kemudian Si Kohkol berupa ikan "deleg" seperti ikan Nilam besar yang datang satu minggu sekali. Ikan ini dikisahkan penjaga semua situ yang ada di Tasikmalaya sampai wilayah Ciamis.
Di Situ Cibeureum terdapat nama Si Kohkol, begitupun di Situ Geude dan Situ Panjalu Ciamis. Pekerjaan Si Kohkol berkeliling dari situ yang satu ke situ yang lain. Warnanya bermotif dengan ukuran sebesar pentungan masjid.
Saat menampakkan diri ditandai dengan melimpahnya ikan-ikan kecil seolah berbahagia dikunjungi pimpinannya.
”Pokoknya ikan-ikan kecil mendadak muncul seolah bergembira sehingga banyak warga yang mendadak mengail ikan. Jika waktu itu tiba, pertanda Si Kohkol datang,” katanya.
Bahkan, Si Kohkol juga lebih suka menampakkan diri di pinggir situ, berbeda dengan Si Layung di tengah Situ. Warga selalu berbondong-bondong melihat keberadaan Ikan ini meski jarang sekali dijumpai.
”Tapi Si Kohkol dan Si Layung itu benar adanya kok. Silakan saja Bapak berbuat yang tidak-tidak. Dijamin akan ada riak air seperti ombak,” ujar Atang meyakinkan.
Atang pun merasa tidak khawatir akan kealamian Situ Cibeureum karena siapa saja yang melanggar larangan selalu ketiban sial mulai dari kesurupan sampai meninggal dunia tenggelam di Situ Cibeureum.
”Intinya mari sama-sama kita rawat situ ini karena mereka juga sama seperti manusia memiliki kehidupan. Tidak merawat situ sama halnya membunuh kehidupan mereka karena situ bermanfaat bagi manusi juga,” tuturnya.
Keberadaan Situ Cibeureum memang sangat bermanfaat. Selain menjadi sumber pengairan pesawahan di Kecamatan Tamansari, juga menjadi mata pencaharian warga karena ketika air melimpah mendapat ikan, ketika air kemarau menjadi tempat mengembala kambing.
Bahkan seiring perkembangan jaman, nusa atau pulau kecil tengah situ menjadi Bumi Perkemahan meski diseberangnya terdapat enam makam keramat yakni makam Ki Bagus Djamri, Syeh Majagung, Dambawati, Sugrianingrat, Ratnaningru, dan Ratnawulan.
Makam keramat tersebut merupakan Priyayi Padjadjaran dan Sumedang yang hidup di era Galuh Pakuan sampai Mataram. Jadi selain Si Layung dan Si Kohkol tadi, banyak juga warga yang sekadar berziarah ke makam yang terletak di pinggir Situ Cibeureum.
”Tong cawokah. Eta wae pesenna teh (Jangan bicara sembarangan. Itu saja pesannya),” kata Atang mengakhiri perbicangan.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
Situ Cibeureum ini, mempunyai luas sekitar 21 hektare, dan membutuhkan waktu sekitar 30 menit dari pusat kota Tasikmalaya untuk sampai ke sana. Berdasarkan cerita warga, konon sekitar 500 tahun lalu, Situ Cibeureum masih merupakan hutan rimbun.
Penghuninya hanya satu orang tokoh agama, yakni Ki Bagus Djamri yang hidup pada zaman Hindu. Suatu hari, Ki Bagus Djamri terbangun dari tidurnya, dia bermimpi harus merubah hutan rimbun yang ditinggalinya.
Di dalam mimpi tersebut, Ki Bagus Djamri diminta membangun sebuah taman berbunga, yang berlokasi di dekat kolam serta mendirikan gubuk untuk perkumpulan. Mimpi itupun dijadikan wangsit dan dia mulai membangun kolam kecil, tetapi air yang keluar tidak berhenti.
Setelah sekian lama, akhirnya kolam tersebut berubah menjadi danau dengan air yang berwarna kemerahan. Alhasil, dia memberi nama kolam atau danau itu dengan nama Situ Cibeureum.
Bahkan, dia mengumpulkan orang-orang penting, seperti tokoh agama dan bangsawaan kerajaan untuk tinggal di dekat Situ Cibeureum. Mito situ dibenarkan karena ada bukti Makam Keramat dan bangsawan di era Kerajaan Padjadjaran.
Di lokasi, terdapat Makam Keramat Ki Bagus Djamri, Syeh Majagung, Nyi Dambawati. Kemudian, makam Sugrianingrat, Nyi Ratnaningrum, dan Nyi Ratnawulan di Situ Cibeureum yang hingga masih berdiri di lokasi itu.
