DPR: Program Stimulus COVID-19 untuk UMKM dan Kelompok Rentan Harus Segera Dilakukan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Program stimulus untuk penanganan Covid-19 yang didanai pemerintah hingga Rp405 triliun amat diperlukan terutama bagi sektor usaha yang sangat terdampak dan harus segera dilakukan,
Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo mengatakan, program stimulus ini seharusnya menjangkau semua warga dan skala bisnis, terutama pelaku UKM dan kelompok masyarakat rentan yang menjadi paling terdampak Covid-19.
Berdasarkan data World Bank, di tahun 2016, ada 24% kelompok rentan di Indonesia. Kelompok masyarakat ini merupakan mereka yang tingkat pengeluaran berada di kisaran Rp354 ribu- 532 ribu per kapita per bulan.
"Kemampuan UMKM, pekerja informal, serta kelompok rentan lainnya (masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah) ketika terjadi krisis pada 1997 hingga 1998 sangat berbeda dengan sekarang saat masa pandemi seperti ini," kata Andreas di Jakarta, Selasa (28/4/2020).
Politisi PDIP ini menilai ada perbedaam situasi ekonomi pada tahun 1997-1998 dimana pada sektor ini masih mampu bertahan untuk menghadapi kondisi tersebut. Namun dalam pandemi Covid-19 ini justru terpukul paling awal karena mandeknya perekonomian. Akibatnya, banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Sementara, berdasarkan amanat Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, Pemerintah telah menyusun refocusing dan realokasi APBN dan APBD untuk kegiatan prioritas, salah satunya insentif ekonomi bagi pelaku usaha dan UMKM.
"Tidak ada lagi waktu menunggu. Ini harus segera dijalankan supaya pelaku usaha dan UMKM dapat tetap berproduksi, atau sekurang-kurangnya bertahan hidup, dan tidak terjadi PHK," ucapnya.
Dirinya juga mendorong penyaluran Bansos, baik PKH, BPNT, Bantuan Sembako, BLT Dana Desa dan lainnya segera dilakukan dengan administrasi yang mudah, distribusi yang baik, dan tepat.
"Karena rakyat sudah tidak dapat menunggu lagi, terutama di bulan Ramadan dan menjelang Lebaran," ucapnya.
Bagi dunia bisnis, kata Andreas, setidaknya ada empat biaya besar bagi dunia bisnis dan industri yang perlu diperhatikan agar industri tidak cepat kolaps: (1) tenaga kerja, (2) utilitas dan sewa, (3) pajak dan retribusi daerah, dan (4) utang dan bunga pinjaman.
"Pemerintah perlu melanjutkan stimulus bagi industri, terutama menengah kecil agar likuiditas pekerja tetap terjaga, di antaranya perluasan sektor yang mendapat relaksasi PPh 21, PPh 22, PPh 25, PPh atas sewa, dan pembebasan PPN (dalam kurun 6 bulan)," cetusnya.
"Dan segera mengeluarkan stimulus untuk restrukturisasi utang pelaku usaha menengah bawah dan warga rentan yang terdampak. Terhadap penundaan angsuran program kredit UMI dan KUR, perlu dipercepat implementasi dan standardisasi pelaksanaan di lapangan agar mudah dan pasti," tambahnya.
Tak hanya itu, Pemerintah dan OJK diminta meringankan pembayaran leasing untuk UMKM dan pekerja informal setidaknya satu tahun serta memberikan keringan dan atau penundaan pembayaran atau leasing tanpa batasan plafon sesuai kemampuan debitur dan disepakati bank atau lembaga leasing.
Dalam hal ini termasuk pemberian penundaan angsuran pokok dan bunga terhadap warga yang mempunyai pinjaman di BPR, KPR/KPA, Bank Pasar, koperasi, fintech, dan lembaga informal.
