Balai Adat Simbol Kebangkitan Masyarakat Adat
Jum'at, 28 Oktober 2022 - 22:27 WIB
SENTANI - Ketua Panitia Nasional Kongres Masyarakat Adat Nusantara KeEnam (KMAN VI), Mathius Awoitauw menegaskan Balai Adat merupakan simbol kebangkitan masyarakat adat, sebagaimana Kebangkitan Masyarakat Adat (KMA) ke-9 kini sedang dirayakan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura bersama masyarakat adat nusantara, tepatnya pada 24 Oktober 2022 sekaligus perhelatan kongres masyarakat adat nusantara di wilayah Adat Tabi.
“Kita punya jati diri, kita punya harga diri dan kita punya nama baik yang dilambangkan dengan kebesaran Balai Adat,” ujar sang pelopor masyarakat adat Kabupaten Jayapura ini, di sela peresmian Saliyap atau Balai Adat Kampung Meikari yang berlangsung, di Kampung Mamei Distrik Kemtuk, Jumat (28/10). Peresmian ditandai dengan pengguntingan pita papan nama serta makan bersama menu bakar batu di balai adat yang baru diresmikan itu.
Balai adat, lanjut Bupati Mathius adalah tempat di mana masyarakat adat gunakan untuk mengambil keputusan-keputusan besar dan penting, mengenai masa depan masyarakat adat yang melekat dengan tanah, hutan dan sumber daya alamnya.
Dengan demikian balai adat inilah simbol persatuan dan kebersamaan terjaga sebagai masyarakat adat, simbol untuk bagaimana masyarakat adat bersatu membangun kampungnya, simbol bagaimana masyarakat adat bersatu untuk memikirkan masa depan anak-anak sebagai generasi penerus ditengah derasnya arus globalisasi yang seakan mengancam kehidupan dan eksistensi masyarakat adat.
Bupati juga mengajak masyarakat adat agar senantiasa tetap menjaga hutan, tanah dan tidak boleh dialihkan ke orang lain, karena hutan dan tanah adalah sumber kehidupan dan masa depan anak cucu.
“Pembangunan apapun, itu dibicarakan dan disepakati dengan masyarakat adat di balai adat yang ada di kampung. Kalau fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas dan lainnya dibangun itu juga milik kita, karena itu untuk masa depan anak-anak kita yang harus kita jaga dan rawat bersama, jangan kemudian hari dipersoalkan lagi dengan cara-cara pemalangan, padahal itu untuk anak-anak kita. Tanah dan hutan kita ini untuk masa depan anak-anak kita, kita minta tolong pemerintah bangun dan kita pun harus menjaga dan merawat supaya anak-anak kita terus bertumbuh untuk menatap masa depan mereka,”jelasnya.
Di Balai adat juga Bupati Mathius menyerukan agar masyarakat adat terus membicarakan hal-hal untuk kepentingan dan masa depan masyarakat adat, termasuk menerim tamu yang datang dapat dibicarakan di balai adat sekaligus mengambil keputusan bersama semua komponen adat terkait.
“Kita tidak bisa lagi kerja sendiri-sendiri, kita harus bersatu. Di Balai adat ini juga tidak boleh sepi, kalau anak-anak mau belajar mengenai kebudayaan, bahasa, ukiran-ukiran, sistim dan struktur adatnya seperti apa, belajar di sini. Dengan demikian gerakan kebangkitan masyarakat adat itu nampak,” pintanya.
“Kita punya jati diri, kita punya harga diri dan kita punya nama baik yang dilambangkan dengan kebesaran Balai Adat,” ujar sang pelopor masyarakat adat Kabupaten Jayapura ini, di sela peresmian Saliyap atau Balai Adat Kampung Meikari yang berlangsung, di Kampung Mamei Distrik Kemtuk, Jumat (28/10). Peresmian ditandai dengan pengguntingan pita papan nama serta makan bersama menu bakar batu di balai adat yang baru diresmikan itu.
Balai adat, lanjut Bupati Mathius adalah tempat di mana masyarakat adat gunakan untuk mengambil keputusan-keputusan besar dan penting, mengenai masa depan masyarakat adat yang melekat dengan tanah, hutan dan sumber daya alamnya.
Dengan demikian balai adat inilah simbol persatuan dan kebersamaan terjaga sebagai masyarakat adat, simbol untuk bagaimana masyarakat adat bersatu membangun kampungnya, simbol bagaimana masyarakat adat bersatu untuk memikirkan masa depan anak-anak sebagai generasi penerus ditengah derasnya arus globalisasi yang seakan mengancam kehidupan dan eksistensi masyarakat adat.
Bupati juga mengajak masyarakat adat agar senantiasa tetap menjaga hutan, tanah dan tidak boleh dialihkan ke orang lain, karena hutan dan tanah adalah sumber kehidupan dan masa depan anak cucu.
“Pembangunan apapun, itu dibicarakan dan disepakati dengan masyarakat adat di balai adat yang ada di kampung. Kalau fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas dan lainnya dibangun itu juga milik kita, karena itu untuk masa depan anak-anak kita yang harus kita jaga dan rawat bersama, jangan kemudian hari dipersoalkan lagi dengan cara-cara pemalangan, padahal itu untuk anak-anak kita. Tanah dan hutan kita ini untuk masa depan anak-anak kita, kita minta tolong pemerintah bangun dan kita pun harus menjaga dan merawat supaya anak-anak kita terus bertumbuh untuk menatap masa depan mereka,”jelasnya.
Di Balai adat juga Bupati Mathius menyerukan agar masyarakat adat terus membicarakan hal-hal untuk kepentingan dan masa depan masyarakat adat, termasuk menerim tamu yang datang dapat dibicarakan di balai adat sekaligus mengambil keputusan bersama semua komponen adat terkait.
“Kita tidak bisa lagi kerja sendiri-sendiri, kita harus bersatu. Di Balai adat ini juga tidak boleh sepi, kalau anak-anak mau belajar mengenai kebudayaan, bahasa, ukiran-ukiran, sistim dan struktur adatnya seperti apa, belajar di sini. Dengan demikian gerakan kebangkitan masyarakat adat itu nampak,” pintanya.
tulis komentar anda