Sejarah Kelenteng Eng An Kiong Malang, Dibangun dari Donatur Masing-masing Satu Gulden

Minggu, 22 Januari 2023 - 08:41 WIB
loading...
Sejarah Kelenteng Eng An Kiong Malang, Dibangun dari Donatur Masing-masing Satu Gulden
Kelenteng Eng An Kiong Malang yang berdiri pada 1825 memiliki sejarah panjang dalam peradaban kaum Tionghoa menjelang Imlek
A A A
MALANG - Kelenteng Eng An Kiong Malang memiliki sejarah panjang dalam peradaban kaum Tionghoa menjelang perayaan Imlek. Selain tempat ibadah, kelenteng juga menjadi bagian dari interaksi antara kaum Tionghoa dengan warga pribumi di zamannya hingga sekarang.

Rudi Phan Ketua pengelola yayasan Kelenteng Eng An Kiong menuturkan, Kelenteng Eng An Kiong telah memiliki usia sekitar 2 abad atau 200 tahun lebih, mengingat kelenteng ini dibangun pada 1825. Awalnya klenteng hanya dibangun sederhana dengan komposisi kayu secara sederhana.

"Berdiri tahun 1825, hampir 200 tahun, dua abad hampir dulu bangsa Cina ini ke sini sudah ratusan tahun, di Jawa Tengah kelentengnya sudah 600 tahun Kelenteng Sam Po Kong," ucap Rudi Phan, ditemui MPI.

Sejarah Kelenteng Eng An Kiong Malang, Dibangun dari Donatur Masing-masing Satu Gulden


Para kaum Tionghoa itu lantas bermukim dan membuat bangunan kelenteng yang kini berada di Jalan Laksda Adi Martadinata, Kota Malang. Namun kini kawasan permukiman Pecinan ini sudah berbaur dengan etnis lain, baik etnis Arab dan pribumi lainnya.

Baca juga: Etnis Tionghoa dan Penyebaran Islam di Pulau Jawa

"Kalau dulu orang Chinese kan satu center (terpusat) orang dari mulut ke mulut di mana di Kota Malang, mereka mendirikan satu komunitas di daerah Pecinan ini sekarang sudah campur baur, ada orang Arabnya, orang Indonesia, dulu tahun 50an murni orang China semua," jelasnya.

Pendatang dari China ini mengarungi samudra hingga tiba di beberapa kota di Pulau Jawa mulai dari Semarang, Tuban, dan Surabaya. Sisanya sebagian menuju Malang dan membuat perkumpulan serta bermukim di Malang. Tak heran secara keterikatan sejarah dan budaya perkembangan kaum Tionghoa di Malang dengan Jawa Tengah.

"Sejak datang bawa (keluarga) dan peranak pinak di sini. Mereka berdagang, dulu naik perahu ratusan tahun lalu, laut masih tenang, nggak ada polusi nggak ada apa-apa, jadi berani dan menempati di pesisir pantai, Semarang, Surabaya, Tuban, sampai sini juga," tuturnya.

Menurutnya, para pendatang dari negeri China mayoritas berdagang sehingga mereka lantas mendirikan sebuah perkumpulan di Malang dan tentu juga mendirikan tempat ibadah berupa klenteng ini. Jadi dapat dikatakan Rudi, antara kedatangan orang Tionghoa di Malang dengan pendirian klenteng nyaris sama.

Sejarah Kelenteng Eng An Kiong Malang, Dibangun dari Donatur Masing-masing Satu Gulden


"(Kedatangan Tionghoa) hampir sama, 1825 jadi mereka datang namanya manusia cari Tuhannya, akhirnya mendirikan klenteng ini. Tapi berdagang dulu, terus mendirikan kelenteng ini, terus bersama mendirikan klenteng, seperti muslim mendirikan musala," paparnya.

Seiring banyaknya jamaah membuat kaum Tionghoa yang bermukim di Malang berinisiatif membangun secara gotong royong klenteng. Alhasil mereka mendonasikan uang untuk rekonstruksi kelenteng pertamanya. Menariknya, saat rekonstruksi pertama terdapat ratusan donatur yang menyumbang dengan nominal satu gulden Belanda.

"Satu gulden di tahun 1903 di rekonstruksi pertama itu sudah sangat mahal. Donaturnya ada 200an orang yang dicatatkan pada plakat ini, jadi di sini ada namanya, nama marga, marga Phan contohnya. Dari sini tahu rumpunnya, ini orang mana, orang Hogian atau orang mana," terangnya.

Di kelenteng sendiri terdapat dua plakat yang memuat ratusan nama di dua rekonstruksi awal Klenteng Eng An Kiong. Rekonstruksi pertama pada 1903, sedangkan rekonstruksi kedua dilakukan pada 1912. Dimana donatur rekonstruksi juga termuat di plakat prasasti yang tertempel di dinding di dalam klenteng, tepatnya di depan kantor yayasan pengelola.

"Kalau satu plakat sekitar seribu, dengan sumbangannya satu gulden, di zaman Belanda segitu sudah gede. Memang bangunan yang di tengah itu pertama dibangun, dibangun cuma dari kayu-kayu sekarang kan kita rekonstruksi," bebernya
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0628 seconds (0.1#10.140)