Selain itu, lanjut ia, Pemerintah dan OJK memperkuat channeling atau penyaluran kredit ke masyarakat. Pemerintah diharapkan memberi relaksasi syarat administrasi pengajuan KUR, seperti izin usaha, nomor pokok wajib pajak (NPWP), serta agunan tambahan.
"Calon debitur UMi diberikan relaksasi syarat administrasi dan kecepatan dalam pemberian kredit UMi, serta kemudahan dan perluasan penyaluran UMi. Ini penting agar menambah jumlah kredit usaha rakyat calon debiturnya. Relaksasi syarat administrasi ditujukan sebagai bantuan sosial, yaitu safety net," tegasnya.
"Terutama bagi mereka yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dalam hal ini mereka mengalami kondisi ekonomi yang berat, mereka bisa mengakses Umi atau KUR. Kebijakan yang sama juga sebaiknya ditetapkan untuk 10,4 juta debitur ultra mikro non pusat investasi pemerintah (PIP) yaitu Mekaar, koperasi, dan online," tambahnya.
Selain itu, Andreas juga meminta pengoptimalan Program Kartu Pra Kerja sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial masyarakat yang terdampak Covid-19. Dengan pengalihan program ini, pencari kerja, pekerja yang di-PHK, atau pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi diberi bantuan sosial untuk bertahan hidup dan pelatihan dapat dilakukan kemudian setelah kondisi normal.
Pembebasan PPh UMKM menjadi 0% selama 6 bulan-1 tahun segera diberlakukan tanpa syarat yang memberatkan. Juga memberlakukan skema tarif UMKM sesuai PP 23/2018 untuk semua jenis usaha (tanpa membedakan barang maupun jasa), termasuk yang dilakukan oleh CV, Firma, dan OP dalam bentuk pekerjaan bebas.
Ia juga meminta Kemenkeu, Kemdagri, Kemensos, Kemendes, dan Pemda meningkatkan koordinasi dan sinergi agar bansos lebih tepat sasaran, melakukan pengawasan lapangan yang ketat, dan memastikan bantuan sampai pada rakyat yang membutuhkan.
"Perlu diantisipasi peningkatan jumlah penerima bantuan dan penyimpangan di lapangan harus ditindak dengan tegas," tegasnya.
Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo mengatakan, program stimulus ini seharusnya menjangkau semua warga dan skala bisnis, terutama pelaku UKM dan kelompok masyarakat rentan yang menjadi paling terdampak Covid-19.
Berdasarkan data World Bank, di tahun 2016, ada 24% kelompok rentan di Indonesia. Kelompok masyarakat ini merupakan mereka yang tingkat pengeluaran berada di kisaran Rp354 ribu- 532 ribu per kapita per bulan.
"Kemampuan UMKM, pekerja informal, serta kelompok rentan lainnya (masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah) ketika terjadi krisis pada 1997 hingga 1998 sangat berbeda dengan sekarang saat masa pandemi seperti ini," kata Andreas di Jakarta, Selasa (28/4/2020).
Politisi PDIP ini menilai ada perbedaam situasi ekonomi pada tahun 1997-1998 dimana pada sektor ini masih mampu bertahan untuk menghadapi kondisi tersebut. Namun dalam pandemi Covid-19 ini justru terpukul paling awal karena mandeknya perekonomian. Akibatnya, banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Sementara, berdasarkan amanat Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, Pemerintah telah menyusun refocusing dan realokasi APBN dan APBD untuk kegiatan prioritas, salah satunya insentif ekonomi bagi pelaku usaha dan UMKM.
"Tidak ada lagi waktu menunggu. Ini harus segera dijalankan supaya pelaku usaha dan UMKM dapat tetap berproduksi, atau sekurang-kurangnya bertahan hidup, dan tidak terjadi PHK," ucapnya.
Dirinya juga mendorong penyaluran Bansos, baik PKH, BPNT, Bantuan Sembako, BLT Dana Desa dan lainnya segera dilakukan dengan administrasi yang mudah, distribusi yang baik, dan tepat.
