Soal Penyebutan KKB Papua Diubah Jadi Kelompok Teroris, PMKRI Minta Pemerintah Kaji Ulang

Jum'at, 30 April 2021 - 22:07 WIB
Ketua PP PMKRI Benidiktus Papa. Foto istimewa
JAKARTA - Pemerintah Pusat melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ( Menko Polhukam ) Mahfud Md telah mengubah penyebutan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua menjadi kelompok teroris. Menanggapi perubahan tersebut Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP-PMKRI) memina pemerintah untuk mengkaji ulang.

Ketua PP PMKRI Benidiktus Papa mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata Papua dengan melakukan aksi teror dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa serta mengganggu masyarakat sipil tidak dapat dibenarkan. "Oleh karena itu, kami mendukung penyidikan dan penindakan tegas terhadap mereka yang menjadi bagian dari kelompok tersebut," kata Benediktus, dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (30/4/2021).Baca juga: 53 Awak Nanggala Gugur, Mahfud MD Ucap Selamat Jalan Syuhada

Menurut PMKRI, gerakan teror yang masih sering terjadi di Papua merupakan peristiwa yang tidak berdiri sendiri. Gerakan itu merupakan akumulasi dari sebuah masalah sosial yang masih terjadi di Papua. "Maka dari itu Pemerintah perlu berhati-hati dalam melakukan pendekatan sebab bisa berujung pada semakin memanasnya konflik," kata Bendiktus.



Terkait penyebutan KKB yang diubah dengan sebutan kelompok teroris, PMKRI meminta pemerintah untuk mengkaji ulang. "Pernyataan perlu dikaji ulang, sebab sampai saat ini juga terkait dengan pendefenisan teroris masih menjadi perdebatan baik dalam ruang lingkup akademisi, hukum, maupun politik. Penyebutan tersebut akan berakibat pada stigma dan sterotipe yang rawan konflik dan penyebutan ini akan berimbas kepada masyarakat sipil Papua yang tidak berkaitan dengan KKB," kata Benediktus dalam pernyataannya.

PMKRI, kata Benediktus, siap membantu pemerintah untuk mengklasifikasi siapa saja yang bisa dilabel sebagai teroris. "Siapa saja kelompok yang bisa disebut teroris berdasarkan ciri dan karakteristik dalam arti perlu ada batasan yang tegas dan spesifik. Sehingga dapat diminimalisir penyalahgunaan label tersebut kepada masyarakat sipil Papua lainnya".

Menurutnya, pnyelesaian konflik di Papua perlu melalui pendekatan sosio kultural, sesuai karakteristik masyarakat Papua tanpa mengabaikan hukum yang berlaku di wilayah NKRI. "Selain pendekatan sosio-kultural perlu pendekatan secara persuasif yang progresif untuk menghindari korban semakin berjatuhan baik dari masyarakat sipil maupun aparat sendiri," tutupnya.
(don)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content