Waspada! Kasus Lato-lato Sapi di Gunungkidul Meluas hingga ke 17 Kecamatan
loading...
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Penyakit Lumpy Skin Deases (LSD) melanda hampir di semua kecamatan di wilayah Gunungkidul . Dari 18 kecamatan atau Kapanewon yang ada di Gunungkidul, tinggal 1 kecamatan yang terbebas dari penyakit yang dikenal dengan penyakit Lato-Lato ini.
Kondisi ini tentu membuat resah sejumlah peternak di Gunungkidul. Penykit yang menyerang kulit ini menjadi ancaman karena dapat menyebabkan penyakit akut atau sebakut. Dan sapi yang terserang penyakit ini tidak laku dijual kembali.
Kabid Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul, Retno Widyastuti mengatakan, penyakit tersebut memasuki Kabupaten Gunungkidul sejak Februari lalu. Hingga saat ini, setidaknya ada 680 kasus yang menyebar ke 17 kapanewon dari 18 Kapanewon di Gunungkidul.
"Dari 680 kasus yang ditangani terdapat 4 ekor sapi mati dan sisanya masih dalam perawatan,"ujarnya
Menurut Retno, temuan kasus terbanyak di Kapanewon Ngawen yakni terdapat 220 kasus. Sementara itu di Kapanewon Gedangsari ada 174 kasus dan di Kapanewon Gedangsari yang berbatasan dengan Kabupaten Klaten Jawa Tengah terdapat 174 kasus.
Di Kapanewon Nglipar ada 81 kasus, selebihnya bervariasi mulai dari 1 hingga 6 kasus dalam 1 kapanewon. Dan pihaknya saat ini masih berupaya mengendalikan penyakit LSD dengan berbagai cara.
Meski setiap hari laporan kasus LSD terus mengalami kenaikan namun dia memastikan stok obat masih tersedia. Kendati demikian, untuk penggunaannya pihaknya masih menunggu arahan dari pemerintah pusat terkait Vaksin.
“Kami terus lakukan pengawasan dan pendataan untuk menekan wabah ini, dan untuk vaksinasi kami masih menununggu instruksi dari pusat,” tuturnya.
Retno menambahkan, LSD tersebut disebabkaan oleh Virus Lumpy Skin Disease yang merupakan DNA dari Genus Capripox virus atau Famili Poxviridae yang bersifat non zoonosis. Virus ini umumnya menyeran hewan seperti sapi dan kerbau.
Terkait penularannya, penyakit tersebut disebarkan melalui dua hal yaitu secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung melaui serangga penghisap darah sebagai Vektor penyebaran penyakit, dan tidak langsung melalui peralatan yang terkontaminasi virus LSD.
Secara klinis, Retno menerangkan bahwa penyakit memiliki gejala terdapat lesi kulit berupa benjolan berukuran 1-7cm pada daerah leher, kepala, kaki, ekor, dan ambing. Pada kasus yang berat tanda tanda tersebut dapat ditemukan menyeluruh pada bagian tubuh.
“ada banyak lain gejala klinisnya, seperti demam tinggi, penurunan nafsu makan,ada leleran hidung dan mata, terjadi oedema pada kaki, menyebabkan abortus maupun anetrus dalam beberapa bulan, hingga penurunan produksi susu pada sapi perah. Yang terparah adalah kematian,” beber Retno.
Untuk itu, pihaknya menghimbau agar para peternak khususnya hewan sapi di Gunungkidul dapat mengurangi resiko penularannya jengan menjaga kebersihan kandan dan sekitarnya. Selain itu, jika mendapati gejala gejala diatas untuk dapat melaporkan kepihak Dinas Kesehatan Hewan setempat.
“warga kami minta untuk melaporkan jika ditemukan gejal LSD di sekitar wilayahnya untuk didata dan dilakukan penanganan secepatnya,” pungkasnya.
Lihat Juga: Ribuan Pasukan Mati Akibat Wabah, Belanda Kesulitan Perangi Pangeran Diponegoro dan Tentaranya
Kondisi ini tentu membuat resah sejumlah peternak di Gunungkidul. Penykit yang menyerang kulit ini menjadi ancaman karena dapat menyebabkan penyakit akut atau sebakut. Dan sapi yang terserang penyakit ini tidak laku dijual kembali.
Kabid Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul, Retno Widyastuti mengatakan, penyakit tersebut memasuki Kabupaten Gunungkidul sejak Februari lalu. Hingga saat ini, setidaknya ada 680 kasus yang menyebar ke 17 kapanewon dari 18 Kapanewon di Gunungkidul.
"Dari 680 kasus yang ditangani terdapat 4 ekor sapi mati dan sisanya masih dalam perawatan,"ujarnya
Menurut Retno, temuan kasus terbanyak di Kapanewon Ngawen yakni terdapat 220 kasus. Sementara itu di Kapanewon Gedangsari ada 174 kasus dan di Kapanewon Gedangsari yang berbatasan dengan Kabupaten Klaten Jawa Tengah terdapat 174 kasus.
Di Kapanewon Nglipar ada 81 kasus, selebihnya bervariasi mulai dari 1 hingga 6 kasus dalam 1 kapanewon. Dan pihaknya saat ini masih berupaya mengendalikan penyakit LSD dengan berbagai cara.
Meski setiap hari laporan kasus LSD terus mengalami kenaikan namun dia memastikan stok obat masih tersedia. Kendati demikian, untuk penggunaannya pihaknya masih menunggu arahan dari pemerintah pusat terkait Vaksin.
“Kami terus lakukan pengawasan dan pendataan untuk menekan wabah ini, dan untuk vaksinasi kami masih menununggu instruksi dari pusat,” tuturnya.
Retno menambahkan, LSD tersebut disebabkaan oleh Virus Lumpy Skin Disease yang merupakan DNA dari Genus Capripox virus atau Famili Poxviridae yang bersifat non zoonosis. Virus ini umumnya menyeran hewan seperti sapi dan kerbau.
Terkait penularannya, penyakit tersebut disebarkan melalui dua hal yaitu secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung melaui serangga penghisap darah sebagai Vektor penyebaran penyakit, dan tidak langsung melalui peralatan yang terkontaminasi virus LSD.
Secara klinis, Retno menerangkan bahwa penyakit memiliki gejala terdapat lesi kulit berupa benjolan berukuran 1-7cm pada daerah leher, kepala, kaki, ekor, dan ambing. Pada kasus yang berat tanda tanda tersebut dapat ditemukan menyeluruh pada bagian tubuh.
“ada banyak lain gejala klinisnya, seperti demam tinggi, penurunan nafsu makan,ada leleran hidung dan mata, terjadi oedema pada kaki, menyebabkan abortus maupun anetrus dalam beberapa bulan, hingga penurunan produksi susu pada sapi perah. Yang terparah adalah kematian,” beber Retno.
Untuk itu, pihaknya menghimbau agar para peternak khususnya hewan sapi di Gunungkidul dapat mengurangi resiko penularannya jengan menjaga kebersihan kandan dan sekitarnya. Selain itu, jika mendapati gejala gejala diatas untuk dapat melaporkan kepihak Dinas Kesehatan Hewan setempat.
“warga kami minta untuk melaporkan jika ditemukan gejal LSD di sekitar wilayahnya untuk didata dan dilakukan penanganan secepatnya,” pungkasnya.
Lihat Juga: Ribuan Pasukan Mati Akibat Wabah, Belanda Kesulitan Perangi Pangeran Diponegoro dan Tentaranya
(nic)