Pandemi COVID-19, Keberadaan Santri Harus Mampu Menjadi Perekat Umat
Kamis, 22 Oktober 2020 - 08:48 WIB
SEMARANG - Hari Santri tahun ini tidak dirayakan dengan berbagai seremoni seperti biasanya karena pandemi COVID-19. Namun, momentum mengingat, mempelajari, dan meneladani para kiai dan santri terdahulu tak boleh hilang.
"Hari Santri sejak diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2015 yang lalu bertujuan sebagai penghargaan terhadap jasa para kiai dan santri dalam mengawal kemerdekaan, dan baktinya yang sangat besar bagi negeri ini," ujar Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Jawa Tengah Syarif Abdillah, Kamis (22/10'/2020).
Penetapan Hari Santri tanggal 22 Oktober disesuaikan dengan tanggal bersejarah pada tahun 1945, yaitu keputusan Resolusi Jihad dari para kiai dan santri se-Jawa dan Madura.
“Selama dua hari, tanggal 21 sampai 22 Oktober pada tahun 1945 para kiai dan santri se-Jawa dan Madura berkumpul untuk memikirkan bangsa ini supaya terbebas dari para penjajah. Perkumpulan yang melahirkan Resolusi Jihad itu telah mengubah nasib bangsa, dari yang masih berada dalam cengkeraman penjajah menjadi merdeka sepenuhnya,” paparnya.
Para kiai, santri dan masyarakat pesantren secara umum sejak dahulu tidak hanya memikirkan dan mengabdi kepada umat dalam keagamaan semata.
"Lebih dari itu juga turut memikirkan bangsa ini secara keseluruhan, persoalan ekonominya, politik, dan yang lainnya," terangnya.
Ia menegaskan, kiprah para kiai dan santri dari dahulu bersifat keumatan. Karenanya hampir semua kiai dan santri selalu menjadi rujukan masyarakat dalam segala persoalan. (Baca juga: Warga Korban Semburan Oro-Oro Kesongo Terima Bantuan Kerbau)
“Kita bisa menyaksikan di berbagai daerah, masyarakat selalu meminta kepada para kiai untuk memberikan solusi atas segala problematika yang dihadapi. Jadi para kiai ini tidak hanya mendidik masyarakat dalam bidang keagamaan, tapi dalam banyak hal. Ini tentu menjadi tugas besar yang harus diikuti para santrinya,” jelasnya.
Anggota Dewan dari daerah pemilihan kota santri Banyumas dan Cilacap itu lebih jauh menjelaskan, ada banyak persoalan di masyarakat yang dapat diselesaikan dengan baik oleh para kiai dan santri, misalnya perbedaan pemahaman agama, perbedaan pilihan politik, dan yang lainnya. (Baca juga: Warga Gunungkidul Simpan Alquran Tulisan Tangan Berusia Dua Abad)
“Setiap kali ada perbedaan atau perselisihan, para kiai bisa menjadi penengah atau mediator, juru damai. Santri harus begitu, mempertemukan dan merukunkan masyarakat dengan beragam kepentingannya dalam satu ukhuwwah atau persaudaraan,” pungkasnya.
"Hari Santri sejak diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2015 yang lalu bertujuan sebagai penghargaan terhadap jasa para kiai dan santri dalam mengawal kemerdekaan, dan baktinya yang sangat besar bagi negeri ini," ujar Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Jawa Tengah Syarif Abdillah, Kamis (22/10'/2020).
Penetapan Hari Santri tanggal 22 Oktober disesuaikan dengan tanggal bersejarah pada tahun 1945, yaitu keputusan Resolusi Jihad dari para kiai dan santri se-Jawa dan Madura.
“Selama dua hari, tanggal 21 sampai 22 Oktober pada tahun 1945 para kiai dan santri se-Jawa dan Madura berkumpul untuk memikirkan bangsa ini supaya terbebas dari para penjajah. Perkumpulan yang melahirkan Resolusi Jihad itu telah mengubah nasib bangsa, dari yang masih berada dalam cengkeraman penjajah menjadi merdeka sepenuhnya,” paparnya.
Para kiai, santri dan masyarakat pesantren secara umum sejak dahulu tidak hanya memikirkan dan mengabdi kepada umat dalam keagamaan semata.
"Lebih dari itu juga turut memikirkan bangsa ini secara keseluruhan, persoalan ekonominya, politik, dan yang lainnya," terangnya.
Ia menegaskan, kiprah para kiai dan santri dari dahulu bersifat keumatan. Karenanya hampir semua kiai dan santri selalu menjadi rujukan masyarakat dalam segala persoalan. (Baca juga: Warga Korban Semburan Oro-Oro Kesongo Terima Bantuan Kerbau)
“Kita bisa menyaksikan di berbagai daerah, masyarakat selalu meminta kepada para kiai untuk memberikan solusi atas segala problematika yang dihadapi. Jadi para kiai ini tidak hanya mendidik masyarakat dalam bidang keagamaan, tapi dalam banyak hal. Ini tentu menjadi tugas besar yang harus diikuti para santrinya,” jelasnya.
Anggota Dewan dari daerah pemilihan kota santri Banyumas dan Cilacap itu lebih jauh menjelaskan, ada banyak persoalan di masyarakat yang dapat diselesaikan dengan baik oleh para kiai dan santri, misalnya perbedaan pemahaman agama, perbedaan pilihan politik, dan yang lainnya. (Baca juga: Warga Gunungkidul Simpan Alquran Tulisan Tangan Berusia Dua Abad)
“Setiap kali ada perbedaan atau perselisihan, para kiai bisa menjadi penengah atau mediator, juru damai. Santri harus begitu, mempertemukan dan merukunkan masyarakat dengan beragam kepentingannya dalam satu ukhuwwah atau persaudaraan,” pungkasnya.
(boy)
tulis komentar anda