Kisah Arya Damar: Ahli Bahan Peledak Kerajaan Majapahit, Ayah Tiri Raden Patah

Sabtu, 04 Maret 2023 - 05:00 WIB
loading...
Kisah Arya Damar: Ahli...
Ilustrasi Arya Damar ahli bahan peledak Kerajaan Majapahit
A A A
Arya Damar adalah pemimpin legendaris yang berkuasa di Palembang pertengahan abad XV. Pria yang juga dikenal dengan Ario Abdilah atau Damarwulan ini berasal dari Jawa Timur. Pemilik nama lain Ario Damar ini mempunyai nama Tionghoa, Swan Liong yang artinya naga berlian.

Ibunya adalah seorang wanita peranakan Tionghoa. Arya Damar disebut sebagai ayah tiri Raden Patah, raja Demak pertama

Arya Damar merupakan kepala pabrik mesiu. Tugasnya mengurusi kebutuhan mesiu untuk militer Kerajaan Majapahit. Terutama sebagai bahan peledak meriam yang saat itu pabriknya didirikan di Semarang.

Keahlian di bidang mesiu dan persenjataan modern di zamannya membuat Arya Damar naik menjadi pejabat dengan dipindahkan oleh Ratu Kerajaan Majapahit ke Palembang. Di Bumi Sriwijaya, dia diangkat menjadi Adipati.

Mengapa Arya Damar diangkat sebagai Adipati Palembang? Waktu itu Palembang merupakan salah satu pangkalan barat angkatan laut Majapahit di luar Jawa. Sehingga memerlukan pimpinan yang paham betul soal senjata, terutamanya meriam dan mesiunya. Kekuatan itu yang melambungkan namanya.

Baca juga: Kisah Arya Damar Taklukkan Pasukan Bali, Terpesona Kecantikan Istri Raja Majapahit

Siasat Arya Damar ini berhasil menaklukkan Desa Ularan di pantai utara Bali. Sang penguasa Ularan, Ki Pasung Grigis menyerah setelah berperang selama dua hari. Kendati memenangkan pertempuran, namun Arya Damar harus merelakan banyak pasukannya gugur di medan tempur.

Amarah Arda Damar memuncak melihat prajuritnya banyak berguguran. Ki pasung Grigis pun dibunuh oleh Arya Damar. Kemenanganya itu oleh Arya Damar dilaporkan ke Majapahit. Pemerintah pusat dipimpin Tribhuwana Tunggadewi marah atas kelancangannya, yaitu membunuh musuh yang sudah menyerah.

Arya Damar pun dikirim kembali ke medan perang untuk menebus kesalahannya. Arya Damar tiba di Bali bergabung dengan Gajah Mada yang bersiap menyerang Tawing. Di sini, sempat terjadi kesalahpahaman. Arya Damar menyerbu lebih dulu sebelum datangnya perintah. Namun keduanya akhirnya berdamai sehingga pertahanan terakhir Bali pun dapat dihancurkan.

Seluruh Pulau Bali akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit setelah pertempuran panjang selama tujuh bulan. Pemerintahan Bali kemudian dipegang oleh adik-adik Arya Damar, yaitu Arya Kenceng, Arya Kutawandira, Arya Sentong, dan Arya Belog.

Sementara itu, Arya Damar sendiri kembali ke daerah kekuasaannya di Palembang. Arya Kenceng memimpin saudara-saudaranya sebagai penguasa Bali bawahan Majapahit. Ia dianggap sebagai leluhur raja-raja Tabanan dan Badung.

Menurut sejarawan, Cornelis Christiaan Berg, Arya Damr identik dengan Adityawarman sang penguasa Pulau Sumatra bawahan Majapahit. Nama Adityawarman ditemukan dalam beberapa prasasti yang berangka pada 1343 dan 1347 sehingga jelas kalau ia hidup sezaman dengan Arya Damar.

Cornelis Christiaan Berg menambahkan, Arya Damar adalah penguasa Sumatra, Adityawarman juga penguasa Sumatra. Karena keduanya hidup pada zaman yang sama, maka cukup masuk akal apabila kedua tokoh ini dianggap identik.

