Sandiaga Uno Dorong Startup Tanah Air Catatkan Saham IPO
Sabtu, 16 Mei 2020 - 19:00 WIB
JAKARTA - Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang juga pengusaha, Sandiaga Salahudin Uno mendorong startup atau unicorn di Tanah Air untuk mencatatkan saham perdana (initial public offering/IPO) di pasar modal.
Pasalnya, dengan menjadi perusahaan public dan menjadi perusahaan tercatat atau emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), memberikan ruang bagi investor publik untuk memiliki saham perusahaan yang pada akhirnya turut memberikan andil terhadap perekonomian nasional.
Terlebih lagi, kata pemilik saham PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) ini, pasar saham Indonesia cukup menjanjikan sehingga perusahaan bisa merencanakan untuk mencatatkan saham melalui skema penawaran umum perdana atau IPO dalam kurun waktu 3 sampai 5 tahun ke depan dengan mengambil berbagai langkah strategis. (BACA JUGA: Dukung UMKM saat Covid-19, Annisa Pohan Buka Endorse Gratis Instastory)
"Harus bilang bahwa 5 tahun lagi perusahaan kita harus IPO, perusahaan kita harus melenggang ke bursa jua. Kenapa? Karena itulah titik pencapaian kesuksesan daripada kita sebagai pengusaha," tuturnya, melalui pemaparan webinar.
"Kita memiliki satu investasi itu for better future, for better society. Nah, alangkah baiknya kalau kita memberikan kesempatan kepemilikan saham di usaha kita ini kepada publik," tambah Sandi.
Akan tetapi, Sandi memberi catatan, otoritas bursa, yakni Bursa Efek Indonesia dan otoritas pasar modal, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK), harus beradaptasi dengan menyederhanakan regulasi agar lebih banyak lagi perusahaan yang akan melantai di pasar modal Tanah Air.
Sebab bila tidak, bukan tidak mungkin, perusahaan rintisan dengan valuasi unicorn atau US$ 1miliar (sekitar Rp15 triliun, asumsi kurs Rp15.000 per USD dan decacorn atau valuasi USD 10 miliar (Rp150 triliun) bisa melantai di bursa saham luar negeri, bukan BEI. (BACA JUGA: Terdampak COVID-19, Google Siapkan Bantuan untuk Media di Indonesia)
"Kalau bursa kita, BEI, lalu OJK kita gak berubah, ya orang-orang akan invest di luar negeri, dan akan IPO-nya perusahaan-perusahaan kita bukan di bursa kita. Jadi kayak Gojek, Tokopedia, ah sudah lah kita ke Nasdaq aja atau ke Hong Kong Stock Exchange, gak di BEI," tutur Sandi.
Pasalnya, dengan menjadi perusahaan public dan menjadi perusahaan tercatat atau emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), memberikan ruang bagi investor publik untuk memiliki saham perusahaan yang pada akhirnya turut memberikan andil terhadap perekonomian nasional.
Terlebih lagi, kata pemilik saham PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) ini, pasar saham Indonesia cukup menjanjikan sehingga perusahaan bisa merencanakan untuk mencatatkan saham melalui skema penawaran umum perdana atau IPO dalam kurun waktu 3 sampai 5 tahun ke depan dengan mengambil berbagai langkah strategis. (BACA JUGA: Dukung UMKM saat Covid-19, Annisa Pohan Buka Endorse Gratis Instastory)
"Harus bilang bahwa 5 tahun lagi perusahaan kita harus IPO, perusahaan kita harus melenggang ke bursa jua. Kenapa? Karena itulah titik pencapaian kesuksesan daripada kita sebagai pengusaha," tuturnya, melalui pemaparan webinar.
"Kita memiliki satu investasi itu for better future, for better society. Nah, alangkah baiknya kalau kita memberikan kesempatan kepemilikan saham di usaha kita ini kepada publik," tambah Sandi.
Akan tetapi, Sandi memberi catatan, otoritas bursa, yakni Bursa Efek Indonesia dan otoritas pasar modal, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK), harus beradaptasi dengan menyederhanakan regulasi agar lebih banyak lagi perusahaan yang akan melantai di pasar modal Tanah Air.
Sebab bila tidak, bukan tidak mungkin, perusahaan rintisan dengan valuasi unicorn atau US$ 1miliar (sekitar Rp15 triliun, asumsi kurs Rp15.000 per USD dan decacorn atau valuasi USD 10 miliar (Rp150 triliun) bisa melantai di bursa saham luar negeri, bukan BEI. (BACA JUGA: Terdampak COVID-19, Google Siapkan Bantuan untuk Media di Indonesia)
"Kalau bursa kita, BEI, lalu OJK kita gak berubah, ya orang-orang akan invest di luar negeri, dan akan IPO-nya perusahaan-perusahaan kita bukan di bursa kita. Jadi kayak Gojek, Tokopedia, ah sudah lah kita ke Nasdaq aja atau ke Hong Kong Stock Exchange, gak di BEI," tutur Sandi.
(vit)
tulis komentar anda