Terungkap! Ini Peninggalan Sejarah Kerajaan Majapahit yang Jarang Diketahui Publik
loading...
A
A
A
Kakawin Nagarakretagama peninggalan Mpu Prapanca mengungkap sejumlah sejarah dari Kerajaan Majapahit . Kitab kuno ini mengisahkan bagaimana perkembangan Majapahit dari sisi fisik dan nonfisik, termasuk di dalamnya perkembangan sastra - sastranya.
Bahkan berkat penemuan Kakawin Nagarakretagama di Puri Cakranagara di Pulau Lombok pada tahun 1894, Prof. Slamet Muljana mengungkap beberapa pujangga yang hidup sezaman dengan Prapanca, tetapi karya-karyanya tidak pernah sampai kepada masyarakat saat ini.
Dikutip dari "Tafsir Sejarah Nagarakretagama" Prof. Slamet Muljana menyatakan di antara para pujangga asing ini pernah menggubah pujasastra untuk Sri Rajasanagara adalah pendeta Buddha Aditya. Ia konon berasal dari Kancipuri di Jambudwipa, penggubah karya sastra Bhogawali, dan brahmana Sri Mutali Saherdaya, yang konon pujasastranya terlalu indah.
Di antara pujangga Jawa asli disebut upapatti Sudarma, seorang ahli dalam pembuatan piagam raja, yang pujasastranya hanya diperdengarkan di istana Kerajaan Majapahit saja. Menurut pengakuan Prapanca sendiri, seperti tercantum pada pupuh 94 dan 95 Kakawin Nagarakretagama digubah secara sukarela di Desa Kamalasana di lereng gunung dalam bulan Aswina atau September - Oktober tahun Saka adri gaja aryyama 1287 atau tahun 1365 Masehi.
Konon naskah itu disusun untuk menggembirakan baginda raja, jika mendengarnya, disertai doa untuk keselamatan dan kesejahteraan negara, terutama demi kebahagiaan baginda dan rakyatnya. Tentang pribadi penggubahnya dan karya-karya lainnya, juga disebut dalam Nagarakretagama Pupuh 94.
Nagarakretagama sendiri merupakan satu di antara tiga karya sejarah dari zaman Majapahit. Karya sejarah kedua bernama Serat Pararaton, gubahan antara tahun 1478 dan 1486. Karya sejarah ketiga bernama Tantu Panggelaran, kiranya juga berasal dari zaman akhir Majapahit menilik langgam bahasanya yang sudah agak mirip bahasa Jawa sekarang.
Tantu Panggelaran digubah dalam prosa seperti Pararaton, juga tanpa menyebut nama pengarangnya. Meskipun isinya tidak langsung menyangkut kehidupan kenegaraan, seperti Nagarakretagama dan Pararaton, ia digolongkan dalam karya sejarah.
Sebab isinya mengutamakan kehidupan keagamaan pada zaman Kerajaan Majapahit, terutama tentang dongeng - dongeng mitologi, adukan asing dan asli. Naskah ini juga menyangkut berbagai nama tempat ibadah dan bangunan suci, serta para pertapa di wilayah Jawa Timur pada zaman Kerajaan Majapahit.
Data-data sejarah yang dikemukakan tidak merupakan bahan penting yang ikut serta menentukan jalannya sejarah kenegaraan Majapahit, namun tetap penting untuk mengetahui kehidupan keagamaan sekedarnya.
Selain itu Slamet Muljana dalam bukunya mengidentifikasi adanya karya sastra yang berasal dari zaman Majapahit, tetapi baik namanya maupun penggubahnya tidak disebutkan dalam Nagarakretagama. Kiranya karya-karya itu digubah sesudah Nagarakretagama dan penggubahnya hidup tidak sezaman dengan Prapanca.
Dua orang pujangga terkemuka yang namanya perlu disebut adalah Mpu Tantular dan Mpu Tanakung. Sebab ada beberapa karya sastra dari zaman Majapahit, yang jelas merupakan gubahan kedua pujangga tersebut.
Bahkan berkat penemuan Kakawin Nagarakretagama di Puri Cakranagara di Pulau Lombok pada tahun 1894, Prof. Slamet Muljana mengungkap beberapa pujangga yang hidup sezaman dengan Prapanca, tetapi karya-karyanya tidak pernah sampai kepada masyarakat saat ini.
Dikutip dari "Tafsir Sejarah Nagarakretagama" Prof. Slamet Muljana menyatakan di antara para pujangga asing ini pernah menggubah pujasastra untuk Sri Rajasanagara adalah pendeta Buddha Aditya. Ia konon berasal dari Kancipuri di Jambudwipa, penggubah karya sastra Bhogawali, dan brahmana Sri Mutali Saherdaya, yang konon pujasastranya terlalu indah.
Di antara pujangga Jawa asli disebut upapatti Sudarma, seorang ahli dalam pembuatan piagam raja, yang pujasastranya hanya diperdengarkan di istana Kerajaan Majapahit saja. Menurut pengakuan Prapanca sendiri, seperti tercantum pada pupuh 94 dan 95 Kakawin Nagarakretagama digubah secara sukarela di Desa Kamalasana di lereng gunung dalam bulan Aswina atau September - Oktober tahun Saka adri gaja aryyama 1287 atau tahun 1365 Masehi.
Konon naskah itu disusun untuk menggembirakan baginda raja, jika mendengarnya, disertai doa untuk keselamatan dan kesejahteraan negara, terutama demi kebahagiaan baginda dan rakyatnya. Tentang pribadi penggubahnya dan karya-karya lainnya, juga disebut dalam Nagarakretagama Pupuh 94.
Nagarakretagama sendiri merupakan satu di antara tiga karya sejarah dari zaman Majapahit. Karya sejarah kedua bernama Serat Pararaton, gubahan antara tahun 1478 dan 1486. Karya sejarah ketiga bernama Tantu Panggelaran, kiranya juga berasal dari zaman akhir Majapahit menilik langgam bahasanya yang sudah agak mirip bahasa Jawa sekarang.
Tantu Panggelaran digubah dalam prosa seperti Pararaton, juga tanpa menyebut nama pengarangnya. Meskipun isinya tidak langsung menyangkut kehidupan kenegaraan, seperti Nagarakretagama dan Pararaton, ia digolongkan dalam karya sejarah.
Sebab isinya mengutamakan kehidupan keagamaan pada zaman Kerajaan Majapahit, terutama tentang dongeng - dongeng mitologi, adukan asing dan asli. Naskah ini juga menyangkut berbagai nama tempat ibadah dan bangunan suci, serta para pertapa di wilayah Jawa Timur pada zaman Kerajaan Majapahit.
Data-data sejarah yang dikemukakan tidak merupakan bahan penting yang ikut serta menentukan jalannya sejarah kenegaraan Majapahit, namun tetap penting untuk mengetahui kehidupan keagamaan sekedarnya.
Selain itu Slamet Muljana dalam bukunya mengidentifikasi adanya karya sastra yang berasal dari zaman Majapahit, tetapi baik namanya maupun penggubahnya tidak disebutkan dalam Nagarakretagama. Kiranya karya-karya itu digubah sesudah Nagarakretagama dan penggubahnya hidup tidak sezaman dengan Prapanca.
Dua orang pujangga terkemuka yang namanya perlu disebut adalah Mpu Tantular dan Mpu Tanakung. Sebab ada beberapa karya sastra dari zaman Majapahit, yang jelas merupakan gubahan kedua pujangga tersebut.
(nic)