ICM Minta Komnas HAM Bentuk Tim Tangani Teror Diskusi CLS FH UGM
Sabtu, 30 Mei 2020 - 22:15 WIB
YOGYAKARTA - Kecaman atas intimidasi dan teror kepada panitia dan narasumber diskusi yang digelar kelompok studi mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) disampaikan sejumlah pihak. Salah satunya Indonesian Court Monitoring (ICM).
Direktur ICM, Tri Wahyu mengatakan, diskusi adalah kegiatan yang dijamin konstitusi. Karena itu, intimidasi dan ancaman terhadap penyelenggara dan keluarganya serta pembicara merupakan teror terhadap demokrasi di Indonesia. Kondisi ini sangat memprihatinkan, dan merupakan kemunduran demokrasi di masa Pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"ICM menolak keras cara-cara otoriter dan represif ala new Orde Baru yang membungkam suara kritis warga," kata Tri Wahyu dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (30/5/2020).( )
Menurut Tri Wahyu, atas kondisi ini ICM ragu terhadap kinerja Polri yang memiliki beban di Yogyakarta dengan gagal mengungkap tuntas teror demokrasi yaitu pembunuhan wartawan Fuad Muhammad Syafruddin (Udin)
sejak 23 tahun yang lalu, tepatnya 16 Agustus 1996.
"Kami ragu Polri punya kemauan untuk mengusut tuntas pelaku dan aktor intelektual teror terkait diskusi CLS tersebut. Apalagi sudah menjadi perbincangan di publik penegakan hukum era hari ini cenderung
partisan," katanya.
Untuk itu, ICM mendesak KOMNAS HAM membentuk Tim Independen dengan melibatkan ahli-ahli IT untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM terkait ancaman teror tersebut. Melakukan pemantauan berkala atas
kinerja Polri dan aparat penegak hukum dalam penuntasan kasus teror terkait diskusi CLS hingga tahap pengadilan.
ICM juga menyerukan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin yang bertanggung jawab dalam pemajuan, perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia untuk menjamin keamanan bagian perlindungan HAM tersebut terhadap semua pihak terkait diskusi CLS, termasuk keluarga penyelenggara.
"Kalau sampai ada kekerasan, termasuk kriminalisasi pada pihak terkait diskusi CLS dan keluarga, Pemerintah Joko Widodo-Ma'ruf Amin menjadi aktor utama yang harus dimintai pertanggungjawaban karena gagal
memberikan jaminan pemenuhan HAM di Republik Indonesia tercinta," katanya.
Direktur ICM, Tri Wahyu mengatakan, diskusi adalah kegiatan yang dijamin konstitusi. Karena itu, intimidasi dan ancaman terhadap penyelenggara dan keluarganya serta pembicara merupakan teror terhadap demokrasi di Indonesia. Kondisi ini sangat memprihatinkan, dan merupakan kemunduran demokrasi di masa Pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"ICM menolak keras cara-cara otoriter dan represif ala new Orde Baru yang membungkam suara kritis warga," kata Tri Wahyu dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (30/5/2020).( )
Menurut Tri Wahyu, atas kondisi ini ICM ragu terhadap kinerja Polri yang memiliki beban di Yogyakarta dengan gagal mengungkap tuntas teror demokrasi yaitu pembunuhan wartawan Fuad Muhammad Syafruddin (Udin)
sejak 23 tahun yang lalu, tepatnya 16 Agustus 1996.
"Kami ragu Polri punya kemauan untuk mengusut tuntas pelaku dan aktor intelektual teror terkait diskusi CLS tersebut. Apalagi sudah menjadi perbincangan di publik penegakan hukum era hari ini cenderung
partisan," katanya.
Untuk itu, ICM mendesak KOMNAS HAM membentuk Tim Independen dengan melibatkan ahli-ahli IT untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM terkait ancaman teror tersebut. Melakukan pemantauan berkala atas
kinerja Polri dan aparat penegak hukum dalam penuntasan kasus teror terkait diskusi CLS hingga tahap pengadilan.
ICM juga menyerukan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin yang bertanggung jawab dalam pemajuan, perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia untuk menjamin keamanan bagian perlindungan HAM tersebut terhadap semua pihak terkait diskusi CLS, termasuk keluarga penyelenggara.
"Kalau sampai ada kekerasan, termasuk kriminalisasi pada pihak terkait diskusi CLS dan keluarga, Pemerintah Joko Widodo-Ma'ruf Amin menjadi aktor utama yang harus dimintai pertanggungjawaban karena gagal
memberikan jaminan pemenuhan HAM di Republik Indonesia tercinta," katanya.
(abd)
tulis komentar anda