Kisah Serunting Sakti, Si Pahit Lidah yang Bersenjatakan Sumpah dan Kutukan

Senin, 13 Februari 2023 - 05:47 WIB
loading...
Kisah Serunting Sakti, Si Pahit Lidah yang Bersenjatakan Sumpah dan Kutukan
Legenda Serunting Sakti, Si Pahit Lidah. Foto/dok. kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi
A A A
Puteri tidak kunjung pulang, setelah pamit pergi menjemur padi di pagi hari. Saat menjelang magrib, kakak Puteri, Si Pahit Lidah mulai gusar adiknya tak pulang-pulang. Tempat menjemur padi itu, berada di pinggiran kampung yang dipisahkan dengan sungai.



Tanpa sadar, Si Pahit Lidah berucap: "Kemanalah adikku ini, apa sudah menjadi batu". Apa yang diucapkan Si Pahit Lidah, ternyata menjadi kenyataan. Puteri adiknya telah berubah menjadi batu. Hal itu baru diketahui Si Pahit Lidah, saat dia keluar rumah untuk mencari adiknya di lokasi menjemur padi.



Sepenggal kisah tentang Si Pahit Lidah ini, termuat dalam kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi. Dalam laman tersebut, disebutkan kisah Si Pahit Lidah dan adiknya itu ditutukan oleh seorang bernama Indriansyah warga Desa Tanjung Telang, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat.



Dalam tulisannya tersebut, BPCB Jambi mengungkap, kisah Si Pahit Lidah dan Puteri, dipengaruhi oleh peninggalan megalitik yang ada di daerah tersebut. Salah satunya sebuah situs megalitik di lingkungan SMP Merapi Barat. Arca berbentuk batu besar tersebut, dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Batu Puteri, atau dalam bahasa sehari-hari masyarakat lokal di sana disebut Batu Beteri.

Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi, cerita rakyat dan legenda tentang kisah Si Pahit Lidah sangat terkenal di Sumatera, khususnya di bagian selatan, seperti di Sumatera Selatan, Begkulu, hingga Lampung.

Legenda Si Pahit Lidah ini, begitu populer di masyarakat hingga dongeng itu diwariskan secara turun-temurun. Bahkan, cerita tentang Si Pahit Lidah telah banyak dibukukan, dan dipublikasikan secara online.

Cerita tutur tentang Si Pahit Lidah, berkembang tidak hanya pada kelompok masyarakat yang meyakini keberadaan Si Pahit Lidah. Cerita rakyat itu, terus berkembang dan meluas ke seluruh dunia.

BPCB Jambi menyebut, ada dua versi tentang cerita rakyat Si Pahit Lidah. Yakni saat Si Pahit Lidah hidup bersama istrinya, dan adik iparnya, Aria Tebing. Si Pahit Lidah yang bernama asli Serunting Sakti, berselisih dengan Aria Tebing, hingga mengakibatlan Serunting Sakti mengasingkan diri.



Setelah mengasingkan diri dan memiliki kesaktian, Serunting Sakti akhirnya kembali ke tengah masyarakat. Akibat kesaktiannya, setiap sumpah yang diucapkan Serunting Sakti, maka akan menjadi kenyataan. Di mana orang, hewan, atau benda apapun yang disumpahi, akan menjadi batu.

Namun tidak jarang kesaktian Serunting Sakti, juga membuat bahagian banyak orang. Dia bisa menolong sepasang suami istri yang tidak memiliki keturunan, hingga akhirnya memiliki keturunan hanya dengan sehelai rambut pasangan suami istri tersebut. Dia juga mampu merubah lahan tandus, menjadi hutan belantara.

Dalam kisah lain, Si Pahit Lidah harus menghadapi pertempuran dengan lawan yang sangat sakti, yakni Si Mata Empat. Dalam adu kesaktian itu, Si Pahit Lidah akhirnya tewas akibat kelicikan Si Mata Empat. Namun, nyawa Si Mata Empat akhirnya juga melayang akibat terkena racun dari lidah Si Pahit Lidah.

Kisah tentang Serunting Sakti, juga berkembang di wilayah Sumidang, Sumatera Selatan. Di masyarakat Sumidang, berkembang cerita rakyat tentang seorang pangeran Serunting, yang merupakan anak dari seorang raksasa bernama Putri Tenggang.

Saat tumbuh dewasa, pangeran tersebut mempersunting gadis desa bernama Sitti. Pangeran ingin memboyong istrinya ke istana, setelah selesai pernikahan. Tetapi, istri pangeran tak ingin berpisah dengan adik laki-lakinya yang bernama Aria Tebing.



