Dampak COVID-19, Pengangguran Terbuka dan Angka Kemiskinan di Surabaya Melonjak
Kamis, 24 Juni 2021 - 11:22 WIB
SURABAYA - Pandemi COVID-19 membawa dampak serius bagi pertumbuhan ekonomi di Kota Pahlawan. Tercatat, efek domino itu berpengaruh terhadap kesempatan peluang kerja serta angka kemiskinan yang terus naik.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Kota Surabaya, Febrina Kusumawati menuturkan, ada beberapa catatan dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait grafik Kota Surabaya di sepanjang 2020.
Pertama adalah grafik pertumbuhan ekonomi di Surabaya yang mengalami kontraksi di angka -4,85 persen. Hal ini sebagaimana juga dialami oleh hampir semua kabupaten/kota di Indonesia. "Kontraksi ini terjadi karena memang dampak pandemi COVID-19,” kata Febri, panggilan akrabnya, Kamis (24/6/2021).
Ia melanjutkan, tercatat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita Surabaya pada 2020 yang mencapai 190,90 juta. Persentase terbesar PDRB ada di sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor yang mencapai 149.246,76 dan disusul urutan kedua Industri Pengolahan 107.416,29 serta ketiga Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum 85.618,58.
"Sedangkan pengangguran terbuka di Surabaya, pada 2020 di angka 9,79 persen. Kemudian, persentase kemiskinan di tahun 2020 tercatat 5,02 persen dari tahun sebelumnya 4,51 persen," ungkapnya.
Febri juga membeberkan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2020 yang naik di angka 82,23 persen, dari tahun 2019 di angka 82,22 persen. Untuk catatan IPM ini menunjukkan angka yang cukup optimal di tingkat Jatim dan Nasional.
"Alhamdulillah catatan IPM Surabaya di tahun 2020 di angka yang cukup optimal di Pemerintah Provinsi Jatim. Ini adalah angka perhitungan dari indeks kesehatan, pendidikan serta daya beli masyarakat," sambungnya.
Kemudian, Indeks Pembangunan Gender di Surabaya pada tahun 2020, berada pada angka 93,58 persen. Sementara indeks GINI atau ukuran distribusi pendapatan di semua populasi, pada tahun yang sama berada di angka 0,34 persen. Lalu, untuk nilai kepuasan masyarakat pada tahun 2020 ini naik menjadi 86,05 persen dari tahun sebelumnya 83,92 persen.
"Peningkatan yang sama juga tercatat pada grafik indeks ketentraman dan ketertiban Surabaya di tahun 2020 berada di angka 1,77 persen dari tahun sebelumnya 1,75 persen," jelasnya.
Dengan melihat kondisi itu, arah konsentrasi kebijakan di tahun 2022 adalah pemulihan ekonomi dan sosial melalui penguatan sektor strategis dan dukungan terhadap Usaha Mikro dan Sektor Informal. "Jadi di tahun 2022 kita fokuskan bagaimana pemulihan ekonomi dan sosial pasca terjadinya COVID-19," ujarnya.
Bahkan, katanya, dalam RPJM ke depan, ada tujuh agenda pokok pembangunan di Kota Surabaya. Pertama yaitu Surabaya adalah Lapangan Kerja untuk Rakyat. Kedua yakni, Surabaya Generasi Cerdas. Ketiga, Surabaya Hidup sehat.
Keempat, Surabaya Bersih Melayani dan Kelima Surabaya Maju Hijau Tertata. "Sedangkan agenda pokok keenam yaitu Surabaya Peduli dan Harmonis serta ketujuh Surabaya Berbudaya dan Berkarakter," jelasnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Kota Surabaya, Febrina Kusumawati menuturkan, ada beberapa catatan dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait grafik Kota Surabaya di sepanjang 2020.
Pertama adalah grafik pertumbuhan ekonomi di Surabaya yang mengalami kontraksi di angka -4,85 persen. Hal ini sebagaimana juga dialami oleh hampir semua kabupaten/kota di Indonesia. "Kontraksi ini terjadi karena memang dampak pandemi COVID-19,” kata Febri, panggilan akrabnya, Kamis (24/6/2021).
Ia melanjutkan, tercatat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita Surabaya pada 2020 yang mencapai 190,90 juta. Persentase terbesar PDRB ada di sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor yang mencapai 149.246,76 dan disusul urutan kedua Industri Pengolahan 107.416,29 serta ketiga Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum 85.618,58.
"Sedangkan pengangguran terbuka di Surabaya, pada 2020 di angka 9,79 persen. Kemudian, persentase kemiskinan di tahun 2020 tercatat 5,02 persen dari tahun sebelumnya 4,51 persen," ungkapnya.
Febri juga membeberkan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2020 yang naik di angka 82,23 persen, dari tahun 2019 di angka 82,22 persen. Untuk catatan IPM ini menunjukkan angka yang cukup optimal di tingkat Jatim dan Nasional.
"Alhamdulillah catatan IPM Surabaya di tahun 2020 di angka yang cukup optimal di Pemerintah Provinsi Jatim. Ini adalah angka perhitungan dari indeks kesehatan, pendidikan serta daya beli masyarakat," sambungnya.
Kemudian, Indeks Pembangunan Gender di Surabaya pada tahun 2020, berada pada angka 93,58 persen. Sementara indeks GINI atau ukuran distribusi pendapatan di semua populasi, pada tahun yang sama berada di angka 0,34 persen. Lalu, untuk nilai kepuasan masyarakat pada tahun 2020 ini naik menjadi 86,05 persen dari tahun sebelumnya 83,92 persen.
"Peningkatan yang sama juga tercatat pada grafik indeks ketentraman dan ketertiban Surabaya di tahun 2020 berada di angka 1,77 persen dari tahun sebelumnya 1,75 persen," jelasnya.
Dengan melihat kondisi itu, arah konsentrasi kebijakan di tahun 2022 adalah pemulihan ekonomi dan sosial melalui penguatan sektor strategis dan dukungan terhadap Usaha Mikro dan Sektor Informal. "Jadi di tahun 2022 kita fokuskan bagaimana pemulihan ekonomi dan sosial pasca terjadinya COVID-19," ujarnya.
Bahkan, katanya, dalam RPJM ke depan, ada tujuh agenda pokok pembangunan di Kota Surabaya. Pertama yaitu Surabaya adalah Lapangan Kerja untuk Rakyat. Kedua yakni, Surabaya Generasi Cerdas. Ketiga, Surabaya Hidup sehat.
Keempat, Surabaya Bersih Melayani dan Kelima Surabaya Maju Hijau Tertata. "Sedangkan agenda pokok keenam yaitu Surabaya Peduli dan Harmonis serta ketujuh Surabaya Berbudaya dan Berkarakter," jelasnya.
(don)
tulis komentar anda