Tolak Tambang Batu Bara, Warga Suku Anak Dalam di Tebo Siap Lawan
Kamis, 01 April 2021 - 13:19 WIB
TEBO - Kegiatan eksplorasi atau aktifitas pengeboran tambang batubara yang dilakukan oleh PT Bangun Energi Perkasa (BEP), pada 16 Januari-06 Maret 2020 lalu, berlokasi di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, mendapat protes keras dan perlawanan dari masyarakat hukum adat dan warga Suku Anak Dalam (SAD) dilokasi tersebut.
Aroma komflik mulai tercium, bila pihak PT BEP tetap melanjutkan kegiatan penambangan di area tersebut. Pasalnya, sikap tegas Tumenggung Apung (Kepala Suku SAD) sudah disampikan, yaitu menolak keberadaan tambang batu bara di area pemungkiman mereka, meskipun ada upaya pihak tertentu melakukan lobi-lobi pemilik lahan akan mendapatkan ganti rugi Rp400 juta/hektare.
"Kalau kami itu tahan betetakan leher (potong leher), kalau tempat kami dijadikan tambang batubara. Walaupun nanti diganti rugi 400 juta per hektare, tetap kami tolak," tegas Temenggung Apung.
Kabar ini diakui Bupati Tebo H. Sukandar sudah sampai kepadanya. Sebagai bupati, dirinya sangat menyesalkan adanya kegiatan perusahaan batu bara di area tersebut. Dia menyesalkan PT BEP yang masuk tidak berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Hanya saat ada masalah baru meminta bantuan. "Saat ada polemik dengan SAD seperti ini baru meminta penyelesaian kepemerintah daerah," ujar Sukandar dengan nada kesal.
Sukandar mengatakan, dirinya mengetahui adanya polemik kegiatan penambangan batubara dengan SAD di Desa Muara Kilis, setelah mendapat surat dari Kapolres Tebo. "Seharusnya, sebelum melakukan kegiatan, pemilik Konsesi Pertambangan (KP) paling tidak permisi dengan Pemerintah Daerah. Saya dapat surat dari Kapolres. Saya sudah perintahkan Wabup untuk memanggil semua pihak untuk membuat grup diskusi," papar Sukandar.
Lagi-lagi Sukandar mengutarakan kekesalannya. Menurutnya, izin tambang memang dikeluarkan Pemerintah Provinsi. Namun, semua tergantung masyarakat setempat kalau sudah seperti ini. "Karena lokasinya di Tebo, saya minta pemilik KP jangan asal masuk. Karena belum ada koordinasi dengan Pemda. Mereka masuk harusnya lapor," tegasnya.
Terpisah, PT BEP membantah pernyataan Pemda Tebo dan meminta Pemda untuk melakukan klarifikasi tudingan tersebut. Bantahan sikap tegas ini disampaikan.Humas PT BEP Iwan Suhendra, Rabu (31/3/2021) mengatakan, tudingan bupati kepada pihaknya tidak pernah melaporkan kegiatan mapping dan eksplorasi di Desa Muara Kilis, Kabupaten Tebo sama sekali tidak benar.
"Perusahaan kita sudah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPKKH) yang dikeluarkan oleh Pusat. Proses tentu dari tingkat bawah. Tidak mungkin saudara bupati tidak tahu. Bagaimana sistem koordinasi dengan bawahannya," ujarnya.
Kemudian dikatakan Iwan, awalnya area lahan tersebut seluas 3.587 HA, kemudian setelah ditinjau ulang, dikawasan ini ada WWF, kawasan harimau, lintasan gajah, sungai dan termasuk pemungkiman SAD. Akhirnya berkurang menjadi 1.833 HA.
Aroma komflik mulai tercium, bila pihak PT BEP tetap melanjutkan kegiatan penambangan di area tersebut. Pasalnya, sikap tegas Tumenggung Apung (Kepala Suku SAD) sudah disampikan, yaitu menolak keberadaan tambang batu bara di area pemungkiman mereka, meskipun ada upaya pihak tertentu melakukan lobi-lobi pemilik lahan akan mendapatkan ganti rugi Rp400 juta/hektare.
"Kalau kami itu tahan betetakan leher (potong leher), kalau tempat kami dijadikan tambang batubara. Walaupun nanti diganti rugi 400 juta per hektare, tetap kami tolak," tegas Temenggung Apung.
Kabar ini diakui Bupati Tebo H. Sukandar sudah sampai kepadanya. Sebagai bupati, dirinya sangat menyesalkan adanya kegiatan perusahaan batu bara di area tersebut. Dia menyesalkan PT BEP yang masuk tidak berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Hanya saat ada masalah baru meminta bantuan. "Saat ada polemik dengan SAD seperti ini baru meminta penyelesaian kepemerintah daerah," ujar Sukandar dengan nada kesal.
Sukandar mengatakan, dirinya mengetahui adanya polemik kegiatan penambangan batubara dengan SAD di Desa Muara Kilis, setelah mendapat surat dari Kapolres Tebo. "Seharusnya, sebelum melakukan kegiatan, pemilik Konsesi Pertambangan (KP) paling tidak permisi dengan Pemerintah Daerah. Saya dapat surat dari Kapolres. Saya sudah perintahkan Wabup untuk memanggil semua pihak untuk membuat grup diskusi," papar Sukandar.
Lagi-lagi Sukandar mengutarakan kekesalannya. Menurutnya, izin tambang memang dikeluarkan Pemerintah Provinsi. Namun, semua tergantung masyarakat setempat kalau sudah seperti ini. "Karena lokasinya di Tebo, saya minta pemilik KP jangan asal masuk. Karena belum ada koordinasi dengan Pemda. Mereka masuk harusnya lapor," tegasnya.
Terpisah, PT BEP membantah pernyataan Pemda Tebo dan meminta Pemda untuk melakukan klarifikasi tudingan tersebut. Bantahan sikap tegas ini disampaikan.Humas PT BEP Iwan Suhendra, Rabu (31/3/2021) mengatakan, tudingan bupati kepada pihaknya tidak pernah melaporkan kegiatan mapping dan eksplorasi di Desa Muara Kilis, Kabupaten Tebo sama sekali tidak benar.
"Perusahaan kita sudah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPKKH) yang dikeluarkan oleh Pusat. Proses tentu dari tingkat bawah. Tidak mungkin saudara bupati tidak tahu. Bagaimana sistem koordinasi dengan bawahannya," ujarnya.
Kemudian dikatakan Iwan, awalnya area lahan tersebut seluas 3.587 HA, kemudian setelah ditinjau ulang, dikawasan ini ada WWF, kawasan harimau, lintasan gajah, sungai dan termasuk pemungkiman SAD. Akhirnya berkurang menjadi 1.833 HA.
tulis komentar anda