Bikin Terenyuh, Aipda Ade Gunawan 16 Tahun Santuni Anak-anak Kurang Mampu di Sawangan Banyumas
loading...
A
A
A
MALAM itu udara dingin di Desa Sawangan yang lokasinya jauh dari pusat kota Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Namun bagi Aipda Ade Gunawan bersama istri dan anak-anaknya, justru memacu semangatnya untuk bertemu dengan sejumlah anak yatim piatu di Pendopo As-Salam di belakang rumahnya.
Sementara anak-anak kurang mampu di Desa Sawangan, Kecamatan Ajibarang ini berjalan beriringan menuju pendopo di tengah temaram lampu jalan desa.
Polisi Igun, demikian panggilan akrab Aipda Ade Gunawan, merupakan anggota Polri yang bertugas di Banit Intelkam Polsek Ajibarang yang rutin memberikan santunan kepada anak-anak di desanya sejak tahun 2007.
Santunan yang diberikan Polisi Igun ini berupa uang yang akan dipergunakan anak-anak untuk keperluan sekolah serta untuk kebutuhan sehari-hari.
Santunan ini diberikan kepada anak-anak yang belajar di SMP, SMA/SMK dan anak yang kuliah pada setiap malam Jumat kliwon. Sementara anak-anak SD dan TK diberi santunan pada Jumat Kliwon sore harinya.
“Anak-anak, seperti biasa santunan ini silahkan kalian ambil dan bisa kalian gunakan untuk keperluan pendidikan sekolah ya,” ujar polisi Igun singkat.
Hanya sebentar saja, anak-anak inipun sudah menerima semua uang santunan dari polisi Igun ini. Merekapun nampak senang dan kembali ke rumah masing-masing dengan riang hati.
Pendopo Majelis Dzikir As-Salam didirikan polisi Igun atas ide saat ia pergi ke Pondok Pesantren Suryalaya milik abah Anom di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Saat itu tahun 2004 ia bersama Pak Budiarso, guru sekolahnya di MAN 1 Purwokerto mendatangi Pondok Pesantren Suryalaya. Oleh Abah Anom Igun diperintahkan untuk memberi santunan anak yatim piatu di desanya selama 24 tahun.
“Saya berpikir keras agar bagaimana saya yang hanya seorang bintara polisi bisa mewujudkan dawuh Abah Anom.” kata Igun.
Lalu muncul gagasan mendirikan majelis dzikir yang ia ceritakan pada keluarga dan temannya.
“Akhirnya gagasan ini mendapat dukungan dari teman-teman saya yaitu Rodat yang bekerja sebagai sopir mobil bak, Teguh yang bekerja sebagai penjaga sekolah dasar, Bangun Arif yang bekerja sebagai guru SMK dan Kasroh yang bekerja sebagai tukang ojek. Alhamdulillah keluarga saya juga ikut mendukung majelis dzikir ini dengan memberikan segala kemampuan yang dimiliki,” cerita Igun.
Perkembangan majelis ini juga mendapat apresiasi dari teman kepolisian dimana Igun berdinas. Sejumlah anggota polisi yang rutin memberikan santunan antara lain Aipda Hendra Purnama, anggota Polsek Sokaraja.
Aipda Hendra mengaku jika termotivasi memberi santunan karena ia ikut merasakan apa yang anak-anak alami.
“Saya ikut merasakan karena sejak kecil saya sudah ditinggal berpisah kedua orang tua. Saat bersama ibu, saya seperti tak mempunyai bapak, begitu sebaliknya. Jadi seolah-olah saya hanya mempunyai satu orang tua,” cerita Aipda Hendra yang saat itu berkunjung ke Pendopo As-Salam.
Ada pula Aipda Gunawan Pratama, anggota Polsek Purwokerto Barat. Ia ikut memberi santunan karena ingin menjadi polisi yang bermanfaat.
“Kebetulan Igun mengajak saya ikut memberi santunan di majelis dzikirnya. Igun orangnya mempunyai inovasi yang bagus,” ujar Aipda Gunawan sesama teman satu angkatan Bara Duta 2003. Dia memberikan donasi dengan menyisihkan gaji setiap tanggal 1.
Teman satu liting lainnya yang saat itu datang ke Pendopo As-Salam adalah Aipda Rochmat Yulianto. Ia yang merupakan anggota Brimob Kompi 2 Batalyon D Pelopor, mengaku mendukung langkah yang dilakukan sahabatnya ini. “Setiap bulan saya pasti diberi laporan donasi yang diberikan untuk anak-anak As-Salam.
