Gara-gara Berita Covid-19, Wartawan di Muratara Dikeroyok
Kamis, 14 Mei 2020 - 15:30 WIB
MURATARA - Aksi kekerasan terhadap wartawan terjadi di Kabupaten Muratara, Sumatera Selatan (Sumsel). Abdul Majid (45) seorang wartawan media lokal mengalami penganiayaan oleh tiga orang tidak dikenal, saat hendak membeli makanan untuk berbuka puasa, kemarin Rabu (13/05/2020) sekitar pukul 17.30 WIB.
Peristiwa pengeroyokan itu sendiri terjadi dalam perkampungan Desa Remban, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Muatara. Awalnya, tutur Abdul Majid, dirinya sedang mengendarai mobil sendirian hendak mencari makanan untuk berbuka puasa. Tiba-tiba mobilnya dipepet dan diminta berhenti oleh seorang pria yang mengendarai sepeda motor yang belakangan diketahui bernama RG.
"Saya tidak kenal dengan dia. Mobil saya dipepet, dihadangnya pakai motor, saya berhenti," kata Abdul Majid, Kamis (14/05/2020).
Kemudian Majid tanpa curiga turun dari mobilnya dan menanyakan mengapa dirinya diberhentikan. Sedangkan dirinya merasa tidak punya masalah dengan tersebut. Lalu pelaku mengatakan bawah dia (pelaku) sedang mencari wartawan yang memberitakan keluarganya yang dinyatakan reaktif rapid test corona, Jumat (08/05/2020) pekan lalu.
"Katanya ayuknya dijauhi orang gara-gara berita itu, dia tidak senang. Saya jawab, saya memberitakan itu berdasarkan rilis pers gugus tugas COVID-19 Muratara," ujar Majid. (Baca juga: Jamaah Masjid dan Pengunjung Kafe Jalani Rapid Tes)
Keduanya sempat cekcok mulut. Lalu datanglah dua orang teman pelaku dan langsung mencekik serta memukul korban dengan tangan kosong. Beruntung ada warga yang melerai pengeroyokan itu, sehingga tidak terjadi kejadian yang lebih parah.
Korban lalu pulang ke rumahnya dan memberitahukan kepada keluarganya tentang kejadian yang menimpanya itu. Setelah itu korban meminta pendampingan organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Muratara untuk melapor ke kantor Polsek Rawas Ulu.
Kapolsek Rawas Ulu, AKP Ujang AR mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan dari korban dan akan segera diproses. "Laporannya sudah kami terima, masih kita proses. Kondisi korban sehat, tapi katanya agak sesak dan sakit di tenggorokan, sakit kepala juga," ujar Kapolsek.
Sementara itu Ketua PWI Kabupaten Muratara, Marwan Azhari menegaskan, PWI menolak keras aksi anarkisme dan pelecehan demokrasi pers di wilayah Muratara. "Ini membunuh kebebasan pers di Muratara. Kami minta pihak kepolisian untuk secepatnya menindaklanjuti laporan itu," tegasnya.
Dikatakan Marwan, aksi menghalang-halangi kebebasan pers bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Dalam Pasal 4, secara tegas disebutkan bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, mengolah, dan menyebarluaskan informasi.
Sementara pada Pasal 18, dikatakan bahwa setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik akan diancam pidana maksimal dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta. "Selain masuk ke ranah KUHP, itu juga masuk ke undang-undang pers, karena menghalang-halangi kebebasan pers," pungkasnya.
Peristiwa pengeroyokan itu sendiri terjadi dalam perkampungan Desa Remban, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Muatara. Awalnya, tutur Abdul Majid, dirinya sedang mengendarai mobil sendirian hendak mencari makanan untuk berbuka puasa. Tiba-tiba mobilnya dipepet dan diminta berhenti oleh seorang pria yang mengendarai sepeda motor yang belakangan diketahui bernama RG.
"Saya tidak kenal dengan dia. Mobil saya dipepet, dihadangnya pakai motor, saya berhenti," kata Abdul Majid, Kamis (14/05/2020).
Kemudian Majid tanpa curiga turun dari mobilnya dan menanyakan mengapa dirinya diberhentikan. Sedangkan dirinya merasa tidak punya masalah dengan tersebut. Lalu pelaku mengatakan bawah dia (pelaku) sedang mencari wartawan yang memberitakan keluarganya yang dinyatakan reaktif rapid test corona, Jumat (08/05/2020) pekan lalu.
"Katanya ayuknya dijauhi orang gara-gara berita itu, dia tidak senang. Saya jawab, saya memberitakan itu berdasarkan rilis pers gugus tugas COVID-19 Muratara," ujar Majid. (Baca juga: Jamaah Masjid dan Pengunjung Kafe Jalani Rapid Tes)
Keduanya sempat cekcok mulut. Lalu datanglah dua orang teman pelaku dan langsung mencekik serta memukul korban dengan tangan kosong. Beruntung ada warga yang melerai pengeroyokan itu, sehingga tidak terjadi kejadian yang lebih parah.
Korban lalu pulang ke rumahnya dan memberitahukan kepada keluarganya tentang kejadian yang menimpanya itu. Setelah itu korban meminta pendampingan organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Muratara untuk melapor ke kantor Polsek Rawas Ulu.
Kapolsek Rawas Ulu, AKP Ujang AR mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan dari korban dan akan segera diproses. "Laporannya sudah kami terima, masih kita proses. Kondisi korban sehat, tapi katanya agak sesak dan sakit di tenggorokan, sakit kepala juga," ujar Kapolsek.
Sementara itu Ketua PWI Kabupaten Muratara, Marwan Azhari menegaskan, PWI menolak keras aksi anarkisme dan pelecehan demokrasi pers di wilayah Muratara. "Ini membunuh kebebasan pers di Muratara. Kami minta pihak kepolisian untuk secepatnya menindaklanjuti laporan itu," tegasnya.
Dikatakan Marwan, aksi menghalang-halangi kebebasan pers bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Dalam Pasal 4, secara tegas disebutkan bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, mengolah, dan menyebarluaskan informasi.
Sementara pada Pasal 18, dikatakan bahwa setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik akan diancam pidana maksimal dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta. "Selain masuk ke ranah KUHP, itu juga masuk ke undang-undang pers, karena menghalang-halangi kebebasan pers," pungkasnya.
(don)
tulis komentar anda