Massa Demontran di Lebanon Marah dan Membakar Sejumlah Bank
loading...
A
A
A
Pemerintah Lebanon memulai proses lima tahap untuk membuka kembali perekonomian pada hari Senin. Namun demikian, ketika situasi ekonomi memburuk, masyarakat Tripoli baru-baru ini mulai turun ke jalan untuk kesekian kalinya.
Dalam bentrokan dengan pasukan keamanan selama demonstrasi hari Senin, seorang pemrotes berusia 26 tahun ditembak dan dibunuh. Menurut laporan media lokal, korban tewas di tangan tentara.
Setelah tubuh korban diusung melalui jalan-jalan kota dalam perjalanan ke pemakamannya, pengunjuk rasa mulai menargetkan bank, merobohkan tiang lampu dan perabotan jalan untuk menghancurkan apa yang telah menjadi simbol ketidaksetaraan yang meluas di negara itu.
Di sudut Al-Tall Square, yang di ujungnya berdiri menara jam Ottoman, ratusan pemrotes berhadapan dengan pasukan keamanan. Mereka merespons tembakan gas air mata dan peluru karet dengan lemparan batu.
"Semua orang lapar. Mereka ingin makan tetapi tidak ada yang mendapat uang,” kata seorang pria berusia 30 tahun ketika dia merunduk di sudut untuk berlindung dari awan gas. Pria itu mengatakan dia mendapat 25.000 lira sehari bekerja di sebuah restoran.
Dia menunjukkan harga bahan-bahan pokok, termasuk beras, yang meningkat pesat. "Ini adalah makanan paling mendasar. Ini makanan orang miskin. Kami ingin membayar sewa dan makan. Saya punya dua anak yang harus saya beri makan. Inilah cara kami sekarat. Kami tidak takut pada corona," kata dia dengan nada mengeluh.
Dalam bentrokan dengan pasukan keamanan selama demonstrasi hari Senin, seorang pemrotes berusia 26 tahun ditembak dan dibunuh. Menurut laporan media lokal, korban tewas di tangan tentara.
Setelah tubuh korban diusung melalui jalan-jalan kota dalam perjalanan ke pemakamannya, pengunjuk rasa mulai menargetkan bank, merobohkan tiang lampu dan perabotan jalan untuk menghancurkan apa yang telah menjadi simbol ketidaksetaraan yang meluas di negara itu.
Di sudut Al-Tall Square, yang di ujungnya berdiri menara jam Ottoman, ratusan pemrotes berhadapan dengan pasukan keamanan. Mereka merespons tembakan gas air mata dan peluru karet dengan lemparan batu.
"Semua orang lapar. Mereka ingin makan tetapi tidak ada yang mendapat uang,” kata seorang pria berusia 30 tahun ketika dia merunduk di sudut untuk berlindung dari awan gas. Pria itu mengatakan dia mendapat 25.000 lira sehari bekerja di sebuah restoran.
Dia menunjukkan harga bahan-bahan pokok, termasuk beras, yang meningkat pesat. "Ini adalah makanan paling mendasar. Ini makanan orang miskin. Kami ingin membayar sewa dan makan. Saya punya dua anak yang harus saya beri makan. Inilah cara kami sekarat. Kami tidak takut pada corona," kata dia dengan nada mengeluh.
(nth)