Meski tidak bisa membantu banyak, namun bisa rutin menyisihkan gaji setiap bulannya. Jika ada rejeki diluar uang gaji, saya menengok anak-anak tawasulan atau doa bersama di Pendopo As-Salam,” ujar Aipda Rochmat.
Santunan yang diinisiasi polisi Igun ini terus berkembang dan mendapat dukungan meluas. Polisi Igun yang mempelopori kegiatan ini akhirnya membuat masyarakat tergerak ikut kegiatan santunan rutin. Hal ini membuat polisi Igun harus melibatkan warga masyarakat seperti ketua RT/ RW, dan kepala dusun agar bisa ikut ambil bagian menjadi pengurus.
Perkembangan Majelis Dzikir As-Salam terus berjalan. Di bidang ekonomi, sudah satu tahun lebih Majelis Dzikir As-salam mempunyai warung makan yang dikelola anak-anak yang bersekolah kejar paket C.
Didirikannya Warung Makan As-Salam bertujuan memberi kesempatan mereka agar bisa mendapatkan ilmu manajemen keuangan. Untuk seluruh laba warung diberikan kepada mereka yang mengelola dengan menyisihkan 5% keuntungan untuk kegiatan sosial.
“Saya ajari anak-anak untuk menjadi dermawan karena suatu saat saya pasti akan akan meninggal dunia. Ini yang saya harapkan bisa menjadi amalan saya,” ujar polisi Igun saat ditemui di Warung As-Salam.
Ada keunikan dalam pemberian santunan di Majelis Dzikir As-Salam. Bagi setiap anak penerima santunan pertama kali, mereka diberikan 1 ekor kambing dan 1 ekor ayam betina untuk dikembangkan, namun diperbolehkan juga disembelih untuk dijadikan hidangan keluarga.
“Ketika di Desa Sawangan ada anak menjadi yatim, piatu atau yatim piatu, maka otomatis kami berikan 1 ekor kambing dan 1 ekor ayam,” kata polisi Igun sambil kembali menuangkan kopinya dari cerek klasik di warung makannya.
Adalah Reta Aviani, siswi SMK Ma’arif Ajibarang. Gadis yatim berumur 18 tahun ini menerima manfaat santunan sejak tahun 2013 ketika ia duduk dibangku kelas 3 SD. Menurut Reta, santunan yang ia terima sangat membantu pembiayaan sekolahnya hingga bisa membeli keperluan sekolah seperti tas, sepatu dan buku-buku serta alat tulis.
“Saya juga diberi kambing dan dikembangkan ibu hingga bisa mencapai 28 ekor. Ibu saya sendiri yang mencari rumput untuk kambing,” ujar Reta setelah mengikuti kegiatan tawasulan.
Warsini, ibu dari Reta mengaku terbantu adanya santunan ini. Ia yang merupakan warga kurang mampu ini, hanya bisa membantu sekuat tenaga dengan cara mencarikan rumput untuk kambing milik anaknya.
“Hanya ini yang bisa saya lakukan, namun alhamdulilah kambing bisa berkembang. Saya sangat berterimakasih sekali pada pak polisi Igun,” ujar Warsini saat mendampingi anaknya.
Ada juga Dewi Yunia Lestari, gadis berumur 17 tahun siswi SMK ini yang sejak ayahnya meninggal dunia ketika masih kecil, Dewi langsung terdaftar menerima santunan.
“Saya sempat down namun akhirnya setelah masuk As-Salam saya dapat motivasi,” ujarnya.
Kisah senada juga tercetus dari Widia Sasti, siswi kelas 2 SMK Ma’arif 1 Cilongok yang bergabung dengan Majelis As-Salam dari tahun 2010. “Banyak pelajaran yang saya dapat dari sini terutama kebersamaan,” ujar Widia.
Igun awalnya tidak yakin dengan maksud baiknya memberikan santunan pada anak-anak di desanya bisa terwujud. Apalagi, ia yang hanya polisi biasa di desanya ini tidak mempunyai biaya berlebih. Namun ia optimistis jika niat baiknya pasti akan disambut baik oleh warganya meski harus melalui perjalanan waktu panjang.
Kini, warga masyarakat di desanya, teman-teman polisi, keluarga dan bahkan sejumlah relasinya rutin membantu memberi santunan untuk keberlangsungan hidup dan pendidikan anak-anak di desanya. Ia berkeinginan suatu saat jika ia sudah tiada, semua akan menjadi amal baik dan bisa dikembangkan oleh penerus-penerusnya.
