Akademisi Menilai Pemerintahan Kolaboratif Jadi Solusi Kemaslahatan Warga Medan
loading...
A
A
A
MEDAN - Kalangan akademis i menilai konsep pemerintahan kolaboratif (collaborative government) sebagai solusi kemaslahatan bagi warga Medan.
Pasalnya, konseppemerintahan kolaboratif tidak melulu yang mengambil keputusan, tetapi justru lebih peka melibatkan masyarakat dalam mengambil keputusan yang dianggap penting.
“Collaborative government itu bersifat egaliter. Pemerintah akan banyak melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang memang dampaknya untuk masyarakat itu sendiri,” ujar akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Sumut, Faisal Riza kepada wartawan di Medan, Minggu (19/7/2020). (BACA JUGA: Kantongi Restu Jokowi, Putra Yusril Ihza Mahendra Maju di Pilkada Belitung Timur)
Konsep ini sendiri diusungMuhammad Bobby Afif Nasution.Nah, dengan menerapkan konsep pemerintahan kolaboratif, lanjut akademisi yang juga pengamat politik dan pemerintahan ini, Bobby Nasution akan membuka selebar-lebarnya ruang untuk menampung aspirasi dan partisipasi masyarakat dalam kerja-kerja pembangunan. Tentu muaranya pada kebaikan bersama.
“Dalam bahasa UUD (undang-undang dasar), memajukan kesejahteraan umum. Di barat disebut public good, di latin namanya bonum publicum, dan dalam Islam namanya maslahah ar raiyyah. Kemaslahatan rakyat," paparnya.
Faisal pun menyimpulkan, pemerintahan model lama yang selama ini berlaku di daerah sebagai pola pemerintahan dengan corak tidak peka. Contoh paling nyata adalah perlakuan pemerintah daerah, termasuk Medan, terhadap rekomendasi-rekomendasi Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang).
Rekomendasi Musrenbang, lanjut dia, kerap diabaikan. Sehingga, Musrenbang itu sendiri akhirnya hanya lips service atau sekadar formalitas.
Diketahui, Musrenbang merupakan sebuah sistem perencanaan pembangunan dengan alur dari bawah ke atas (bottom up), agar arah pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Faktanya di Medan, sumber-sumber informasi di tingkat kelurahan menyebut rekomendasi pembangunan dari Musrenbang tingkat kelurahan nyaris tidak pernah diimplementasikan pemerintah kota dengan alasan klasik, yakni keterbatasan dana. "Kita harus mengubah ini dengan konsep collaborative government. Harus kita dukung," tukas Faisal Riza. (BACA JUGA: RI Rangking 4 Eksportir Perikanan ke China, Atdag: Aturan Rumit)
Menurut dia, konsep pemerintahan kolaboratif dengan skema keumatan di bidang sosial-ekonomi dapat dijalankan bekerjasama ormas-ormas Islam.
"Di Medan ada ormas-ormas Islam yang punya jamaah besar. Ini asset kota yang harus diberdayakan. Jangan ditinggalkan mereka ini, tapi harus dilibatkan. Ajak mereka untuk menentukan kota seperti apa yang mereka harapkan. Demikian halnya dengan komunitas agama dan etnis lain," ungkapnya.
Pengamat politik dari USU, Dadang Darmawan juga memuji konsep collaborative government yang diusung baka calon wali kota Medan, Bobby Nasution. Di kesempatan terpisah, Dadang menegaskan pemerintahan kolaboratif sangat tepat diberlakukan. (BACA JUGA: Pulev Bahaya, Cerdik dan Kuat, Fury: Gelar Joshua Terancam Copot!)
“Sebab pembangunan di manapun mestinya lahir dari kebutuhan masyarakat, kebutuhan dari banyak pihak. Bukan merupakan rancangan eksklusif pemerintah belaka, sebagaimana yang terjadi selama ini," kata Dadang, sembari memastikan pemerintahan kolaboratif akan menghasilkan pembangunan yang bisa dinikmati semua orang.
Menurutnya, sulit rasanya membayangkan adanya perubahan, jika pemerintah tetap berfikir top down dan tertutup dari publik. Dari dulu sudah selalu didengungkan pentingnya melibatkan masyarakat dalam pembangunan baik sejak perencanaan maupun pelaksanaannya. Sebab, masalah Kota Medan yang sangat kompleks saat ini, kata Dadang, pasti membutuhkan solusi dan kerja keras semua pihak. Dia pun berharap konsep pemerintahan kolaboratif ini bukanlah semata statement politik menjelang Pilkada Medan 2020, melainkan komitmen Bobby Nasution untuk mewujudkan kota yang sesuai impian warga Medan.
