Suara Putra Daerah Pascakonflik Pekerja Perusahaan Peleburan Nikel di Morowali Utara

Minggu, 22 Januari 2023 - 10:19 WIB
loading...
Suara Putra Daerah Pascakonflik Pekerja Perusahaan Peleburan Nikel di Morowali Utara
Muhammad Haerullah A. Aman, putra Palu dan mahasiswa Magister Hukum Unas Jakarta.
A A A
JAKARTA - Kericuhan pekerja di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) , Morowali Utara, Sulawesi Tengah menuai banyak komentar. Salah satunya dari Muhammad Haerullah A. Aman yang merupakan putra asli daerah Palu, Sulawesi Tengah.

Dia menyampaikan, smelter PT GNi perlu tetap beroperasi sampai ke depan. Jangan ada yang menuntut smelter ini berhenti atau dicabut izinnya. Haerullah menjelaskan ini bukan tanpa alasan. Presiden Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama, Palu periode 2016 ini menggunakan kaidah Fiqih Islam dalam menjelaskan ini.

Dalam kitab Syarh Al Manzhumah As Sa’diyah yang ditulis ulama Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri disebutkan, Jika ada maslahat yang lebih besar namun ada mafsadat ketika itu, maka tetap ketika itu memilih maslahat walau dengan menerjang mafsadat.”

“Maksud dari kaidah fiqih ini adalah jika dalam suatu kondisi terdapat sesuatu yang mendatangkan kebaikan itu lebih besar, namun disaat itu juga terdapat kerusakan atau akibat buruk yang menimpa seseorang atau kelompok karena perbuatan atau tindakan pelanggaran hukum, maka wajib kita memilih untuk melakukan dan menjalankan sesuatu yang mendatangkan kebaikan”, ujar Haerullah.

Haerullah menjelaskan seperti ini, dalam kejadian yang menimpa PT GNI, terdapat dua sisi, sisi yang pertama bahwa disana jelas terjadi kerusakan, kericuhan, keributan, bahkan adanya kematian.

Baca juga: Warga Dogiyai Tewas Tertembak, Polisi Diserang dengan Sajam dan Kios Dibakar

Tentunya di kejadian tersebut terdapat pelaku yang sudah pasti oknum (artinya tidak semua elemen dianggap salah dan terlibat menjadi biang keributan). Dan saat ini pihak aparat penegak hukum yaitu kepolisian Republik Indonesia (Polri) sedang memproses tersebut dan menurut informasi sudah ada 17 tersangka.

Sisi yang kedua, PT GNI ini mempekerjakan Tenaga Kerja Indonesia sebanyak 11.060 orang dan investasi yang berjalan di PT GNI senilai kurang lebih 3 Milliar Dollar Amerika Serikat.

Maka dalam kaidah fiqih, jika terdapat dua sisi seperti itu, maka kita wajib menjalankan mashlahat yang lebih besar meskipun di waktu yang bersamaan terdapat mafsadat. Artinya, dalam kaidah fiqih, maka PT GNI wajib hukum fiqihnya untuk terus beroperasi seperti sediakala sekarang dan untuk masa depan karena lebih banyak mashlahatnya.

“Ibarat kata, 11.060 orang lokal yang bekerja dan investasi senilai kurang lebih 3 Milliar Dollar Amerika Serikat lebih jangan sampai dikorbankan, sehingga semuanya harus dilanjutkan kemashlahatannya dengan berjalannya PT GNI, ketimbang PT GNI ini harus stop dan berhenti dikarenakan mafsadat yang ada sekarang lebih kecil, yaitu kericuhan yang terjadi sudah selesai, dan sementara ini 17 orang sedang diproses hukumnya oleh Polri, jika maslahat dikorbankan yaitu PT GNI distop, maka kita semua akan rugi. Kaidah fiqih Islam sudah mengatur ini, sehingga PT GNI wajib berjalan normal sampai kedepan”, ujar mahasiswa Magister Hukum di Universitas Nasional Jakarta.

Haerullah menambahkan, kaidah fiqih ini sama dengan contoh “taat pada pemimpin yang zalim”. Taat kepada pemimpin yang zholim sudah tentu suatu mafsadat. Namun ada di waktu yang bersamaan terdapat maslahat yang lebih besar yaitu bersatunya umat.

Jika dilihat maka dapat disimpulkan bahwa maslahat ini lebih besar dari mafsadat, maka secara kaidah fiqih, wajib didahulukan maslahat tersebut. Maka pemimpin yang zholim tetap ditaati karena ada maslahat yang lebih besar di balik itu yaitu bersatunya umat dan mafsadat yang ada itu ringan.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1144 seconds (0.1#10.140)