Sambil duduk bersila dan menyeruput air kopi dari cangkirnya, polisi Igun kembali menerawang ke langit-langit pendopo As-Salam. Dalam hati ia teringat saat pertama kali berjumpa dengan Abah Anom ia berkata :
“Kiai, apa yang bisa saya lakukan untuk masyarakat karena saya hanyalah polisi biasa,” sebutnya.
Sementara anak-anak kurang mampu di Desa Sawangan, Kecamatan Ajibarang ini berjalan beriringan menuju pendopo di tengah temaram lampu jalan desa.
Polisi Igun, demikian panggilan akrab Aipda Ade Gunawan, merupakan anggota Polri yang bertugas di Banit Intelkam Polsek Ajibarang yang rutin memberikan santunan kepada anak-anak di desanya sejak tahun 2007.
Santunan yang diberikan Polisi Igun ini berupa uang yang akan dipergunakan anak-anak untuk keperluan sekolah serta untuk kebutuhan sehari-hari.
Santunan ini diberikan kepada anak-anak yang belajar di SMP, SMA/SMK dan anak yang kuliah pada setiap malam Jumat kliwon. Sementara anak-anak SD dan TK diberi santunan pada Jumat Kliwon sore harinya.
“Anak-anak, seperti biasa santunan ini silahkan kalian ambil dan bisa kalian gunakan untuk keperluan pendidikan sekolah ya,” ujar polisi Igun singkat.
Hanya sebentar saja, anak-anak inipun sudah menerima semua uang santunan dari polisi Igun ini. Merekapun nampak senang dan kembali ke rumah masing-masing dengan riang hati.
Pendopo Majelis Dzikir As-Salam didirikan polisi Igun atas ide saat ia pergi ke Pondok Pesantren Suryalaya milik abah Anom di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Saat itu tahun 2004 ia bersama Pak Budiarso, guru sekolahnya di MAN 1 Purwokerto mendatangi Pondok Pesantren Suryalaya. Oleh Abah Anom Igun diperintahkan untuk memberi santunan anak yatim piatu di desanya selama 24 tahun.
“Saya berpikir keras agar bagaimana saya yang hanya seorang bintara polisi bisa mewujudkan dawuh Abah Anom.” kata Igun.
Lalu muncul gagasan mendirikan majelis dzikir yang ia ceritakan pada keluarga dan temannya.
“Akhirnya gagasan ini mendapat dukungan dari teman-teman saya yaitu Rodat yang bekerja sebagai sopir mobil bak, Teguh yang bekerja sebagai penjaga sekolah dasar, Bangun Arif yang bekerja sebagai guru SMK dan Kasroh yang bekerja sebagai tukang ojek. Alhamdulillah keluarga saya juga ikut mendukung majelis dzikir ini dengan memberikan segala kemampuan yang dimiliki,” cerita Igun.
Perkembangan majelis ini juga mendapat apresiasi dari teman kepolisian dimana Igun berdinas. Sejumlah anggota polisi yang rutin memberikan santunan antara lain Aipda Hendra Purnama, anggota Polsek Sokaraja.
Aipda Hendra mengaku jika termotivasi memberi santunan karena ia ikut merasakan apa yang anak-anak alami.
“Saya ikut merasakan karena sejak kecil saya sudah ditinggal berpisah kedua orang tua. Saat bersama ibu, saya seperti tak mempunyai bapak, begitu sebaliknya. Jadi seolah-olah saya hanya mempunyai satu orang tua,” cerita Aipda Hendra yang saat itu berkunjung ke Pendopo As-Salam.
Ada pula Aipda Gunawan Pratama, anggota Polsek Purwokerto Barat. Ia ikut memberi santunan karena ingin menjadi polisi yang bermanfaat.
“Kebetulan Igun mengajak saya ikut memberi santunan di majelis dzikirnya. Igun orangnya mempunyai inovasi yang bagus,” ujar Aipda Gunawan sesama teman satu angkatan Bara Duta 2003. Dia memberikan donasi dengan menyisihkan gaji setiap tanggal 1.
Teman satu liting lainnya yang saat itu datang ke Pendopo As-Salam adalah Aipda Rochmat Yulianto. Ia yang merupakan anggota Brimob Kompi 2 Batalyon D Pelopor, mengaku mendukung langkah yang dilakukan sahabatnya ini. “Setiap bulan saya pasti diberi laporan donasi yang diberikan untuk anak-anak As-Salam.
Meski tidak bisa membantu banyak, namun bisa rutin menyisihkan gaji setiap bulannya. Jika ada rejeki diluar uang gaji, saya menengok anak-anak tawasulan atau doa bersama di Pendopo As-Salam,” ujar Aipda Rochmat.
