Satu dari 4 anak Stunting, BPOM Diminta Perketat Regulasi Kental Manis
Rabu, 24 Februari 2021 - 13:59 WIB
“Memang kalau kita lihat di beberapa outlet di supermarket sudah ada perubahan-perubahan, di mana Kental Manis ini tidak lagi ditempatkan di rak yang sama dengan produk susu. Tapi produsen itu kan tetap melakukan kegiatan-kegiatan yang terselubung yang membuat masyarakat akhirnya tetap memahami bahwa Kental manis itu adalah susu. Itu yang memang menjadi tantangan kita dan BPOM perlu menegakkan sanksinya nanti,” kata dia.
Dia menegaskan, ke depan BPOM harus betul-betul harus memonitor implementasi PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, khususnya yang berkaitan dengan Kenal Manis di lapangan. “Jadi bukan hanya sekedar tertulis tapi harus betul-betul dipantau di lapangan seperti apa,” ucap dia.
Menurut dia, BPOM juga perlu melibatkan berbagai sektor organisasi kemasyarakatan yang peduli terhadap kesehatan bayi dan anak-anak untuk mempercepat sosialisasi peraturan itu di masyarakat. “Kami merasa secara formal BPOM belum pernah melibatkan organisasi masyarakat untuk memantau langsung implementasi peraturan itu di lapangan,” kata Chairunnisa.
Dia mengatakan, BPOM juga perlu membuat iklan layanan masyarakat di media, poster, dan spanduk-spanduk untuk mensosialisasikan tentang peraturan itu agar lebih cepat dipahami masyarakat. “Itu perlu dilakukan mumpung masih ada waktu dua bulan lagi,” kata dia.
Senada dengan Aisyiyah, Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU, Erna Yulia Soefihara, meminta BPOM nantinya dapat bertindak tegas terhadap produsen kental manis yang tidak menjalankan aturan yang telah ditetapkan.
“Peraturan itu harus ditegakkan dengan benar. Karena sekalinya kita memberi kelonggaran ke salah satu produsen Kental Manis yang melanggar, itu akan diikuti sama produsen yang lain. Kita otomatis juga akan jalan di tempat dan tidak ada perubahan untuk menghentikan kecurangan-kecurangan yang telah mereka lakukan selama ini. Jadi BPOM dalam hal ini harus bersikap tegas dalam pengenaan sanksi itu. Tidak bisa mian-main karena ini menyangkut kesehatan bayi dan anak-anak kita,” urai Erna Yulia Soefihara.
Sebelumnya, penelitian terbaru yang dilakukan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Aisyiyah dan PP Muslimat NU menemukan data 28,96% dari total responden mengatakan Kental Manis adalah susu pertumbuhan. Sebanyak 16,97% ibu yang menjadi responden mengaku memberikan kental manis untuk anak setiap hari.
Hal tersebut berdasarkan hasil survei dengan responden 2.068 ibu yang memiliki anak usia 0 – 59 bulan atau 5 tahun tentang pola konsumsi dan persepsi susu kental manis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, dan Maluku.
Penelitian hasil survei menemukan sumber kesalahan persepsi, sebanyak 48% ibu mengakui mengetahui kental manis sebagai minuman untuk anak adalah dari media, baik TV, majalah/ koran dan sosial media.
Sebanyak 16,5% responden mengatakan informasi tersebut didapat dari tenaga kesehatan. Temuan menarik lainnya adalah, kategori usia yang paling banyak mengkonsumsi kental manis adalah usia 3 – 4 tahun sebanyak 26,1%, lalu anak usia 2 – 3 tahun sebanyak 23,9%.
Dia menegaskan, ke depan BPOM harus betul-betul harus memonitor implementasi PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, khususnya yang berkaitan dengan Kenal Manis di lapangan. “Jadi bukan hanya sekedar tertulis tapi harus betul-betul dipantau di lapangan seperti apa,” ucap dia.
Menurut dia, BPOM juga perlu melibatkan berbagai sektor organisasi kemasyarakatan yang peduli terhadap kesehatan bayi dan anak-anak untuk mempercepat sosialisasi peraturan itu di masyarakat. “Kami merasa secara formal BPOM belum pernah melibatkan organisasi masyarakat untuk memantau langsung implementasi peraturan itu di lapangan,” kata Chairunnisa.
Dia mengatakan, BPOM juga perlu membuat iklan layanan masyarakat di media, poster, dan spanduk-spanduk untuk mensosialisasikan tentang peraturan itu agar lebih cepat dipahami masyarakat. “Itu perlu dilakukan mumpung masih ada waktu dua bulan lagi,” kata dia.
Senada dengan Aisyiyah, Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU, Erna Yulia Soefihara, meminta BPOM nantinya dapat bertindak tegas terhadap produsen kental manis yang tidak menjalankan aturan yang telah ditetapkan.
“Peraturan itu harus ditegakkan dengan benar. Karena sekalinya kita memberi kelonggaran ke salah satu produsen Kental Manis yang melanggar, itu akan diikuti sama produsen yang lain. Kita otomatis juga akan jalan di tempat dan tidak ada perubahan untuk menghentikan kecurangan-kecurangan yang telah mereka lakukan selama ini. Jadi BPOM dalam hal ini harus bersikap tegas dalam pengenaan sanksi itu. Tidak bisa mian-main karena ini menyangkut kesehatan bayi dan anak-anak kita,” urai Erna Yulia Soefihara.
Sebelumnya, penelitian terbaru yang dilakukan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Aisyiyah dan PP Muslimat NU menemukan data 28,96% dari total responden mengatakan Kental Manis adalah susu pertumbuhan. Sebanyak 16,97% ibu yang menjadi responden mengaku memberikan kental manis untuk anak setiap hari.
Hal tersebut berdasarkan hasil survei dengan responden 2.068 ibu yang memiliki anak usia 0 – 59 bulan atau 5 tahun tentang pola konsumsi dan persepsi susu kental manis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, dan Maluku.
Penelitian hasil survei menemukan sumber kesalahan persepsi, sebanyak 48% ibu mengakui mengetahui kental manis sebagai minuman untuk anak adalah dari media, baik TV, majalah/ koran dan sosial media.
Sebanyak 16,5% responden mengatakan informasi tersebut didapat dari tenaga kesehatan. Temuan menarik lainnya adalah, kategori usia yang paling banyak mengkonsumsi kental manis adalah usia 3 – 4 tahun sebanyak 26,1%, lalu anak usia 2 – 3 tahun sebanyak 23,9%.
tulis komentar anda