Datang ke KPU, Tim Rusdy-Ma'mun Tunjukan Laporan Pelanggaran Hidayat-Bartho
Senin, 23 November 2020 - 16:37 WIB
PALU - Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) nomor urut 2, Rusdy Mastura-Ma’mun Amir, datang ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPU) Sulteng dengan menunjukan surat pelaporan pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 1, Hidayat Lamakarate-Bartholomeus Tandigala.
Chandra Ilyas, Sekretaris Koalisi menyebutkan bahwa kuasa hukum Rusdy-Ma’mun membawa surat Pelaporan dengan nomor 11/PL/PG/PROV/26.00/XI/2020 tersebut ke KPU Sulteng. Pelaporan tersebut terkait pelanggaran yang dilakukan pasangan nomor urut 1 dalam pilkada Sulteng 2020. “Kuasa hukum Rusdy-Ma’mun sudah membawa surat pelaporan pelanggaran tersebut,” kata Chandra.
Hidayat-Bartho melanggar UU Nomor 8/2015, secara tegas disebutkan bahwa melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat merupakan bentuk kampanye hitam atau black campaign.
Hal itu, menurut Chandra, dibuktikan dengan selebaran yang berisi ajakan untuk tidak memilih pasangan nomor urut 2 dan diarahkan untuk memilih pasangan nomor urut 1. “Hal itu dibuktikan dengan selebaran kampanye hitam yang berisi ajakan untuk tidak memilih Rusdy-Ma’mun,” ucap Chandra.
Di dalam selebaran tersebut juga terdapat hasutan dan fitnah yang menyebutkan bahwa Kartu Sulteng Sejahtera tidak sah dan agar masyarakat jangan terpengaruh memilih Rusdy-Ma’mun. “Dalam selebaran kampanye hitam tersebut juga menyebutkan Kartu Sulteng Sejahtera tidak sah,” tambah Chandra.
Dalam kampanye hitam lain, terang Chandra, terdapat tindakan mengadu domba masyarakat dengan menyebutkan bahwa agar masyarakat tidak menerima Kartu Sulteng Sejahtera karena itu merupakan tindakan pembodohan. “Terlebih lagi juga ada penyebutan bahwa Kartu Sulteng Sejahtera merupakan pembodohan,” terang Chandra. (Baca: Pangdam Jaya Ancam Bubarkan FPI, HMI Jabar: Jangan Berlebihan).
Chandra juga menambahkan bahwa merupakan hal yang umum di Pilkada 2020 ini memberikan tawaran program langsung kepada masyarakat. Dan tidak ada yang salah dengan program tersebut karena hampir semua pasangan calon di daerah dan provinsi lain di Indonesia juga malakukan hal yang sama, sehingga menurut Chandra tidak ada yang salah dengan pembagian Kartu Sulteng Sejahtera. “Tidak ada yang salah dengan pembagian Kartu Sulteng Sejahtera,” jelas Chandra.
Menjadi aneh menurut Chandra jika pembagian Kartu Sulteng Sejahtera disalahkan sedang program langsung didaerah dan provinsi lain di Indonesia aman-aman saja. “Ada apa dengan KPUD Sulteng ini, kok kita saja yang mempermasalahkan program langsung ini,” tutup Chandra.
Selebaran kampanye hitam tersebut kini sudah berada di tangan Bawaslu dan akan ditindaklanjuti lebih lanjut. (Baca: Habib Bahar Tak Didampingi Pengacara saat Diperiksa di Lapas, Ini Alasannya).
Hidayat-Bartho beserta tim kampanyenya terancam hukuman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta sesuai dengan Pasal 280 ayat 1 huruf d UU Pemilu yang berbunyi, setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye Pemilu, yaitu menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf d UU Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
Chandra Ilyas, Sekretaris Koalisi menyebutkan bahwa kuasa hukum Rusdy-Ma’mun membawa surat Pelaporan dengan nomor 11/PL/PG/PROV/26.00/XI/2020 tersebut ke KPU Sulteng. Pelaporan tersebut terkait pelanggaran yang dilakukan pasangan nomor urut 1 dalam pilkada Sulteng 2020. “Kuasa hukum Rusdy-Ma’mun sudah membawa surat pelaporan pelanggaran tersebut,” kata Chandra.
Hidayat-Bartho melanggar UU Nomor 8/2015, secara tegas disebutkan bahwa melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat merupakan bentuk kampanye hitam atau black campaign.
Hal itu, menurut Chandra, dibuktikan dengan selebaran yang berisi ajakan untuk tidak memilih pasangan nomor urut 2 dan diarahkan untuk memilih pasangan nomor urut 1. “Hal itu dibuktikan dengan selebaran kampanye hitam yang berisi ajakan untuk tidak memilih Rusdy-Ma’mun,” ucap Chandra.
Di dalam selebaran tersebut juga terdapat hasutan dan fitnah yang menyebutkan bahwa Kartu Sulteng Sejahtera tidak sah dan agar masyarakat jangan terpengaruh memilih Rusdy-Ma’mun. “Dalam selebaran kampanye hitam tersebut juga menyebutkan Kartu Sulteng Sejahtera tidak sah,” tambah Chandra.
Dalam kampanye hitam lain, terang Chandra, terdapat tindakan mengadu domba masyarakat dengan menyebutkan bahwa agar masyarakat tidak menerima Kartu Sulteng Sejahtera karena itu merupakan tindakan pembodohan. “Terlebih lagi juga ada penyebutan bahwa Kartu Sulteng Sejahtera merupakan pembodohan,” terang Chandra. (Baca: Pangdam Jaya Ancam Bubarkan FPI, HMI Jabar: Jangan Berlebihan).
Chandra juga menambahkan bahwa merupakan hal yang umum di Pilkada 2020 ini memberikan tawaran program langsung kepada masyarakat. Dan tidak ada yang salah dengan program tersebut karena hampir semua pasangan calon di daerah dan provinsi lain di Indonesia juga malakukan hal yang sama, sehingga menurut Chandra tidak ada yang salah dengan pembagian Kartu Sulteng Sejahtera. “Tidak ada yang salah dengan pembagian Kartu Sulteng Sejahtera,” jelas Chandra.
Menjadi aneh menurut Chandra jika pembagian Kartu Sulteng Sejahtera disalahkan sedang program langsung didaerah dan provinsi lain di Indonesia aman-aman saja. “Ada apa dengan KPUD Sulteng ini, kok kita saja yang mempermasalahkan program langsung ini,” tutup Chandra.
Selebaran kampanye hitam tersebut kini sudah berada di tangan Bawaslu dan akan ditindaklanjuti lebih lanjut. (Baca: Habib Bahar Tak Didampingi Pengacara saat Diperiksa di Lapas, Ini Alasannya).
Hidayat-Bartho beserta tim kampanyenya terancam hukuman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta sesuai dengan Pasal 280 ayat 1 huruf d UU Pemilu yang berbunyi, setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye Pemilu, yaitu menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf d UU Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
(nag)
Lihat Juga :
tulis komentar anda