Kisah Majapahit Dipimpin 2 Raja Cantik Putri Raden Wijaya
Senin, 19 Desember 2022 - 06:19 WIB
Mangkatnya raja ke dua Kerajaan Majapahit, Jayanegara akibat penghianatan yang dilakukan Ra Tanca, membuat Majapahit sempat mengalami kekosongan kepemimpinan. Hal ini diakibatkan Jayanegara, tak memiliki anak sebagai pewaris tahta.
Tak butuh waktu lama, usai kematian Jayanegara, akhirnya dua putri cantik Raden Wijaya diangkat sebagai raja untuk memimpin jalannya roda pemerintahan Kerajaan Majapahit, yakni Tribhuwana Tunggadewi, dan Dyah Wiyat atau Rajadewi Maharajasa.
Kedua putri raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Majapahit tersebut, memerintah bersamaan setelah tahta yang seharusnya diakuisisi sang istri Raden Wijaya, Gayatri ditolaknya karena memilih menjadi pendeta.
Menurut Slamet Muljana dalam bukunya yang berjudul "Menuju Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit", awalnya kedua putri pendiri Kerajaan Majapahit itu memerintah di dua wilayah berbeda. Tribhuwana Tunggadewi memimpin Kahuripan, dan Rajadewi Maharajasa memerintah Daha.
Keduanya memerintah wilayah masing-masing, dengan gelar Rani Kahuripan, dan Rani Daha. Tak hanya itu, sepeninggal Jayanegara membuat para laki-laki jejaka yang mempunyai ketertarikan kepada dua putri itu, berani menginjakkan Istana Majapahit lagi, untuk melakukan pendekatan.
Pada tahun 1250 Saka atau 1328 Masehi, Putri Tribuwanatunggadewi menikahi Sri Kertawardana dari Singasari, putra Cakradara. Sedangkan Rajadewi Maharajasa atau Bhre Daha menikah dengan Raden Kuda Amerta dari Wengker, atau Bhreng Prameswara ring Pamotan, dengan nama Abiseka Sri Wijayarajasa.
Selanjutnya kedua putri Raden Wijaya ini memimpin Majapahit. Tribhuwana Tunggadewi dinobatkan sebagai Rani Majapahit atau Raja Majapahit. Ia memerintah bersama adiknya Rani Daha atau Rajadewi Maharajasa.
Pemerintahan bersama dipilih, agar segala kesulitan yang mungkin timbul jika seandainya hanya Rani Kahuripan atau Tribhuwana Tunggadewi saja yang memegang tampuk pemerintahan. Hal ini tak lepas dari hasil pemikiran Gajah Mada, yang terkenal sebagai orang bijaksana dalam tindakannya.
Kedua putri raden Wijaya tersebut, mengadakan persekutuan untuk memerintah Kerajaan Majapahit. Sementara saat itu Patih Amangku Bumi di Kerajaan Majapahit , masih tetap dijabat Aria Tadah.
Tak butuh waktu lama, usai kematian Jayanegara, akhirnya dua putri cantik Raden Wijaya diangkat sebagai raja untuk memimpin jalannya roda pemerintahan Kerajaan Majapahit, yakni Tribhuwana Tunggadewi, dan Dyah Wiyat atau Rajadewi Maharajasa.
Kedua putri raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Majapahit tersebut, memerintah bersamaan setelah tahta yang seharusnya diakuisisi sang istri Raden Wijaya, Gayatri ditolaknya karena memilih menjadi pendeta.
Menurut Slamet Muljana dalam bukunya yang berjudul "Menuju Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit", awalnya kedua putri pendiri Kerajaan Majapahit itu memerintah di dua wilayah berbeda. Tribhuwana Tunggadewi memimpin Kahuripan, dan Rajadewi Maharajasa memerintah Daha.
Keduanya memerintah wilayah masing-masing, dengan gelar Rani Kahuripan, dan Rani Daha. Tak hanya itu, sepeninggal Jayanegara membuat para laki-laki jejaka yang mempunyai ketertarikan kepada dua putri itu, berani menginjakkan Istana Majapahit lagi, untuk melakukan pendekatan.
Pada tahun 1250 Saka atau 1328 Masehi, Putri Tribuwanatunggadewi menikahi Sri Kertawardana dari Singasari, putra Cakradara. Sedangkan Rajadewi Maharajasa atau Bhre Daha menikah dengan Raden Kuda Amerta dari Wengker, atau Bhreng Prameswara ring Pamotan, dengan nama Abiseka Sri Wijayarajasa.
Selanjutnya kedua putri Raden Wijaya ini memimpin Majapahit. Tribhuwana Tunggadewi dinobatkan sebagai Rani Majapahit atau Raja Majapahit. Ia memerintah bersama adiknya Rani Daha atau Rajadewi Maharajasa.
Pemerintahan bersama dipilih, agar segala kesulitan yang mungkin timbul jika seandainya hanya Rani Kahuripan atau Tribhuwana Tunggadewi saja yang memegang tampuk pemerintahan. Hal ini tak lepas dari hasil pemikiran Gajah Mada, yang terkenal sebagai orang bijaksana dalam tindakannya.
Kedua putri raden Wijaya tersebut, mengadakan persekutuan untuk memerintah Kerajaan Majapahit. Sementara saat itu Patih Amangku Bumi di Kerajaan Majapahit , masih tetap dijabat Aria Tadah.
(eyt)
tulis komentar anda