Keris Pusaka Setan Kober, Senjata Sakti Pembunuh Arya Penangsang
loading...
A
A
A
Setan Kober adalah nama keris milik Adipati Jipang, Arya Penangsang . Keris ini dikenakan pada waktu Arya Penangsang perang tanding melawan Sutawijaya. Tapi tak diketahui pusaka ini berbentuk seperti apa.
Dalam Babad Tanah Jawa tercantum, Keris Setan Kober dibuat oleh Mpu Supo Mandrangi, putra seorang empu di Tuban, Jawa Timur. Supo Mandrangi kemudian memeluk agama Islam dengan menjadi murid Sunan Ampel, dengan tetap membawa kemampuannya membuat keris.
Banyak keris pusaka dibuat oleh Mpu Supo, diantaranya adalah Keris Pusaka Setan Kober, selain karya monumentalnya, Kanjeng Kyai Sengkelat dan Kanjeng Kyai Nogososro.
Keris Pusaka Setan Kober, aslinya bernama 'Bronggot Setan Kober', dibuat pada awal kerajaan Islam Demak Bintoro. Keris tersebut kemudian dimiliki oleh Djafar Shodiq atau Sunan Kudus yang kemudian diberikan pada murid kesayangannya Arya Penangsang, Adipati Jipang Panolan.
Keris Setan Kober sangat ampuh, tetapi membawa hawa panas, sehingga yang membawa keris tersebut akan mudah marah. Sifat pemarah Arya Penangsang pun sebenarnya terbawa oleh hawa perbawa pusakanya itu .
Baca juga: Inilah Makna Filosofi Orang Jawa Simpan Keris di Belakang Tubuh
Karakter Arya Penangsang sebagai pribadi yang mudah marah, kurang hati-hati dan kejam ini juga dikisahkan dalam Babad Tanah Jawa. Menurut Serat dan babad, Arya Penangsang lahir di Lasem pada tahun 1505, merupakan putra pertama Pangeran Surowiyoto atau Raden Kikin atau sering disebut juga sebagai Pangeran Sekar Sedo Lepen putra dari Raden Patah raja Demak Bintoro.
Ibu Raden Kikin adalah cucu dari Sunan Ampel bernama Putri Solekha anak dari pasangan P. Wironegoro Raja adipati Lasem dengan Nyi Ageng Malokha putri dari Raden Rahmat Sunan Ampel.
Ibu Arya Penangsang bernama Putri Ayu Retno Panggung anak dari Adipati Jipang Ratu Ayu Retno Kumolo, anak dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V, istri dari Ki Hajar Windusana, sehingga Arya Penangsang juga mewarisi kedudukan neneknya sebagai Adipati Jipang.
Pada tahun 1521 suami dari anak pertama Raden Patah yang bernama Pati Unus (orang Portugis menyebutnya Pate Unus, dikenal juga sebagai Pangeran Sabrang Lor) anak dari Adipati Jepara Mohammad Yunus, melakukan penyerangan ke Portugis di Malaka.
Pati Unus gugur dalam perang. Dikisahkan bahwa Trenggana adik dari Pate Unus berebut takhta dengan P. Surowiyoto atau R. Kikin anak dari R. Fatah. Pangeran Surowiyoto atau Raden Kikin memiliki dua orang putra yang bernama R. Arya Penangsang dan R. Arya Mataram, sedangkan Trenggana memiliki putra pertama bernama R. Mukmin atau yang disebut juga sebagai Sunan Prawoto.
Mukmin dikisahkan membunuh Raden Kikin sepulang sholat Jumat di tepi sebuah sungai di Lasem dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober yang membuat Trenggana menjadi Sultan Demak ketiga.
Sejak saat itu, Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya "Bunga yang gugur di sungai". Sepeninggal Raden Kikin, Arya Penangsang menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Adipati Jipang.
Saat itu usianya masih 16 tahun, sehingga pemerintahannya dibantu Patih Mat Ahun (Mentaun). Menurut Kitab Kapunggawan Jipang Jumenengan Arya Penangsang baru di laksanakan empat tahun kemudian yakni pada tahun 1525, saat itu Arya Penangsang berumur 20 tahun.
Trenggana naik takhta Kerajaan Demak tahun 1521. Pemerintahannya berakhir saat ia gugur di Panarukan, Situbondo tahun 1546 saat mencoba kembali menyerang Portugis meneruskan perjuangan Pati Unus. Raden Mukmin menggantikan sebagai raja keempat bergelar Sunan Prawoto. Ibukota Kerajaan Demak ia pindahkan ke Prawoto.
Demak pada periode ini dikenal dengan sebutan Demak Prawoto (1546 - 1549). Pada tahun 1549 Arya Penangsang dikisahkan oleh Babad Tanah Jawi membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto dengan Keris Kiai Setan Kober.
Rangkud sendiri tewas saling bunuh dengan korbannya itu. Setelah kematian Sunan Prawoto, Arya Penangsang menjadi Penguasa Demak sebagai Sultan Demak V, ibu kota Kerajaan Demak ia pindahkan ke Jipang.
