Gunung Brintik, Kisah Wanita Sakti dan Asal Usul Kota Semarang

Jum'at, 12 Juni 2020 - 06:00 WIB
Di samping makam terdapat benda-benda yang diperkirakan peninggalannya seperti payung kain khas zaman kerajaan, guci, dan kursi. Serta dua wadah untuk menaruh hio sebagai sarana ritual untuk berdoa para peziarah yang datang.

“Biasanya hari-hari tertentu banyak yang ziarah, seperti malam Suro kemarin dan bulan lainnya. Mereka datang untuk berdoa dan minta sesuai keinginannya masing-masing. Dan yang datang tidak hanya dari Kota Semarang tapi juga ada dari luar daerah, seperti Jakarta, Bandung dan bahkan dari Sumatera,” kata Ari, salah satu warga.

Selain itu, di Gunung Brintik tersebut juga ada jejak makam tokoh ulama penyebar agama Islam, Mbah Sholeh Darat. Sholeh Darat atau Muhammad Saleh bin Umar As-Samarani adalah ulama besar di tanah Jawa yang dikenal sebagai pendiri pendidikan pesantren pertama kali. Mbah Sholeh merupakan guru dua tokoh besar KH Hasyim Ashari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), dan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Gunung Brintik juga tidak lepas dari asal muasal Kota Semarang. Dari sinilah cikal bakal kota dengan sebutan Atlas ini berdiri. Pada abad ke-15 Masehi, seorang pangeran dari Kerajaan Demak yang bernama Pangeran Made Pandan. Raden Made Pandan memiliki seorang anak bernama Raden Pandanarang. Raden Made Pandan lebih dikenal sebagai seorang ulama ketimbang bangsawan.

Karena kecintaannya kepada Islam, Raden Made Pandan dan putranya Raden Pandanarang beserta pengikutnya memilih meninggalkan Kerajaan Demak dan pergi ke arah barat menuju Gunung Brintik. Di sinilah Raden Made Pandan kemudian menyebarkan agama Islam. Seiring berjalannya waktu, kawasan Gunung Brintik atau Pergota semakin subur dengan banyaknya tanaman yang tumbuh lebat.

Namun, disela-sela kesuburan berbagai tanaman, ditemukan hal aneh. Yakni muncul pohon asam yang cukup banyak namun dengan jarak yang jarang. Raden Made Pandan pun kemudian menyebut daerah ini sebagai Semarang (berdasarkan temuan pohon asam dengan jarak jarang atau asemjarang dan disingkat Semarang). Raden Made Pandan pun kemudian diberi gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Dan setelah beliau wafat digantikan oleh putranya yang kemudian bergelar Kyai Ageng Pandan Arang II.

Di bawah kepimpinan bapak dan anak itu, Semarang semakin makmur. Sehingga membuat Sultan Hadiwijaya dari Pajang merasa tertarik. Beliau kemudian berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga untuk menjadikan Semarang sebagai kabupaten. Hingga akhirnya, 12 Rabiul Awal 954 Hijriah, bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW, Semarang resmi menjadi kabupaten. Hingga kini, tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai hari jadi Kota Semarang.

Semarang melewati sejarah yang sangat panjang. Pernah jatuh kepada VOC sebagai ganti dari hutang yang dilakukan oleh Amangkurat II. Bahkan, Belanda pernah membentuk pemerintahan Gemeente di Semarang yang dikepalai oleh Burge Meester atau wali kota. Namun, sistem pemerintahan tersebut hanya singkat dan digantikan oleh Jepang.

Semarang pernah jatuh ke tangan Inggris dan pada tahun 1946 atas nama sekutu, Semarang diserahkan kepada Belanda. Selanjutnya terjadi perjuangan yang panjang. Hingga akhirnya tanggal 1 April 1950, Mayor Suhardi, Komandan KMKB menyerahkan kepemimpinan Semarang kepada Mr Koesoedibyono. Selanjutnya aparatur pemerintahan kembali disusun untuk memperbaiki pemerintahan Semarang. sumber dan foto: halosemarang/diolah dari berbagai sumber
(nbs)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More