Di samping itu, karena Adityawarman adalah putra Dara Jingga, maka Arya Damar dan adik-adiknya juga dianggap sebagai anak-anak putri Melayu tersebut. Asumsi ini belum tentu betul karena daerah yang dipimpin Adityawarman bukan Palembang, melainkan Pagaruyung.

Sementara kedua negeri tersebut terletak berjauhan. Palembang sekarang masuk wilayah Sumatra Selatan, sedangkan Pagaruyung di Sumatra Barat. Berita Tiongkok dari Dinasti Ming (1368-1644) menyebutkan, di Pulau Sumatra terdapat tiga kerajaan dan semuanya adalah bawahan Pulau Jawa (Majapahit). Tiga kerajaan tersebut adalah Palembang, Dharmasraya, dan Pagaruyung.

Dengan demikian, Arya Damar bukan satu-satunya raja di Pulau Sumatra, begitu pula dengan Adityawarman. Karena itu, Arya Damar tidak harus identik dengan Adityawarman. Meskipun Arya Damar dan Adityawarman hidup satu zaman dan memiliki jabatan yang sama, tetapi keduanya belum tentu identik.

Arya Damar adalah raja Palembang sedangkan Adityawarman adalah raja Pagaruyung. Keduanya merupakan wakil Kerajaan Majapahit di Pulau Sumatra. Arya Damar adalah pahlawan legendaris sehingga nama besarnya selalu diingat oleh masyarakat Jawa.

Ayah Tiri Raden Patah
Dalam naskah-naskah babad dan serat, misalnya Babad Tanah Jawi, tokoh Arya Damar disebut sebagai ayah tiri Raden Patah, raja Demak pertama. Dikisahkan ada seorang raksasa wanita ingin menjadi istri Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad).

Ia pun mengubah wujud menjadi gadis cantik bernama Endang Sasmintapura, dan segera ditemukan oleh Patih Kerajaan Majapahit (yang juga bernama Gajah Mada) di dalam pasar kota. Sasmintapura pun dipersembahkan kepada Brawijaya III untuk dijadikan istri.

Namun, ketika sedang mengandung Sasmintapura kembali ke wujud raksasa karena makan daging mentah. Ia pun diusir oleh Brawijaya III sehingga melahirkan bayinya di tengah hutan. Putra sulung Brawijaya III itu diberi nama Jaka Dilah. Setelah dewasa Jaka Dilah mengabdi ke Majapahit.

Ketika Brawijaya ingin berburu, Jaka Dilah pun mendatangkan semua binatang hutan di halaman istana. Brawijaya III sangat gembira melihatnya dan akhirnya sudi mengakui Jaka Dilah sebagai putranya. Jaka Dilah kemudian diangkat sebagai bupati Palembang bergelar Arya Damar.

Sementara itu Brawijaya V telah menceraikan seorang selirnya yang berdarah Tiongkok karena permaisurinya yang bernama Ratu Dwarawati (Putri Campa) merasa cemburu. Putri Tiongkok itu diserahkan kepada Arya Damar untuk dijadikan istri. Arya Damar membawa putri Tiongkok ke Palembang. Wanita itu melahirkan putra Brawijaya V yang diberi nama Raden Patah.

Kemudian dari pernikahan dengan Arya Damar, lahir Raden Kusen. Dengan demikian terciptalah suatu silsilah yang rumit antara Arya Damar, Raden Patah, dan Raden Kusen. Setelah dewasa, Raden Patah dan Raden Kusen meninggalkan Palembang menuju Jawa. Raden Patah akhirnya menjadi raja Demak pertama, dengan bergelar Panembahan Jimbun.

Kisah hidup Raden Patah juga tercatat dalam kronik Tiongkok dari Kuil Sam Po Kong Semarang. Dalam naskah itu, Raden Patah disebut dengan nama Jin Bun, sedangkan ayah tirinya bukan bernama Arya Damar, melainkan bernama Swan Liong (Naga Berlian).

