Biaya Rapid Test Jadi Beban Tambahan bagi Mahasiswa Saat Pandemi
Selasa, 23 Juni 2020 - 13:58 WIB
SLEMAN - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman menerapkan protokol ketat bagi mahasiswa luar daerah, baik mahasiswa baru atau lama yang akan kuliah dan tinggal di Sleman saat penerimaaan mahasiswa baru dan perkuliah new normal di masa pandemi corona.
Di antaranya mahasiswa itu harus membawa hasil rapid diagostic test (RDT) non reaktif minimal satu minggu. Bagi yang belum membawa diminta melakukan RDT mandiri. Penerapan ini untuk mengantisipasi dan meminimalisir potensi penularan virus corona jenis baru, Covid-19. Namun syarat harus membawa surat rapid tes dengan hasil nonreaktif Covid-19 dikeluhkan para mahasiswa yang akan kembali ke Sleman. Sebab biaya rapid tes secara mandiri cukup mahal.
Hal ini seperti yang diungkapkan warga Kalimantan Barat, Roni Ariya, 22, mahasiswa perguruan tinggi di daerah Sleman. Ia mengatakan, adanya syarat RDT dengan hasil non reaktif ini menjadi beban bagi anak kost (mahasiswa). Sebab biaya untuk RDT mandiri hampir sama dengan bayar kost sebulan. Yaitu antara Rp200.000-Rp350.000 sekali RDT. “Biaya RDT mandiri ini jelas menambah beban bagi kami,” kata Roni, Selasa (26/6/2020). (Baca: PPDB Jateng, Ganjar Ancam Pidanakan Pembuat SKD Aspal )
Roni menjelaskan sebenarnya mendukung dengan langkah ini. Untuk itu berharap ada kebijakan baru dari Pemkab Sleman dengan melonggarkan aturan atau ada subsidi untuk rapid test mandiri, sehingga masih bisa dijangkau, bahkan bisa digratiskan.
Mahalnya biaya rapid tes juga dikeluhkan warga Sleman, Aan Wibowo, 45. Ia mengatakan karena ada keperluan pekerjaan ia harus ke Jakarta. Saat ke Jakarta sudah membawa hasil rapid tes non reaktif. Namun saat akan kembali ke Yogyakarta surat RDT itu sudah tidak berlaku lagi, karena hanya berlaku tiga hari.
Sehingga untuk keperluan administrasi berpergian harus RDT lagi di bandara. “Saya ke Jakarta Jumat, pulang ke Yogya Senin. Oleh petugas bandara diminta RDT lagi, karena surat RDT sudah tidak berlaku, sebab hanya berlaku tiga hari. Untuk RDT itu biayanya Rp300 ribu lebih,” akunya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Joko Hastaryo mengatakan untuk biaya RDT saat ini masih mahal. Untuk itu bekerjasama dengan UGM, untuk penyediaan alat RDT yang biayanya terjangkau. (Baca: Cerita Warga Semarang Rogoh Rp1,3 Juta Untuk Rapid Test )
Dimana alat RDT buatan UGM, cukup muruh, yaitu antara Rp25.000-Rp30.000. Sebagai tahap awal alat RDT ini diujicobakan untuk RDT bagi tenaga kesehatan di Puskesmas se-Sleman. “Tahap awal ini, kami mendapatkan bantuan 4000 RDT dari UGM. Namun tahap ini baru untuk tracing. Untuk surat keterangan bebas COVID-19 tetap dari instansi berwenang,” paparnya.
Di antaranya mahasiswa itu harus membawa hasil rapid diagostic test (RDT) non reaktif minimal satu minggu. Bagi yang belum membawa diminta melakukan RDT mandiri. Penerapan ini untuk mengantisipasi dan meminimalisir potensi penularan virus corona jenis baru, Covid-19. Namun syarat harus membawa surat rapid tes dengan hasil nonreaktif Covid-19 dikeluhkan para mahasiswa yang akan kembali ke Sleman. Sebab biaya rapid tes secara mandiri cukup mahal.
Hal ini seperti yang diungkapkan warga Kalimantan Barat, Roni Ariya, 22, mahasiswa perguruan tinggi di daerah Sleman. Ia mengatakan, adanya syarat RDT dengan hasil non reaktif ini menjadi beban bagi anak kost (mahasiswa). Sebab biaya untuk RDT mandiri hampir sama dengan bayar kost sebulan. Yaitu antara Rp200.000-Rp350.000 sekali RDT. “Biaya RDT mandiri ini jelas menambah beban bagi kami,” kata Roni, Selasa (26/6/2020). (Baca: PPDB Jateng, Ganjar Ancam Pidanakan Pembuat SKD Aspal )
Roni menjelaskan sebenarnya mendukung dengan langkah ini. Untuk itu berharap ada kebijakan baru dari Pemkab Sleman dengan melonggarkan aturan atau ada subsidi untuk rapid test mandiri, sehingga masih bisa dijangkau, bahkan bisa digratiskan.
Mahalnya biaya rapid tes juga dikeluhkan warga Sleman, Aan Wibowo, 45. Ia mengatakan karena ada keperluan pekerjaan ia harus ke Jakarta. Saat ke Jakarta sudah membawa hasil rapid tes non reaktif. Namun saat akan kembali ke Yogyakarta surat RDT itu sudah tidak berlaku lagi, karena hanya berlaku tiga hari.
Sehingga untuk keperluan administrasi berpergian harus RDT lagi di bandara. “Saya ke Jakarta Jumat, pulang ke Yogya Senin. Oleh petugas bandara diminta RDT lagi, karena surat RDT sudah tidak berlaku, sebab hanya berlaku tiga hari. Untuk RDT itu biayanya Rp300 ribu lebih,” akunya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Joko Hastaryo mengatakan untuk biaya RDT saat ini masih mahal. Untuk itu bekerjasama dengan UGM, untuk penyediaan alat RDT yang biayanya terjangkau. (Baca: Cerita Warga Semarang Rogoh Rp1,3 Juta Untuk Rapid Test )
Dimana alat RDT buatan UGM, cukup muruh, yaitu antara Rp25.000-Rp30.000. Sebagai tahap awal alat RDT ini diujicobakan untuk RDT bagi tenaga kesehatan di Puskesmas se-Sleman. “Tahap awal ini, kami mendapatkan bantuan 4000 RDT dari UGM. Namun tahap ini baru untuk tracing. Untuk surat keterangan bebas COVID-19 tetap dari instansi berwenang,” paparnya.
(don)
tulis komentar anda