Soal Tenaga Kerja Ditunda, Baleg Ngotot Bahas Klaster Lain Omnibus Law Cipta Kerja
Minggu, 26 April 2020 - 20:41 WIB
JAKARTA - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) sepakat menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan pada Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Baleg akan berusaha mendengar aspirasi publik dan pemangku kepentingan.
Anggota Baleg dari Partai Golkar Firman Soebagyo mengatakan, keputusan baleg ini bertujuan agar DPR dan Pemerintah mendapatkan masukan yang maksimal. Ini untuk mendengar keinginan dari semua pihak terhadap pasal-pasal krusial dan menimbulkan pro dan kontrak.
“Tapi tetap harus pada koridor di mana posisi kepentingan lebih besar bangsa dan negara ini kami kedepankan. Tidak boleh ada pihak-pihak yang memaksakan kehendak. Nanti sudah didengar aspirasinya. Kami mendengarkan bukan hanya dari buruh, tapi juga pelaku usaha dan perbankan,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, akhir pekan ini.
Firman mengungkapkan akan banyak poin yang diatur dalam Omnibus Law Ciptaker, salah satunya, kewajiban peningkatan kemampuan karyawan. Tentu saja mengenai pendapatan pekerjan. Menurutnya, itu harus diatur sebagai kewajiban perusahaan.
“Jangan hanya memikirkan gaji melulu. Gaji penting, kemampuan penting. Suatu saat harus bisa beradaptasi dengan dunia internasional yang semakin maju. Kalau tidak, dilindas,” tuturnya.
Sebelumnya, upaya ngotot Pemerintah dan DPR untuk membahas Omnibus Law Ciptaker mendapatkan protes banyak elemen masyarakat, salah satunya, serikat pekerja. Belakangan, Istana melunak dan meminta pembahasan klaster ketenagakerjaan ditunda.
Firman menjelaskan selama penundaan, pembahasan akan difokuskan pada 10 klaster lain. Adapun klaster lain, antara lain, penyederhaanan izin, persyaratan investasi, serta pemberdayaan dan perlindungan UMKM. “Karena ini ada sebelas klaster, maka yang lain kami bahas lebih awal,” pungkasnya.
Anggota Baleg dari Partai Golkar Firman Soebagyo mengatakan, keputusan baleg ini bertujuan agar DPR dan Pemerintah mendapatkan masukan yang maksimal. Ini untuk mendengar keinginan dari semua pihak terhadap pasal-pasal krusial dan menimbulkan pro dan kontrak.
“Tapi tetap harus pada koridor di mana posisi kepentingan lebih besar bangsa dan negara ini kami kedepankan. Tidak boleh ada pihak-pihak yang memaksakan kehendak. Nanti sudah didengar aspirasinya. Kami mendengarkan bukan hanya dari buruh, tapi juga pelaku usaha dan perbankan,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, akhir pekan ini.
Firman mengungkapkan akan banyak poin yang diatur dalam Omnibus Law Ciptaker, salah satunya, kewajiban peningkatan kemampuan karyawan. Tentu saja mengenai pendapatan pekerjan. Menurutnya, itu harus diatur sebagai kewajiban perusahaan.
“Jangan hanya memikirkan gaji melulu. Gaji penting, kemampuan penting. Suatu saat harus bisa beradaptasi dengan dunia internasional yang semakin maju. Kalau tidak, dilindas,” tuturnya.
Sebelumnya, upaya ngotot Pemerintah dan DPR untuk membahas Omnibus Law Ciptaker mendapatkan protes banyak elemen masyarakat, salah satunya, serikat pekerja. Belakangan, Istana melunak dan meminta pembahasan klaster ketenagakerjaan ditunda.
Firman menjelaskan selama penundaan, pembahasan akan difokuskan pada 10 klaster lain. Adapun klaster lain, antara lain, penyederhaanan izin, persyaratan investasi, serta pemberdayaan dan perlindungan UMKM. “Karena ini ada sebelas klaster, maka yang lain kami bahas lebih awal,” pungkasnya.
(muh)
tulis komentar anda