Antisipasi Gempa-Tsunami di Pulau Nias, BNPB: Perlu Mitigasi Konkret

Sabtu, 15 Mei 2021 - 14:00 WIB
Menurutnya, masyarakat Pulau Nias dan sekitarnya memang berada di kawasan dengan potensi gempa bumi dan tsunami kelas sedang hingga tinggi, salah satunya Gunung Sitoli. Kota dengan enam kecamatan tersebut berada pada kategori sedang hingga tinggi potensi gempa bumi. Sedangkan 4 kecamatan di kota ini berada pada kategori yang sama untuk potensi bahaya tsunami.

Dia menjelaskan, kesiapsiagaan dalam menghadapi bahaya geologi ini tidak terlepas dari catatan sejarah ratusan tahun lalu. Berdasarkan Katalog Tsunami Indonesia Tahun 416-2018, sejumlah tsunami terjadi di barat daya Sumatera menunjukkan gempa bumi dan tsunami merupakan suatu keniscayaan.

"Misal pada periode 1800-1899 beberapa gempa besar memicu terjadinya tsunami. Gempa M7,2 pada 1843 mengakibatkan tsunami yang berdampak di Pulau Nias," ungkapnya.

Catatan BMKG, kata Raditya, sekitar pukul 00.30 waktu setempat, sebuah gelombang pasang di Gunung Sitoli datang dari tenggara dengan suara yang mengerikan. Hampir seluruh pantai di Pulau Nias terkena gelombang tersebut. Bahkan, sebuah kampung bernama De Mego yang berjarak 2 km dari Gunung Sitoli tersapu seluruhnya.

"Bahkan, kapal-kapal ikan di sungai digambarkan terbawa ke daratan sejauh 30-50 km dari tempat tambatan," imbuhnya.

Raditya melanjutkan, berselang 9 tahun, tepatnya 11 November 1852, gempa M6,8 memicu terjadinya tsunami. Wilayah pantai di Pulau Nias kembali terdampak gempa waktu itu. Selanjutnya pada 1861, gempa besar M8,5 yang terjadi di barat daya Sumatera memicu terjadinya tsunami.

"Beberapa wilayah terdampak tsunami, seperti Pulau Nias dan sekitarnya. Berdasarkan BMKG, Gunung Sitoli mengalami serangan tsunami parah. Dikutip dari katalog tsunami, awalnya air laut surut sejauh 32 meter, kemudian kembali dengan kecepatan yang sangat tinggi dan menghancurkan sejumlah desa di pantai. Peristiwa itu mengakibatkan banyak penduduk setempat meninggal dunia," bebernya.

Pada 1896, gempa bumi dengan M6,8 kembali mengguncang barat daya Sumatera, khususnya Pulau Nias. Digambarkan pada tahun itu, sekitar satu jam pascagempa, air bah datang dan 6 jam kemudian air bah terjadi lebih dahsyat menerjang Gunung Sitoli.

Menurut Raditya, sejarah berulangnya gempa mendorong kesiapsiagaan nyata dari setiap individu dalam lingkup keluarga. Kesiapsiagaan menghadapi gempa bumi dan tsunami perlu dipersiapkan sejak dini oleh keluarga.

"Keluarga harus memiliki rencana kesiapsiagaan karena setiap keluarga memiliki karakteristik berbeda, seperti konstruksi bangunan rumah, kapasitas keluarga dalam kebencanaan, keadaan fisik setiap anggota keluarga atau lokasi rumah, katanya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content