Santunan yang diinisiasi polisi Igun ini terus berkembang dan mendapat dukungan meluas. Polisi Igun yang mempelopori kegiatan ini akhirnya membuat masyarakat tergerak ikut kegiatan santunan rutin. Hal ini membuat polisi Igun harus melibatkan warga masyarakat seperti ketua RT/ RW, dan kepala dusun agar bisa ikut ambil bagian menjadi pengurus.
Perkembangan Majelis Dzikir As-Salam terus berjalan. Di bidang ekonomi, sudah satu tahun lebih Majelis Dzikir As-salam mempunyai warung makan yang dikelola anak-anak yang bersekolah kejar paket C.
Didirikannya Warung Makan As-Salam bertujuan memberi kesempatan mereka agar bisa mendapatkan ilmu manajemen keuangan. Untuk seluruh laba warung diberikan kepada mereka yang mengelola dengan menyisihkan 5% keuntungan untuk kegiatan sosial.
“Saya ajari anak-anak untuk menjadi dermawan karena suatu saat saya pasti akan akan meninggal dunia. Ini yang saya harapkan bisa menjadi amalan saya,” ujar polisi Igun saat ditemui di Warung As-Salam.
Ada keunikan dalam pemberian santunan di Majelis Dzikir As-Salam. Bagi setiap anak penerima santunan pertama kali, mereka diberikan 1 ekor kambing dan 1 ekor ayam betina untuk dikembangkan, namun diperbolehkan juga disembelih untuk dijadikan hidangan keluarga.
“Ketika di Desa Sawangan ada anak menjadi yatim, piatu atau yatim piatu, maka otomatis kami berikan 1 ekor kambing dan 1 ekor ayam,” kata polisi Igun sambil kembali menuangkan kopinya dari cerek klasik di warung makannya.
Adalah Reta Aviani, siswi SMK Ma’arif Ajibarang. Gadis yatim berumur 18 tahun ini menerima manfaat santunan sejak tahun 2013 ketika ia duduk dibangku kelas 3 SD. Menurut Reta, santunan yang ia terima sangat membantu pembiayaan sekolahnya hingga bisa membeli keperluan sekolah seperti tas, sepatu dan buku-buku serta alat tulis.
“Saya juga diberi kambing dan dikembangkan ibu hingga bisa mencapai 28 ekor. Ibu saya sendiri yang mencari rumput untuk kambing,” ujar Reta setelah mengikuti kegiatan tawasulan.
Warsini, ibu dari Reta mengaku terbantu adanya santunan ini. Ia yang merupakan warga kurang mampu ini, hanya bisa membantu sekuat tenaga dengan cara mencarikan rumput untuk kambing milik anaknya.
“Hanya ini yang bisa saya lakukan, namun alhamdulilah kambing bisa berkembang. Saya sangat berterimakasih sekali pada pak polisi Igun,” ujar Warsini saat mendampingi anaknya.
Ada juga Dewi Yunia Lestari, gadis berumur 17 tahun siswi SMK ini yang sejak ayahnya meninggal dunia ketika masih kecil, Dewi langsung terdaftar menerima santunan.
“Saya sempat down namun akhirnya setelah masuk As-Salam saya dapat motivasi,” ujarnya.
Kisah senada juga tercetus dari Widia Sasti, siswi kelas 2 SMK Ma’arif 1 Cilongok yang bergabung dengan Majelis As-Salam dari tahun 2010. “Banyak pelajaran yang saya dapat dari sini terutama kebersamaan,” ujar Widia.
Igun awalnya tidak yakin dengan maksud baiknya memberikan santunan pada anak-anak di desanya bisa terwujud. Apalagi, ia yang hanya polisi biasa di desanya ini tidak mempunyai biaya berlebih. Namun ia optimistis jika niat baiknya pasti akan disambut baik oleh warganya meski harus melalui perjalanan waktu panjang.
Kini, warga masyarakat di desanya, teman-teman polisi, keluarga dan bahkan sejumlah relasinya rutin membantu memberi santunan untuk keberlangsungan hidup dan pendidikan anak-anak di desanya. Ia berkeinginan suatu saat jika ia sudah tiada, semua akan menjadi amal baik dan bisa dikembangkan oleh penerus-penerusnya.
Sambil duduk bersila dan menyeruput air kopi dari cangkirnya, polisi Igun kembali menerawang ke langit-langit pendopo As-Salam. Dalam hati ia teringat saat pertama kali berjumpa dengan Abah Anom ia berkata :
“Kiai, apa yang bisa saya lakukan untuk masyarakat karena saya hanyalah polisi biasa,” sebutnya.
(shf)