Anggun dan Mempesona, Alasan Raja Mataram Gemar Mencari Selir dari Jawa Timur
loading...
A
A
A
Namun, yang memprihatinkan, posisi perempuan yang hendak menjadi calon selir menjadi semacam komoditas. Sebab tidak semua perempuan yang dibawa ke keraton berhasil dipinang sebagai selir raja.
Mereka yang gagal itu lantas ditempatkan di daerah terpencil, yang dalam perjalanannya menjadi cikal bakal munculnya praktik pergundikan dan prostitusi.
Pergeseran nilai itu menemukan bentuknya pasca Perang Jawa (1825-1830). Yakni di mana ketika kolonial Belanda mulai membuka proyek perkebunan, pembangunan jalan raya, pendirian pabrik gula, serta mengintensifkan pelabuhan.
Banyak pekerja yang rata-rata laki-laki merasa kesepian dan butuh dekapan perempuan. Lagi-lagi salam buku Bukan Tabu Nusantara disebutkan bahwa pada masa kolonial Belanda, 11 Kabupaten di Jawa yang sebelumnya dikenal sebagai pemasok selir raja itu, bergeser menjadi pemasok praktik prostitusi.
Kabupaten-kabupaten itu sekarang justru menjadi “pemasok” perempuan untuk prostitusi di kota-kota besar.
Mereka yang gagal itu lantas ditempatkan di daerah terpencil, yang dalam perjalanannya menjadi cikal bakal munculnya praktik pergundikan dan prostitusi.
Pergeseran nilai itu menemukan bentuknya pasca Perang Jawa (1825-1830). Yakni di mana ketika kolonial Belanda mulai membuka proyek perkebunan, pembangunan jalan raya, pendirian pabrik gula, serta mengintensifkan pelabuhan.
Banyak pekerja yang rata-rata laki-laki merasa kesepian dan butuh dekapan perempuan. Lagi-lagi salam buku Bukan Tabu Nusantara disebutkan bahwa pada masa kolonial Belanda, 11 Kabupaten di Jawa yang sebelumnya dikenal sebagai pemasok selir raja itu, bergeser menjadi pemasok praktik prostitusi.
Kabupaten-kabupaten itu sekarang justru menjadi “pemasok” perempuan untuk prostitusi di kota-kota besar.
(don)