Akhir Tragis Patih Nambi, Terbunuh Akibat Fitnah Pengkhianat Kerajaan Majapahit

Jum'at, 18 November 2022 - 05:05 WIB


Putra Kebo Anabrang, Mahisa Taruna dihasut supaya menuntut adanya pengadilan untuk Lembu Sora yang telah membunuh Kebo Anabrang. Pengadilan itu akhirnya terwujud. Raden Wijaya memutuskan Lembu Sora bersalah, dan dijatuhi hukuman. Tetapi, karena jasa Lembu Sora dalam mendirikan Majapahit, Raden Wijaya hanya memberikan hukuman pembuangan.

Mahapati yang memiliki ambisi besar berkuasa di Majapahit, tak lelah menebar hasutannya. Dia kembali menghasut Lembu Sora yang telah dibuang, untuk meminta hukuman yang lebih pantas, yakni hukuman mati. Mendengar hasutan dari mulut berbisa Mahapati, Lembu Sora yang berada di pembuangan, akhirnya berangkat ke Ibu Kota Majapahit, untuk meminta hukuman mati. Namun, sesampainya di ibu kota kerajaan, Lembu Sora langsung dikeroyok prajurit penjaga istana hingga tewas, sebelum bertemu dengan raja dan meminta hukuman mati.

Pengeroyokan terhadap Lembu Sora, yang dilakukan prajurit penjaga istana Majapahit tersebut, dipimpin oleh Nambi. Hal ini terjadi, karena Mahapati telah menghasut Nambi, bahwa Lembu Sora akan membuat keonaran di dalam istana. Kematian Lembu Sora terjadi saat Majapahit dipimpin Raja Jayanegara. Jayanegara yang naik tahta menggantikan ayahnya, Raden Wijaya, sebenarnya memiliki hubungan baik dengan Lembu Sora, karena Lembu Sora pernah menjadi mentornya saat memerintah di Kadiri, atau Daha.

Sosok yang mendalangi fitnah ke Nambi, Ranggalawe dan Lembu Sora pada naskah Pararaton dan Kidung Sorandaka, disebut bernama Mahapati. Penyebutan nama Mahapati dalam naskah-naskah kuno tersebut, menjadi penunjuk pelakunya merupakan orang berkuasa di istana Kerajaan Majapahit. Istilah maha bermaka besar, sedangkan pati bermakna penguasa.

Nama Mahapati sebagai sosok tokoh yang memfitnah Nambi, juga dapat diartikan bukanlah nama asli seseorang, melainkan nama julukan. Nama Mahapati itu tidak dijumpai dalam prasasti apapun, sehingga diduga merupakan nama ciptaan pengarang Pararaton.



Dalam Kitab Nagarakertagama, kematian Nambi yang merupakan Patih Majapahit kala itu, tidak diungkap secara detail. Kematian seorang patih kerajaan ini hanya dituliskan secara singkat, dan tidak diungkap penyebabnya. Tafsir lain tentang Mahapati ini diungkapkan sejarawan Slamet Muljana. Dia menyebut, Mahapati identik dengan Patih Majapahit, Dyah Halayudha. Nama Dyah Halayudha tercatat dalam prasasti Sidateka tahun 1323, sebagai Patih Majapahit menggantikan Nambi yang tewas pada tahun 1316.

Menilik nama Dyah yang dipakai Halayudha, diduga Halayudha merupakan keluarga bangsawan di Majapahit. Pasalnya gelar Dyah dipakai oleh keturunan raja Majapahit. Bahkan, dalam Kitab Nagarakertagama, Raden Wijaya juga disebut sebagai Dyah Wijaya. Sementara, dalam prasasti Sukamerta, nama Patih Nambi, dan Lembu Sora hanya disebut sebagai Mpu. Diduga, kondisi inilah yang memicu rasa sakit hati Halayudha kepada Nambi dan Lembu Sora, karena lebih dipercaya oleh Raden Wijaya menjabat sebagai patih yang merupakan jabatan tertinggi di bawah kekuasaan raja Majapahit

Akhir kisah Mahapati terjadi usai pemberontakan Kuti pada tahun 1319. Pemberontakan ini, tercatat sebagai pemberontakan paling dahsyat di Majapahit. Kuti mampu menguasai istana Majapahit, hingga membuat Jayanagara lari mengungsi di Desa Badamder. Pemberontakan Kuti akhirnya berhasil ditumpas berkat kelihaian dan keberanian Gajah Mada dengan pasukan Bhayangkara.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content