Perjuangan Opu Daeng Risadju, Wanita Tangguh yang Disiksa Belanda hingga Tuli Permanen
Sabtu, 07 Mei 2022 - 05:00 WIB
Opu Daeng Risadju juga merupakan wanita yang aktif dalam Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII). Beliau kemudian mendirikan cabang PSII Palopo yang diresmikan pada 14 Januari 1930.
Opu Daeng Risadju terpilih sebagai ketua PSII Palopo dalam rapat akbar yang dihadiri aparat pemerintah Kerajaan Luwu, pengurus PSII pusat, pemuka masyarakat, masyarakat umumnya, hingga pengurus PSII pusat yaitu Kartosuwiryo.
Akan tetapi, pada masa pendudukan Jepang, tidak banyak kegiatan yang Opu Daeng Risadju lakukan di PSII. Ini disebabkan karena pemerintahan Jepang melarang adanya kegiatan politik Organisasi Pergerakan Kebangsaan, termasuk PSII. Opu Daeng Risadju mulai kembali aktif pada masa revolusi di Luwu.
Revolusi ini diawali dengan kedatangan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di Sulawesi Selatan yang berkeinginan untuk menajajah kembali Indonesia. Pemberontakan terhadap NICA mulai terjadi pada saat tentara NICA menggeledah rumah Opu Gawe untuk mencari senjata, akan tetapi tidak menemukannya.
Merasa tidak puas dengan ini, tentara NICA kemudian mendatangi masjid dan menginterogasi orang-orang di dalam Masjid. Akan tetapi, karena masih belum mendapatkan jawaban yang memuaskan, NICA memutuskan untuk mengobrak-abrik masjid bahkan menginjak Alquran.
Melihat hal ini, para pemuda memberikan ultimatum kepada tentara NICA di Palopo untuk segera kembali ke tangsinya dan tidak berkeliaran di kota. Karena ultimatum ini tidak digubris oleh tentara NICA, timbullah konflik senjata yang sangat besar antara tentara NICA dan para pemuda pada tanggal 23 Januari 1946.
Konflik senjata ini kemudian merambat ke kota-kota lainnya di Palopo, salah satunya ialah kota Beloppa tempat Opu Daeng Risadju tinggal. Peran Opu Daeng Risadju dalam perlawanan terhadap tentara NICA di Belopa sangatlah besar.
Opu Daeng Risadju membangkitkan dan memobilisasi para pemuda untuk melakukan perlawanan terhadap tentara NICA. Tindakan ini membuat tentara NICA kewalahan dan mengupayakan berbagai cara untuk menangkap dan menghentikan aksi Opu Daeng Risadju.
Tentara NICA bahkan membuat pengumuman yang menyatakan bahwa pihak tentara NICA akan memberikan imbalan pada siapa pun yang dapat menangkap Opu Daeng Risadju yang kala itu sedang bersembunyi, baik dalam keadaan hidup atau pun mati. Akan tetapi, tak ada satu orang pun yang menggubris pengumuman tersebut.
Opu Daeng Risadju kemudian tertangkap oleh tentara NICA di Lantoro dan dibawa menuju Watampone dengan cara berjalan kaki sepanjang 40 Km. Opu Daeng Risadju lalu ditahan di penjara Bone selama satu bulan tanpa diadili, kemudian dipindahkan ke penjara Sengkan, lalu dipindahkan lagi ke Bajo.
Opu Daeng Risadju terpilih sebagai ketua PSII Palopo dalam rapat akbar yang dihadiri aparat pemerintah Kerajaan Luwu, pengurus PSII pusat, pemuka masyarakat, masyarakat umumnya, hingga pengurus PSII pusat yaitu Kartosuwiryo.
Akan tetapi, pada masa pendudukan Jepang, tidak banyak kegiatan yang Opu Daeng Risadju lakukan di PSII. Ini disebabkan karena pemerintahan Jepang melarang adanya kegiatan politik Organisasi Pergerakan Kebangsaan, termasuk PSII. Opu Daeng Risadju mulai kembali aktif pada masa revolusi di Luwu.
Revolusi ini diawali dengan kedatangan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di Sulawesi Selatan yang berkeinginan untuk menajajah kembali Indonesia. Pemberontakan terhadap NICA mulai terjadi pada saat tentara NICA menggeledah rumah Opu Gawe untuk mencari senjata, akan tetapi tidak menemukannya.
Merasa tidak puas dengan ini, tentara NICA kemudian mendatangi masjid dan menginterogasi orang-orang di dalam Masjid. Akan tetapi, karena masih belum mendapatkan jawaban yang memuaskan, NICA memutuskan untuk mengobrak-abrik masjid bahkan menginjak Alquran.
Melihat hal ini, para pemuda memberikan ultimatum kepada tentara NICA di Palopo untuk segera kembali ke tangsinya dan tidak berkeliaran di kota. Karena ultimatum ini tidak digubris oleh tentara NICA, timbullah konflik senjata yang sangat besar antara tentara NICA dan para pemuda pada tanggal 23 Januari 1946.
Konflik senjata ini kemudian merambat ke kota-kota lainnya di Palopo, salah satunya ialah kota Beloppa tempat Opu Daeng Risadju tinggal. Peran Opu Daeng Risadju dalam perlawanan terhadap tentara NICA di Belopa sangatlah besar.
Opu Daeng Risadju membangkitkan dan memobilisasi para pemuda untuk melakukan perlawanan terhadap tentara NICA. Tindakan ini membuat tentara NICA kewalahan dan mengupayakan berbagai cara untuk menangkap dan menghentikan aksi Opu Daeng Risadju.
Tentara NICA bahkan membuat pengumuman yang menyatakan bahwa pihak tentara NICA akan memberikan imbalan pada siapa pun yang dapat menangkap Opu Daeng Risadju yang kala itu sedang bersembunyi, baik dalam keadaan hidup atau pun mati. Akan tetapi, tak ada satu orang pun yang menggubris pengumuman tersebut.
Opu Daeng Risadju kemudian tertangkap oleh tentara NICA di Lantoro dan dibawa menuju Watampone dengan cara berjalan kaki sepanjang 40 Km. Opu Daeng Risadju lalu ditahan di penjara Bone selama satu bulan tanpa diadili, kemudian dipindahkan ke penjara Sengkan, lalu dipindahkan lagi ke Bajo.
tulis komentar anda