Swan Liong adalah putra raja Majapahit bernama Yang-wi-si-sa yang lahir dari seorang selir Tiongkok. Mungkin Yang-wi-si-sa sama dengan Hyang Wisesa atau mungkin Hyang Purwawisesa. Kedua nama ini ditemukan dalam naskah Pararaton. Swan Liong di Palembang memiliki asisten bernama Bong Swi Hoo.

Pada tahun 1445 Bong Swi Hoo pindah ke Jawa dan menjadi menantu Gan Eng Cu. Pada tahun 1451 Bong Swi Hoo mendirikan pusat perguruan agama Islam di Surabaya, dan ia pun terkenal dengan sebutan Sunan Ampel. Swan Liong di Palembang memiliki istri seorang bekas selir Kung-ta-bu-mi raja Majapahit. Mungkin Kung-ta-bu-mi adalah ejaan Tionghoa untuk Bhre Kertabhumi.

Dari wanita itu lahir dua orang putra bernama Jin Bun (Orang Kuat) dan Kin San (Gunung Emas). Pada tahun 1474 Jin Bun dan Kin San pindah ke Jawa untuk berguru kepada Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel. Tahun berikutnya, Jin Bun mendirikan kota Demak sedangkan Kin San mengabdi kepada Kung-ta-bu-mi di Majapahit.

Tidak diketahui dengan pasti sumber mana yang digunakan oleh pengarang kronik Tiongkok dari Kuil Sam Po Kong di atas. Kemungkinan besar si pengarang pernah membaca Pararaton sehingga nama-nama raja Majapahit yang ia sebutkan mirip dengan nama-nama raja dalam naskah dari Bali tersebut. Misalnya, si pengarang kronik tidak menggunakan nama Brawijaya yang lazim digunakan dalam naskah-naskah babad.

Jika dibandingkan dengan Babad Tanah Jawi, maka isi naskah kronik Tiongkok Sam Po Kong terkesan lebih masuk akal. Misalnya, ibu Arya Damar adalah seorang raksasa, sedangkan ibu Swan Liong adalah manusia biasa. Ayah Arya Damar sama dengan ayah Raden Patah, sedangkan ibu Swan Liong dan Jin Bun berbeda.

Terpesona Kecantikan Istri Raja Majapahit
Tertulis pada Brawijaya Moksa Detik-Detik Akhir Perjalanan Hidup Prabu Majapahit, Arya Damar pada suatu waktu menerima pesan dari ayahnya yaitu Raja Majapahit Prabu Brawijaya V.

Pesannya adalah untuk menjemput istri selirnya yaitu Dewi Kian dan bayi yang dikandungnya untuk dititipkan di Kadipaten Palembang. Sang Baginda merasa yakin putranya bernama Raden Arya Damar mampu merawat, mendidik, dan membesarkan putra Dewi Kian dengan baik di istana kecil Palembang.

Sesuai pesan Ramandanya, pada waktu yang ditentukan, Raden Arya Damar datang ke Pelabuhan Gresik untuk menjemput Dewi Kian. "Mari Tuan Putri naik ke kapal laut lalu kita langsung berangkat ke Palembang," ujar Raden Arya Damar mempersilakan Dewi Kian.

Pertama kali melihat sosok Dewi Kian, Arya Damar yang sudah tumbuh menjadi pemuda dewasa itu, mengakui bahwa pilihan Kanjeng Ramanya terhadap perempuan dari Negeri Tirai Bambu itu tak keliru. Dewi Kian adalah seorang yang berpenampilan menarik, anggun, dan memancarkan aura cahaya yang penuh dengan keindahan.

"Kanjeng Rama memang pintar dalam memilih perempuan-perempuan cantik yang dinikahinya, terutama sosok Dewi Kian ini," kata hatinya. Tetapi, Arya Damar sembari mengingat isi pesan yang dititipkan Sang Prabu kepada dirinya yaitu tak boleh menyentuh-nya sampai Dewi Kian melahirkan si jabang bayi dari rahimnya.
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2708 seconds (0.1#10.140)