Periode ini dikenal dengan sebutan Demak Jipang (1549 - 1554). Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Adipati Pajang Jaka Tingkir singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat menyendiri setelah kematian Sunan Prawoto dan suaminya Hadlirin.
Ratu Kalinyamat mendesak Jaka Tingkir agar segera membunuh Arya Penangsang, dirinya yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto, berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Jaka Tingkir menang.
Jaka Tingkir segan memerangi Arya Penangsang secara langsung karena merasa dirinya hanya sebagai mantu keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh Arya Penangsang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Alas Mentaok (yang akan menjadi wilayah Mataram).
Orang tua angkat Jaka Tingkir, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan sahabatnya Ki Panjawi dibimbing oleh Ki Juru Martani untuk mendaftar sayembara itu. Putra kandung Ki Ageng Pemanahan yang bernama Sutawijaya juga ikut mendaftar dalam sayembara dengan bekal Tombak Kyai Plered dari Jaka Tingkir.
Ketika pasukan Pajang datang menyerang Kotaraja Jipang, saat itu Arya Penangsang sedang akan berbuka setelah keberhasilannya berpuasa 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuatnya tidak mampu menahan emosi. Apalagi surat tantangan itu dibawa oleh pekatik-nya (pemelihara kuda) yang sebelumnya sudah dipotong telinganya oleh Pemanahan dan Penjawi.
Meskipun sudah disabarkan adik Arya Penangsang (Arya Mataram), Penangsang tetap berangkat ke medan perang menaiki kuda jantan yang bernama Gagak Rimang. Kuda Gagak Rimang dengan penuh nafsu mengejar Sutawijaya yang mengendarai kuda betina, melompati bengawan.
Perang antara Pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Dalam perang tersebut perut Arya Penangsang robek terkena tombak Kiai Plered milik Sutawijaya.
Meskipun demikian kesaktian yang dimiliki oleh Arya Penangsang membuatnya tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip di pinggang. Arya Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya.
Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, namun nahas, usus Arya Penangsang malah terpotong sehingga menyebabkan kematiannya.
Dalam pertempuran itu Ki Matahun, patih Jipang tewas pula, sedangkan Arya Mataram dan istrinya serta beberapa kerabat berhasil meloloskan diri ke Palembang.
Kisah kematian tragis Arya Penangsang itu pun melahirkan tradisi baru dalam seni pakaian Jawa, khususnya busana pengantin pria. Pangkal keris yang dipakai pengantin pria seringkali dihiasi untaian bunga mawar dan melati.
Hal itu sebagai lambang pengingat agar pengantin pria lebih bersabar dan tidak cepat panas seperti watak Arya Penangsang yang membuatnya binasa.
Sumber: SINDOnews/Okezone
Dalam Babad Tanah Jawa tercantum, Keris Setan Kober dibuat oleh Mpu Supo Mandrangi, putra seorang empu di Tuban, Jawa Timur. Supo Mandrangi kemudian memeluk agama Islam dengan menjadi murid Sunan Ampel, dengan tetap membawa kemampuannya membuat keris.
Banyak keris pusaka dibuat oleh Mpu Supo, diantaranya adalah Keris Pusaka Setan Kober, selain karya monumentalnya, Kanjeng Kyai Sengkelat dan Kanjeng Kyai Nogososro.
Keris Pusaka Setan Kober, aslinya bernama 'Bronggot Setan Kober', dibuat pada awal kerajaan Islam Demak Bintoro. Keris tersebut kemudian dimiliki oleh Djafar Shodiq atau Sunan Kudus yang kemudian diberikan pada murid kesayangannya Arya Penangsang, Adipati Jipang Panolan.
Keris Setan Kober sangat ampuh, tetapi membawa hawa panas, sehingga yang membawa keris tersebut akan mudah marah. Sifat pemarah Arya Penangsang pun sebenarnya terbawa oleh hawa perbawa pusakanya itu .
Baca juga: Inilah Makna Filosofi Orang Jawa Simpan Keris di Belakang Tubuh
Karakter Arya Penangsang sebagai pribadi yang mudah marah, kurang hati-hati dan kejam ini juga dikisahkan dalam Babad Tanah Jawa. Menurut Serat dan babad, Arya Penangsang lahir di Lasem pada tahun 1505, merupakan putra pertama Pangeran Surowiyoto atau Raden Kikin atau sering disebut juga sebagai Pangeran Sekar Sedo Lepen putra dari Raden Patah raja Demak Bintoro.
Ibu Raden Kikin adalah cucu dari Sunan Ampel bernama Putri Solekha anak dari pasangan P. Wironegoro Raja adipati Lasem dengan Nyi Ageng Malokha putri dari Raden Rahmat Sunan Ampel.
Ibu Arya Penangsang bernama Putri Ayu Retno Panggung anak dari Adipati Jipang Ratu Ayu Retno Kumolo, anak dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V, istri dari Ki Hajar Windusana, sehingga Arya Penangsang juga mewarisi kedudukan neneknya sebagai Adipati Jipang.