Suami istri yang baru menikah itu, akhirnya sepakat untuk mengajak Aria Tebing ke istana. Tetapi, ajakan itu ditolak Aria Tebing, karena dia ingin hidup bebas di desa dan tak ingin terikat aturan di istana.

Pangeran Serunting bersama istrinya, akhirnya menghargai sikap Aria Tebing. Keluarga baru itupun sepakat untuk membagi tanah warisannya dengan Aria Tebing. Agar tidak terjadi perselisihan, Pangeran Serunting menyarankan agar kebun yang telah dibagi itu diberi pembatas.

Aria Tebing bersama Serunting berangkat ke kebun sambil membawa sebatang kayu untuk pembatas lahan. Kayu tersebut ditanam di tengah ladang. Namun, beberapa hari kemudian kayu itu ditumbuhi cendawan.

Cendawan yang tumbuh ke arah kebun Serunting, hanya merupakan cendawan biasa. Tetapi yang tumbuh di arah kebun milik Aria Tebing, merupakan cendawan emas. Aria Tebing menjadi kaya raya, karena cendawan emas itu laku dijual mahal.

Serunting yang sakit hati melihat nasib baik adik iparnya, menuduh adik iparnya berbuat curang. Akhirnya Serunting menantang Aria Tebing untuk berkelahi. Menyadari kakak iparnya orang sakti, Aria Tebing akhirnya kebingungan menjawab tantangan tersebut.



Dia pasti akan mati dihabisi kakak iparnya, apabila menolak tantangan itu. Namun jika menyanggupi tantangan itu, dia juga akan kalah. Akhirnya Aria Tebing meminta diberi waktu berpikir selama dua hari, untuk menjawab tantangan tersebut.

Saat dalam kebingungan itu, Aria Tebing akhirnya meminta bantuan Sitti untuk mengetahui kelemahan kakak iparnya. Sitti yang awalnya enggan memberikan informasi tentang kelemahan Serunting, akhirnya luluh juga oleh rayuan adiknya.

Sitti membocorkan kekuatan suaminya. Di mana suaminya akan kehilangan kesaktian, jika rumput ilalang yang bergetar di sekitarnya ditombak. Saat Serunting bertemu kembali dengan Aria Tebing, mereka akhirnya melakukan pertempuran hebat.

Aria Tebing sudah kewalahan menghadapi kesaktian kakak iparnya. Serangan bertubi-tubi dirasakan menghantam tubuhnya. Saat terdesak, dia langsung menombak ilalang yang bergetar. Pangeran Serunting langsung jatuh tersungkur dalam kondisi terluka parah.

Merasa dikhianati istri dan adik iparnya, Pangeran Serunting akhirnya pergi ke Gunung Siguntang untuk bertapa. Di saat itulah ada suara gaib dari Sang Hyang Mahameru, yang akan memberikannya kekuatan gaib, namun dengan syarat harus bertapa di bawah pohon bambu hingga daun bambu itu menutupi seluruh tubuhnya.



Pangeran Serunting langsung menyanggupi persyaratan dari Sang Hyang Mahameru tersebut. Tanpa terasa selama dua tahun dia bertapa meninggalkan segala kehidupan duniawi. Seluruh tubuhnya telah tertutup daun-daun bambu yang berguguran.

Sang Hyang Mahameru kembali mendatangi Pangeran Serunting. Dia akhirnya menurunkan ilmu kesaktiannya kepada Pangeran Serunting. Yakni, segala ucapan yang disampaikan Pangeran Serunting akan berubah menjadi kutukan.

Setelah itu Pangeran Serunting pulang ke kampung halamannya. Di tengah perjalanan dia sempat menyumpahi pohon tebu untuk menjadi batu, dan sumpah itu terwujud seketika itu juga.

Pangeran Serunting akhirnya dijuluki Si Pahit Lidah, karena memiliki kesaktian dari segala ucapannya. Dia mampu mengubah bukit gersang menjadi hutan belantara, dan memberikan keturunan kepada pasangan suami istri melalui kesaktian lidahnya.

Sesampainya di Sumidang, Si Pahit Lidah terus berbuat baik kepada sesama makhluk hidup. Bahkan rasa dendamnya kepada Aria Tebing dan istrinya sirna saat tiba di kampung halamannya. Diapun meminta maaf kepada istri dan adik iparnya tersebut.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5981 seconds (0.1#10.140)