Ombudsman Sumut Heran, Sekolah di Lingkungan Kemenag Lebih Ganas dan Rakus
Sabtu, 13 Juni 2020 - 14:47 WIB
MEDAN - Berbagai jenis pungutan liar ( pungli ) di sekolah di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) se-Sumatera Utara (Sumut), baik di MIN, MTsN, dan MAN, diminta dihentikan. Permintaan itu diutarakan oleh Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar karena dianggap meresahkan orang tua siswa. Terlebih saat ini, masyarakat sedang susah akibat tekanan wabah pandemi Corona.
"Ombudsman meminta agar Kakanwil Kemenag Sumut dan Kakan Kemenag Kabupaten/Kota se-Sumut segera memerintahkan kepala madrasah untuk menghapuskan pungli. Pungutan itu menambah kesusahan masyarakat di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi," kata Abyadi kepada wartawan, Sabtu (13/6/2020).
Abyadi mengaku heran kenapa sekolah-sekolah di lingkungan Kemenag ini menjadi lebih "ganas" dan "rakus" dalam melakukan pungli dibandingkan sekolah umum. Padahal, sekolah sekolah umum di bawah Kemendikbud saat ini sudah semakin membaik dengan minimnya praktik pungli. Tapi di sekolah-sekolah di bawah naungan Kemenag, justru semakin parah.
"Kami mendapat laporan dari orang tua siswa sekolah-sekolah di lingkungan Kemenag, mulai dari sekolah MIN, MTsN, dan MAN, melakukan pungli. Para orang tua marah karena mereka dibebani dengan pungutan-pungutan yang sangat memberatkan. Jumlahnya juga sangat mencekik leher, hingga jutaan rupiah. Padahal, untuk makan saja, saat ini masyarakat sedang berjuang mendapatkan berbagai bantuan sosial. Makanya, perilaku sekolah-sekolah di lingkungan Kemenag ini sangat keterlaluan," kata Abyadi.
Abyadi mencontohkan, di MTSN 1 Medan ada kutipan pembayaran uang perpisahan dan uang sewa laptop senilai Rp450.000. "Tapi, kita apresiasi, pihak sekolah sudah sepakat untuk mengembalikannya," kata Abyadi. ( Baca: Demi Bayar Utang Online, Seorang Ibu Nekat Gelapkan Lima Motor )
Sedang di MAN 1 Medan ada uang sumbangan komite sebesar Rp 3.900.000, dan di MAN 2 Model Medan ada uang insidentil Rp 1.000.000, sampai Rp1.500.000. Beberapa orang tua siswa dari sejumlah kabupaten kota, juga mengeluhkan pungli di sekolah-sekolah lingkungan Kemenag itu.
Abyadi menyebutkan, seluruh kutipan dan sumbangan itu sangat memberatkan orang tua. Apalagi di tengah wabah Covid-19 ini. "Karena itu, ombudsman mengharapkan agar seluruh pungli itu dihentikan. Yang sudah sempat dikutip segera dikembalikan ke orang tua siswa. Bisakah sekolah-sekolah menunjukkan empatinya atas penderitaan masyarakat akibat tekanan wabah pandemi Corona ini?," kata Abyadi.
Abyadi juga berharap, aparat penegak hukum segera bertindak bila para pengelola sekolah tersebut tetap membandel dengan terus menyusahkan orang tua siswa dengan praktik pungli . "Polisi atau kejaksaan jangan membiarkan tindakan-tindakan yang meresahkan masyarakat seperti ini," tegasnya.
"Ombudsman meminta agar Kakanwil Kemenag Sumut dan Kakan Kemenag Kabupaten/Kota se-Sumut segera memerintahkan kepala madrasah untuk menghapuskan pungli. Pungutan itu menambah kesusahan masyarakat di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi," kata Abyadi kepada wartawan, Sabtu (13/6/2020).
Abyadi mengaku heran kenapa sekolah-sekolah di lingkungan Kemenag ini menjadi lebih "ganas" dan "rakus" dalam melakukan pungli dibandingkan sekolah umum. Padahal, sekolah sekolah umum di bawah Kemendikbud saat ini sudah semakin membaik dengan minimnya praktik pungli. Tapi di sekolah-sekolah di bawah naungan Kemenag, justru semakin parah.
"Kami mendapat laporan dari orang tua siswa sekolah-sekolah di lingkungan Kemenag, mulai dari sekolah MIN, MTsN, dan MAN, melakukan pungli. Para orang tua marah karena mereka dibebani dengan pungutan-pungutan yang sangat memberatkan. Jumlahnya juga sangat mencekik leher, hingga jutaan rupiah. Padahal, untuk makan saja, saat ini masyarakat sedang berjuang mendapatkan berbagai bantuan sosial. Makanya, perilaku sekolah-sekolah di lingkungan Kemenag ini sangat keterlaluan," kata Abyadi.
Abyadi mencontohkan, di MTSN 1 Medan ada kutipan pembayaran uang perpisahan dan uang sewa laptop senilai Rp450.000. "Tapi, kita apresiasi, pihak sekolah sudah sepakat untuk mengembalikannya," kata Abyadi. ( Baca: Demi Bayar Utang Online, Seorang Ibu Nekat Gelapkan Lima Motor )
Sedang di MAN 1 Medan ada uang sumbangan komite sebesar Rp 3.900.000, dan di MAN 2 Model Medan ada uang insidentil Rp 1.000.000, sampai Rp1.500.000. Beberapa orang tua siswa dari sejumlah kabupaten kota, juga mengeluhkan pungli di sekolah-sekolah lingkungan Kemenag itu.
Abyadi menyebutkan, seluruh kutipan dan sumbangan itu sangat memberatkan orang tua. Apalagi di tengah wabah Covid-19 ini. "Karena itu, ombudsman mengharapkan agar seluruh pungli itu dihentikan. Yang sudah sempat dikutip segera dikembalikan ke orang tua siswa. Bisakah sekolah-sekolah menunjukkan empatinya atas penderitaan masyarakat akibat tekanan wabah pandemi Corona ini?," kata Abyadi.
Abyadi juga berharap, aparat penegak hukum segera bertindak bila para pengelola sekolah tersebut tetap membandel dengan terus menyusahkan orang tua siswa dengan praktik pungli . "Polisi atau kejaksaan jangan membiarkan tindakan-tindakan yang meresahkan masyarakat seperti ini," tegasnya.
(uka)
tulis komentar anda