Pasalnya, konseppemerintahan kolaboratif tidak melulu yang mengambil keputusan, tetapi justru lebih peka melibatkan masyarakat dalam mengambil keputusan yang dianggap penting.
“Collaborative government itu bersifat egaliter. Pemerintah akan banyak melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang memang dampaknya untuk masyarakat itu sendiri,” ujar akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Sumut, Faisal Riza kepada wartawan di Medan, Minggu (19/7/2020). (BACA JUGA: Kantongi Restu Jokowi, Putra Yusril Ihza Mahendra Maju di Pilkada Belitung Timur)
Konsep ini sendiri diusungMuhammad Bobby Afif Nasution.Nah, dengan menerapkan konsep pemerintahan kolaboratif, lanjut akademisi yang juga pengamat politik dan pemerintahan ini, Bobby Nasution akan membuka selebar-lebarnya ruang untuk menampung aspirasi dan partisipasi masyarakat dalam kerja-kerja pembangunan. Tentu muaranya pada kebaikan bersama.
“Dalam bahasa UUD (undang-undang dasar), memajukan kesejahteraan umum. Di barat disebut public good, di latin namanya bonum publicum, dan dalam Islam namanya maslahah ar raiyyah. Kemaslahatan rakyat," paparnya.
Faisal pun menyimpulkan, pemerintahan model lama yang selama ini berlaku di daerah sebagai pola pemerintahan dengan corak tidak peka. Contoh paling nyata adalah perlakuan pemerintah daerah, termasuk Medan, terhadap rekomendasi-rekomendasi Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang).
Rekomendasi Musrenbang, lanjut dia, kerap diabaikan. Sehingga, Musrenbang itu sendiri akhirnya hanya lips service atau sekadar formalitas.
Diketahui, Musrenbang merupakan sebuah sistem perencanaan pembangunan dengan alur dari bawah ke atas (bottom up), agar arah pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Faktanya di Medan, sumber-sumber informasi di tingkat kelurahan menyebut rekomendasi pembangunan dari Musrenbang tingkat kelurahan nyaris tidak pernah diimplementasikan pemerintah kota dengan alasan klasik, yakni keterbatasan dana. "Kita harus mengubah ini dengan konsep collaborative government. Harus kita dukung," tukas Faisal Riza. (BACA JUGA: RI Rangking 4 Eksportir Perikanan ke China, Atdag: Aturan Rumit)
Menurut dia, konsep pemerintahan kolaboratif dengan skema keumatan di bidang sosial-ekonomi dapat dijalankan bekerjasama ormas-ormas Islam.
"Di Medan ada ormas-ormas Islam yang punya jamaah besar. Ini asset kota yang harus diberdayakan. Jangan ditinggalkan mereka ini, tapi harus dilibatkan. Ajak mereka untuk menentukan kota seperti apa yang mereka harapkan. Demikian halnya dengan komunitas agama dan etnis lain," ungkapnya.
Pengamat politik dari USU, Dadang Darmawan juga memuji konsep collaborative government yang diusung baka calon wali kota Medan, Bobby Nasution. Di kesempatan terpisah, Dadang menegaskan pemerintahan kolaboratif sangat tepat diberlakukan. (BACA JUGA: Pulev Bahaya, Cerdik dan Kuat, Fury: Gelar Joshua Terancam Copot!)
“Sebab pembangunan di manapun mestinya lahir dari kebutuhan masyarakat, kebutuhan dari banyak pihak. Bukan merupakan rancangan eksklusif pemerintah belaka, sebagaimana yang terjadi selama ini," kata Dadang, sembari memastikan pemerintahan kolaboratif akan menghasilkan pembangunan yang bisa dinikmati semua orang.
Menurutnya, sulit rasanya membayangkan adanya perubahan, jika pemerintah tetap berfikir top down dan tertutup dari publik. Dari dulu sudah selalu didengungkan pentingnya melibatkan masyarakat dalam pembangunan baik sejak perencanaan maupun pelaksanaannya. Sebab, masalah Kota Medan yang sangat kompleks saat ini, kata Dadang, pasti membutuhkan solusi dan kerja keras semua pihak. Dia pun berharap konsep pemerintahan kolaboratif ini bukanlah semata statement politik menjelang Pilkada Medan 2020, melainkan komitmen Bobby Nasution untuk mewujudkan kota yang sesuai impian warga Medan.
(vit)