"Karena rakyat sudah tidak dapat menunggu lagi, terutama di bulan Ramadan dan menjelang Lebaran," ucapnya.
Bagi dunia bisnis, kata Andreas, setidaknya ada empat biaya besar bagi dunia bisnis dan industri yang perlu diperhatikan agar industri tidak cepat kolaps: (1) tenaga kerja, (2) utilitas dan sewa, (3) pajak dan retribusi daerah, dan (4) utang dan bunga pinjaman.
"Pemerintah perlu melanjutkan stimulus bagi industri, terutama menengah kecil agar likuiditas pekerja tetap terjaga, di antaranya perluasan sektor yang mendapat relaksasi PPh 21, PPh 22, PPh 25, PPh atas sewa, dan pembebasan PPN (dalam kurun 6 bulan)," cetusnya.
"Dan segera mengeluarkan stimulus untuk restrukturisasi utang pelaku usaha menengah bawah dan warga rentan yang terdampak. Terhadap penundaan angsuran program kredit UMI dan KUR, perlu dipercepat implementasi dan standardisasi pelaksanaan di lapangan agar mudah dan pasti," tambahnya.
Tak hanya itu, Pemerintah dan OJK diminta meringankan pembayaran leasing untuk UMKM dan pekerja informal setidaknya satu tahun serta memberikan keringan dan atau penundaan pembayaran atau leasing tanpa batasan plafon sesuai kemampuan debitur dan disepakati bank atau lembaga leasing.
Dalam hal ini termasuk pemberian penundaan angsuran pokok dan bunga terhadap warga yang mempunyai pinjaman di BPR, KPR/KPA, Bank Pasar, koperasi, fintech, dan lembaga informal.
Selain itu, lanjut ia, Pemerintah dan OJK memperkuat channeling atau penyaluran kredit ke masyarakat. Pemerintah diharapkan memberi relaksasi syarat administrasi pengajuan KUR, seperti izin usaha, nomor pokok wajib pajak (NPWP), serta agunan tambahan.
"Calon debitur UMi diberikan relaksasi syarat administrasi dan kecepatan dalam pemberian kredit UMi, serta kemudahan dan perluasan penyaluran UMi. Ini penting agar menambah jumlah kredit usaha rakyat calon debiturnya. Relaksasi syarat administrasi ditujukan sebagai bantuan sosial, yaitu safety net," tegasnya.
"Terutama bagi mereka yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dalam hal ini mereka mengalami kondisi ekonomi yang berat, mereka bisa mengakses Umi atau KUR. Kebijakan yang sama juga sebaiknya ditetapkan untuk 10,4 juta debitur ultra mikro non pusat investasi pemerintah (PIP) yaitu Mekaar, koperasi, dan online," tambahnya.
Selain itu, Andreas juga meminta pengoptimalan Program Kartu Pra Kerja sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial masyarakat yang terdampak Covid-19. Dengan pengalihan program ini, pencari kerja, pekerja yang di-PHK, atau pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi diberi bantuan sosial untuk bertahan hidup dan pelatihan dapat dilakukan kemudian setelah kondisi normal.
Pembebasan PPh UMKM menjadi 0% selama 6 bulan-1 tahun segera diberlakukan tanpa syarat yang memberatkan. Juga memberlakukan skema tarif UMKM sesuai PP 23/2018 untuk semua jenis usaha (tanpa membedakan barang maupun jasa), termasuk yang dilakukan oleh CV, Firma, dan OP dalam bentuk pekerjaan bebas.
Ia juga meminta Kemenkeu, Kemdagri, Kemensos, Kemendes, dan Pemda meningkatkan koordinasi dan sinergi agar bansos lebih tepat sasaran, melakukan pengawasan lapangan yang ketat, dan memastikan bantuan sampai pada rakyat yang membutuhkan.
"Perlu diantisipasi peningkatan jumlah penerima bantuan dan penyimpangan di lapangan harus ditindak dengan tegas," tegasnya.
(vit)