Misteri Slogan Kota Bandung era Kolonial Hindia Belanda
loading...
A
A
A
Wali Kota Bandung Yana Mulyana terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Bagi warga Kota Bandung, kabar itu mengejutkan.
Hal itu mengingat pelantikan Yana Mulyana sebagai Wali Kota Bandung baru setahun lalu, yakni 18 April 2022.
Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Kota Bandung pernah mengusung slogan atau motto Ex Undis Sol yang berarti Mentari Muncul di atas Gelombang.
Slogan Ex Undis Sol diambil dari bahasa latin yang dalam bahasa Belanda ditulis Uit de Golven de Zon.
Dikutip dari buku Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe (1984), karena dianggap aneh sekaligus misterius, pada perayaan hari ulang tahun Kota Bandung (Jubileum Gemeente Bandoeng) yang ke-25, slogan Kota Bandung itu dipertanyakan.
“Lho, kok aneh? Apa hubungannya Mentari Muncul di Atas Gelombang dengan kisah pasang surut Danau Bandung?,” tanya Meneer J.E Jasper dalam sebuah artikel yang dimuat Koran Jawa Bode.
Baca juga: KKB Serang Pasukan Yonif Raider 321 Galuh Taruna di Nduga Papua Pegunungan
Saat itu, tidak ada yang bisa menjelaskan secara ilmiah bagaimana slogan dan lambang Kota Bandung dibuat. Bandung ditetapkan kolonial Hindia Belanda sebagai wilayah Gemeente (kota praja) mulai tahun 1906.
Penetapan itu bersamaan dengan Kota Surabaya Jawa Timur dan Semarang Jawa tengah. Pada saat itu belum ada Undang-undang yang mengatur pembuatan lambang dan slogan Kota. Aturan atau ordonansi itu baru muncul 20 tahun kemudian.
Dalam membuat slogan dan lambang kota, Wali Kota Bandung B. Coops diduga mendasarkan pada cerita sejarah geologis Bandung. Yakni munculnya peristiwa lahan dataran tinggi Bandung dari bawah gelombang Situ Hilung ribuan tahun silam.
Kemudian juga peristiwa gelombang lautan pada akhir zaman miosen puluhan juta tahun silam.
Wali Kota Bandung B. Coops tiba-tiba mendesain lambang kota yang terdiri dari perisai, silhuet Gunung Tangkuban Perahu, dua ekor singa betina Belanda dan sehelai pita menggulung di ujung menghiasai bawah perisai. Pada pita itu tercantum slogan Ex Undis Sol.
Penulisan slogan bahasa latin itu sempat mendapat koreksi dari Prof. Dr. E.C. Godee Molsbergen, pengelola arsip negara (landsararchivaris) di Jakarta. Harusnya tertulis Ex Undis Solum yang artinya, lahan kokoh muncul dari gelombang.
Namun koreksi itu tak digubris. Sepanjang tahun 1906-1952, Kota Bandung tetap memakai slogan Ex Undis Sol.
Pada tahun 1953, lambang dan slogan Kota Bandung mulai diubah. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Besar Bandung No 53 Tahun 1953, slogan Ex Undis Sol diganti menjadi Gemah Ripah Wibawa Mukti.
Terkait pengubahan itu, sempat muncul suara-suara warga. Bahwa slogan Ex Undis Sol diyakini semacam ramalan Bandung ke depan. Bahwa Mentari di atas gelombang diterjemahkan Kota Bandung yang sebelumnya berhawa sejuk akan berubah panas.
Kemudian setiap musim penghujan, wilayah Kota Bandung akan banyak muncul genangan-genangan air. Yakni di mana ketika air menghilang yang tersisa adalah kondisi jalan rusak.
Begitulah cerita misteri lambang dan slogan Kota Bandung pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Hal itu mengingat pelantikan Yana Mulyana sebagai Wali Kota Bandung baru setahun lalu, yakni 18 April 2022.
Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Kota Bandung pernah mengusung slogan atau motto Ex Undis Sol yang berarti Mentari Muncul di atas Gelombang.
Slogan Ex Undis Sol diambil dari bahasa latin yang dalam bahasa Belanda ditulis Uit de Golven de Zon.
Dikutip dari buku Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe (1984), karena dianggap aneh sekaligus misterius, pada perayaan hari ulang tahun Kota Bandung (Jubileum Gemeente Bandoeng) yang ke-25, slogan Kota Bandung itu dipertanyakan.
“Lho, kok aneh? Apa hubungannya Mentari Muncul di Atas Gelombang dengan kisah pasang surut Danau Bandung?,” tanya Meneer J.E Jasper dalam sebuah artikel yang dimuat Koran Jawa Bode.
Baca juga: KKB Serang Pasukan Yonif Raider 321 Galuh Taruna di Nduga Papua Pegunungan
Saat itu, tidak ada yang bisa menjelaskan secara ilmiah bagaimana slogan dan lambang Kota Bandung dibuat. Bandung ditetapkan kolonial Hindia Belanda sebagai wilayah Gemeente (kota praja) mulai tahun 1906.
Penetapan itu bersamaan dengan Kota Surabaya Jawa Timur dan Semarang Jawa tengah. Pada saat itu belum ada Undang-undang yang mengatur pembuatan lambang dan slogan Kota. Aturan atau ordonansi itu baru muncul 20 tahun kemudian.
Dalam membuat slogan dan lambang kota, Wali Kota Bandung B. Coops diduga mendasarkan pada cerita sejarah geologis Bandung. Yakni munculnya peristiwa lahan dataran tinggi Bandung dari bawah gelombang Situ Hilung ribuan tahun silam.
Kemudian juga peristiwa gelombang lautan pada akhir zaman miosen puluhan juta tahun silam.
Wali Kota Bandung B. Coops tiba-tiba mendesain lambang kota yang terdiri dari perisai, silhuet Gunung Tangkuban Perahu, dua ekor singa betina Belanda dan sehelai pita menggulung di ujung menghiasai bawah perisai. Pada pita itu tercantum slogan Ex Undis Sol.
Penulisan slogan bahasa latin itu sempat mendapat koreksi dari Prof. Dr. E.C. Godee Molsbergen, pengelola arsip negara (landsararchivaris) di Jakarta. Harusnya tertulis Ex Undis Solum yang artinya, lahan kokoh muncul dari gelombang.
Namun koreksi itu tak digubris. Sepanjang tahun 1906-1952, Kota Bandung tetap memakai slogan Ex Undis Sol.
Pada tahun 1953, lambang dan slogan Kota Bandung mulai diubah. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Besar Bandung No 53 Tahun 1953, slogan Ex Undis Sol diganti menjadi Gemah Ripah Wibawa Mukti.
Terkait pengubahan itu, sempat muncul suara-suara warga. Bahwa slogan Ex Undis Sol diyakini semacam ramalan Bandung ke depan. Bahwa Mentari di atas gelombang diterjemahkan Kota Bandung yang sebelumnya berhawa sejuk akan berubah panas.
Kemudian setiap musim penghujan, wilayah Kota Bandung akan banyak muncul genangan-genangan air. Yakni di mana ketika air menghilang yang tersisa adalah kondisi jalan rusak.
Begitulah cerita misteri lambang dan slogan Kota Bandung pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda.
(msd)