Hal itu dibenarkan Juru Kunci Situ Cibeureum, Atang kepada wartawan sebelum meninggal dunia beberapa tahun lalu. Menurut dia, terdapat dua penjaga di Situ Cibeureum yaitu berupa ikan gaib yang sudah sejak dahulu.
Baca Juga
Dua sosok penjaga itu dikenal dengan nama Si Layung dan Si Kohkol, berupa ikan yang pada waktu tertentu kerap menampakkan diri. Si Layung berjenis Ikan Mas yang akan muncul kalau air meluap danau sedang meluoa.
Karena warnanya merah, permukaan air terlihat kemerahan sehingga warga menamai "Cibeureum" atau air yang berwarna merah.
Si Layung pun dikabarkan bisa membesar dan mengecil. Dia muncul sekitar pukul 11.00 WIB yang sebelumnya ditandai dengan air beriak yang menurut warga sebatas mengontrol situasi agar situ tetap terjaga.
Jika ada yang berbuat tak senonoh atau membuang sesuatu ke tengah danau, Si Layung akan menampakkan diri dengan air bergelombang sebagai ekspresi kemarahan untuk mengusir manusia tersebut.
“Jadi siapa saja yang membuang sampah sembarangan atau ada yang berbuat mesum di situ tersebut dipastikan terjadi yang tidak diinginkan. Karena tempat ini sangat sacral, maka masih terawat alami hingga kini,” kata Atang ketika itu.
Kemudian Si Kohkol berupa ikan "deleg" seperti ikan Nilam besar yang datang satu minggu sekali. Ikan ini dikisahkan penjaga semua situ yang ada di Tasikmalaya sampai wilayah Ciamis.
Di Situ Cibeureum terdapat nama Si Kohkol, begitupun di Situ Geude dan Situ Panjalu Ciamis. Pekerjaan Si Kohkol berkeliling dari situ yang satu ke situ yang lain. Warnanya bermotif dengan ukuran sebesar pentungan masjid.
Saat menampakkan diri ditandai dengan melimpahnya ikan-ikan kecil seolah berbahagia dikunjungi pimpinannya.
Baca Juga
”Pokoknya ikan-ikan kecil mendadak muncul seolah bergembira sehingga banyak warga yang mendadak mengail ikan. Jika waktu itu tiba, pertanda Si Kohkol datang,” katanya.
Bahkan, Si Kohkol juga lebih suka menampakkan diri di pinggir situ, berbeda dengan Si Layung di tengah Situ. Warga selalu berbondong-bondong melihat keberadaan Ikan ini meski jarang sekali dijumpai.
”Tapi Si Kohkol dan Si Layung itu benar adanya kok. Silakan saja Bapak berbuat yang tidak-tidak. Dijamin akan ada riak air seperti ombak,” ujar Atang meyakinkan.
Atang pun merasa tidak khawatir akan kealamian Situ Cibeureum karena siapa saja yang melanggar larangan selalu ketiban sial mulai dari kesurupan sampai meninggal dunia tenggelam di Situ Cibeureum.
Baca Juga
”Intinya mari sama-sama kita rawat situ ini karena mereka juga sama seperti manusia memiliki kehidupan. Tidak merawat situ sama halnya membunuh kehidupan mereka karena situ bermanfaat bagi manusi juga,” tuturnya.
Keberadaan Situ Cibeureum memang sangat bermanfaat. Selain menjadi sumber pengairan pesawahan di Kecamatan Tamansari, juga menjadi mata pencaharian warga karena ketika air melimpah mendapat ikan, ketika air kemarau menjadi tempat mengembala kambing.
Bahkan seiring perkembangan jaman, nusa atau pulau kecil tengah situ menjadi Bumi Perkemahan meski diseberangnya terdapat enam makam keramat yakni makam Ki Bagus Djamri, Syeh Majagung, Dambawati, Sugrianingrat, Ratnaningru, dan Ratnawulan.
Makam keramat tersebut merupakan Priyayi Padjadjaran dan Sumedang yang hidup di era Galuh Pakuan sampai Mataram. Jadi selain Si Layung dan Si Kohkol tadi, banyak juga warga yang sekadar berziarah ke makam yang terletak di pinggir Situ Cibeureum.
”Tong cawokah. Eta wae pesenna teh (Jangan bicara sembarangan. Itu saja pesannya),” kata Atang mengakhiri perbicangan.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(ams)