Pada tahun 1521 suami dari anak pertama Raden Patah yang bernama Pati Unus (orang Portugis menyebutnya Pate Unus, dikenal juga sebagai Pangeran Sabrang Lor) anak dari Adipati Jepara Mohammad Yunus, melakukan penyerangan ke Portugis di Malaka.
Pati Unus gugur dalam perang. Dikisahkan bahwa Trenggana adik dari Pate Unus berebut takhta dengan P. Surowiyoto atau R. Kikin anak dari R. Fatah. Pangeran Surowiyoto atau Raden Kikin memiliki dua orang putra yang bernama R. Arya Penangsang dan R. Arya Mataram, sedangkan Trenggana memiliki putra pertama bernama R. Mukmin atau yang disebut juga sebagai Sunan Prawoto.
Mukmin dikisahkan membunuh Raden Kikin sepulang sholat Jumat di tepi sebuah sungai di Lasem dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober yang membuat Trenggana menjadi Sultan Demak ketiga.
Sejak saat itu, Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya "Bunga yang gugur di sungai". Sepeninggal Raden Kikin, Arya Penangsang menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Adipati Jipang.
Saat itu usianya masih 16 tahun, sehingga pemerintahannya dibantu Patih Mat Ahun (Mentaun). Menurut Kitab Kapunggawan Jipang Jumenengan Arya Penangsang baru di laksanakan empat tahun kemudian yakni pada tahun 1525, saat itu Arya Penangsang berumur 20 tahun.
Trenggana naik takhta Kerajaan Demak tahun 1521. Pemerintahannya berakhir saat ia gugur di Panarukan, Situbondo tahun 1546 saat mencoba kembali menyerang Portugis meneruskan perjuangan Pati Unus. Raden Mukmin menggantikan sebagai raja keempat bergelar Sunan Prawoto. Ibukota Kerajaan Demak ia pindahkan ke Prawoto.
Demak pada periode ini dikenal dengan sebutan Demak Prawoto (1546 - 1549). Pada tahun 1549 Arya Penangsang dikisahkan oleh Babad Tanah Jawi membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto dengan Keris Kiai Setan Kober.
Rangkud sendiri tewas saling bunuh dengan korbannya itu. Setelah kematian Sunan Prawoto, Arya Penangsang menjadi Penguasa Demak sebagai Sultan Demak V, ibu kota Kerajaan Demak ia pindahkan ke Jipang.
Periode ini dikenal dengan sebutan Demak Jipang (1549 - 1554). Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Adipati Pajang Jaka Tingkir singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat menyendiri setelah kematian Sunan Prawoto dan suaminya Hadlirin.
Ratu Kalinyamat mendesak Jaka Tingkir agar segera membunuh Arya Penangsang, dirinya yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto, berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Jaka Tingkir menang.
Jaka Tingkir segan memerangi Arya Penangsang secara langsung karena merasa dirinya hanya sebagai mantu keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh Arya Penangsang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Alas Mentaok (yang akan menjadi wilayah Mataram).
Orang tua angkat Jaka Tingkir, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan sahabatnya Ki Panjawi dibimbing oleh Ki Juru Martani untuk mendaftar sayembara itu. Putra kandung Ki Ageng Pemanahan yang bernama Sutawijaya juga ikut mendaftar dalam sayembara dengan bekal Tombak Kyai Plered dari Jaka Tingkir.
Ketika pasukan Pajang datang menyerang Kotaraja Jipang, saat itu Arya Penangsang sedang akan berbuka setelah keberhasilannya berpuasa 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuatnya tidak mampu menahan emosi. Apalagi surat tantangan itu dibawa oleh pekatik-nya (pemelihara kuda) yang sebelumnya sudah dipotong telinganya oleh Pemanahan dan Penjawi.
Meskipun sudah disabarkan adik Arya Penangsang (Arya Mataram), Penangsang tetap berangkat ke medan perang menaiki kuda jantan yang bernama Gagak Rimang. Kuda Gagak Rimang dengan penuh nafsu mengejar Sutawijaya yang mengendarai kuda betina, melompati bengawan.
Perang antara Pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Dalam perang tersebut perut Arya Penangsang robek terkena tombak Kiai Plered milik Sutawijaya.
Meskipun demikian kesaktian yang dimiliki oleh Arya Penangsang membuatnya tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip di pinggang. Arya Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya.
Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, namun nahas, usus Arya Penangsang malah terpotong sehingga menyebabkan kematiannya.
Dalam pertempuran itu Ki Matahun, patih Jipang tewas pula, sedangkan Arya Mataram dan istrinya serta beberapa kerabat berhasil meloloskan diri ke Palembang.
Kisah kematian tragis Arya Penangsang itu pun melahirkan tradisi baru dalam seni pakaian Jawa, khususnya busana pengantin pria. Pangkal keris yang dipakai pengantin pria seringkali dihiasi untaian bunga mawar dan melati.
Hal itu sebagai lambang pengingat agar pengantin pria lebih bersabar dan tidak cepat panas seperti watak Arya Penangsang yang membuatnya binasa.
Sumber: SINDOnews/Okezone
(msd)