Di Tengah Pandemi Corona, Sektor Industri Jatim Masih Kondusif
Senin, 20 April 2020 - 15:22 WIB
SURABAYA - Sektor industri di Jawa Timur (Jatim) hingga saat ini belum terimbas dari pandemi Covid-19. Bahkan, industri Jatim diyakini masih tetap mampu bertahan. Sehingga, kebijakan untuk lockdown dipandang masih belum perlu.
Ketua Kamar dan Industri (Kadin) Jatim, Adik Dwi Putranto mengakui memang ada beberapa industri yang terdampak dan mengalami penurunan kinerja. Tapi penurunan tersebut dinilai masih dalam kondisi wajar.
Pihaknya sudah berkoordinasi dengan para pelaku usaha utamanya pengusaha sektor logistik laut dan jalur kepulauan seperti Indonesian National Shipowners Association (INSA) dan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI). “Industri saat ini masih kondusif. Sehingga kami menganggap belum perlu melakukan lockdown,” katanya, Senin (20/4/2020).
Menurutnya, dengan kondisi seperti sekarang, belum tepat jika pemerintah memberlakukan lockdown karena dapat berdampak lebih buruk bagi kondisi masyarakat, utamanya kelas bawah. Pemberlakuan lockdown, kata dia, harus hati-hati dan harus ditimbang dengan benar. “Karena lockdown akan merugikan banyak pihak," terangnya.
Sementara itu, Ketua Gabungan Importir Seluruh Indonesia (GINSI) Jatim, Romzi Abdullah mengungkapkan, kondisi arus barang impor saat ini sudah kembali lancar setelah China sempat menutup akses ekspor dan impor.
“China kini membuka lagi akses arus barang, karena memang bahan baku industri kita banyak dipenuhi dari sana. Saat ditutup pun, kita masih dapat bahan baku dari Asia seperti Malaysia, Vietnam, Thailand dan Korea Selatan," jelasnya.
Romzi berharap kondisi arus barang ini semakin stabil. Setidaknya sejak China membuka akses lagi sudah ada 16 kapal besar yang berdatangan membawa bahan baku impor. Meski kondisi industri cukup kondusif, tetapi tetap diakui bahwa tingkat produksi tidak seperti biasanya.
Sebab, banyak pabrik melakukan social distancing sesuai imbauan pemerintah dalam memerangi Covid-19. "Jam kerja karyawan yang biasanya sehari ada tiga shift, sekarang hanya satu shift," pungkasnya.
Diketahui, data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim menunjukkan, selama Januari-Maret 2020, neraca perdagangan Jatim surplus sebesar USD348,73 juta. Hal ini disumbang selisih perdagangan ekspor-impor di sektor nonmigas yang surplus USD 1.359,63 juta. Walaupun sektor migas justru mengalami defisit sebesar USD1,01 miliar.
Neraca perdagangan di bulan Maret 2020 juga mengalami surplus sebesar USD194,95 juta. Pada bulan Maret 2020, nilai ekspor Jatim mencapai USD1,99 miliar atau turun sebesar 0,24 persen dibandingkan Februari 2020. Nilai tersebut dibandingkan Maret 2019 naik sebesar 9,90 persen.
Sedangkan nilai impor sebesar USD 1,79 miliar atau naik sebesar 11,27 persen dibandingkan Februari. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 1,02 persen dibandingkan Maret 2019.
Ketua Kamar dan Industri (Kadin) Jatim, Adik Dwi Putranto mengakui memang ada beberapa industri yang terdampak dan mengalami penurunan kinerja. Tapi penurunan tersebut dinilai masih dalam kondisi wajar.
Pihaknya sudah berkoordinasi dengan para pelaku usaha utamanya pengusaha sektor logistik laut dan jalur kepulauan seperti Indonesian National Shipowners Association (INSA) dan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI). “Industri saat ini masih kondusif. Sehingga kami menganggap belum perlu melakukan lockdown,” katanya, Senin (20/4/2020).
Menurutnya, dengan kondisi seperti sekarang, belum tepat jika pemerintah memberlakukan lockdown karena dapat berdampak lebih buruk bagi kondisi masyarakat, utamanya kelas bawah. Pemberlakuan lockdown, kata dia, harus hati-hati dan harus ditimbang dengan benar. “Karena lockdown akan merugikan banyak pihak," terangnya.
Sementara itu, Ketua Gabungan Importir Seluruh Indonesia (GINSI) Jatim, Romzi Abdullah mengungkapkan, kondisi arus barang impor saat ini sudah kembali lancar setelah China sempat menutup akses ekspor dan impor.
“China kini membuka lagi akses arus barang, karena memang bahan baku industri kita banyak dipenuhi dari sana. Saat ditutup pun, kita masih dapat bahan baku dari Asia seperti Malaysia, Vietnam, Thailand dan Korea Selatan," jelasnya.
Romzi berharap kondisi arus barang ini semakin stabil. Setidaknya sejak China membuka akses lagi sudah ada 16 kapal besar yang berdatangan membawa bahan baku impor. Meski kondisi industri cukup kondusif, tetapi tetap diakui bahwa tingkat produksi tidak seperti biasanya.
Sebab, banyak pabrik melakukan social distancing sesuai imbauan pemerintah dalam memerangi Covid-19. "Jam kerja karyawan yang biasanya sehari ada tiga shift, sekarang hanya satu shift," pungkasnya.
Diketahui, data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim menunjukkan, selama Januari-Maret 2020, neraca perdagangan Jatim surplus sebesar USD348,73 juta. Hal ini disumbang selisih perdagangan ekspor-impor di sektor nonmigas yang surplus USD 1.359,63 juta. Walaupun sektor migas justru mengalami defisit sebesar USD1,01 miliar.
Neraca perdagangan di bulan Maret 2020 juga mengalami surplus sebesar USD194,95 juta. Pada bulan Maret 2020, nilai ekspor Jatim mencapai USD1,99 miliar atau turun sebesar 0,24 persen dibandingkan Februari 2020. Nilai tersebut dibandingkan Maret 2019 naik sebesar 9,90 persen.
Sedangkan nilai impor sebesar USD 1,79 miliar atau naik sebesar 11,27 persen dibandingkan Februari. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 1,02 persen dibandingkan Maret 2019.
(msd)
tulis komentar anda