SCWI Nilai Risma Halalkan Segala Cara untuk Menangkan Eri-Armuji
Senin, 19 Oktober 2020 - 16:46 WIB
Toni, sapaannya, menyebut banyak indikator Risma tidak netral. Salah satunya pencairan dana kampung tangguh di momen kampanye Pilwali Surabaya, padahal COVID-19 sudah melandai.(Baca juga : Tak Netral di Pilwali Surabaya 2020, Risma Diadukan ke Bawaslu )
"Disaat kampung tangguh butuh pembiayaan, Pemkot tidak responsif, akhirnya partisipasi warga meningkat, mereka urunan sendiri untuk membiayai kegiatannya, padahal ada SK dari camat. Justru memasuki tahapan kapanye, anggaran itu diberikan, padahal COVID melandai, artinya urgensi anggaran itu sudah tidak relevan kalau itu tujuannya kemanusiaan," terangnya.
Selain itu, di saat masyarakat Surabaya kelaparan akibat COVID-19 sekitar bulan April, DPRD Surabaya sudah menyetujui refocusing dan realokasi anggaran. Ada anggaran sebesar Rp164 miliar yang bisa diperuntukkan kepada 260 ribu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sayangnya, anggaran itu tidak pernah direalisasikan.
"Dalam waktu dekat anggaran itu direalisasikan, berarti tujuan itu bukan murni kemanusiaan," jelasnya.
Tidak hanya itu, kata Toni, penggunaan dana kelurahan di beberapa tempat yang tidak sesuai dengan hasil Musrembang 2019 menjadi sekian contoh Risma menggunakan instrumen kekuasaan dalam Pilwali 2020 ini.
"Termasuk penertiban APK, disitu ada inkonsistensi, APK palson 2 ditertibkan sementara paslon 1 tidak, tidak mungkin sekelas Kasatpol PP punya inisiatif begitu," ujaranya.
Toni mengingatakn, dengan keberpihakan itu akan membuat masyarakat tidak berempati kepada Risma dengan segala pencapaiannya selama 9 tahun menjadi wali kota.
"Percayalah diatas ilmu itu ada adab. Nanti masyarakat yang akan menilai, bahwa Risma itu sebagai negarawan atau politisi tulen, biar terang benderang, dibilang politisi kadang-kadang Bu Risma ngak mau," tukasnya.
"Disaat kampung tangguh butuh pembiayaan, Pemkot tidak responsif, akhirnya partisipasi warga meningkat, mereka urunan sendiri untuk membiayai kegiatannya, padahal ada SK dari camat. Justru memasuki tahapan kapanye, anggaran itu diberikan, padahal COVID melandai, artinya urgensi anggaran itu sudah tidak relevan kalau itu tujuannya kemanusiaan," terangnya.
Selain itu, di saat masyarakat Surabaya kelaparan akibat COVID-19 sekitar bulan April, DPRD Surabaya sudah menyetujui refocusing dan realokasi anggaran. Ada anggaran sebesar Rp164 miliar yang bisa diperuntukkan kepada 260 ribu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sayangnya, anggaran itu tidak pernah direalisasikan.
"Dalam waktu dekat anggaran itu direalisasikan, berarti tujuan itu bukan murni kemanusiaan," jelasnya.
Tidak hanya itu, kata Toni, penggunaan dana kelurahan di beberapa tempat yang tidak sesuai dengan hasil Musrembang 2019 menjadi sekian contoh Risma menggunakan instrumen kekuasaan dalam Pilwali 2020 ini.
"Termasuk penertiban APK, disitu ada inkonsistensi, APK palson 2 ditertibkan sementara paslon 1 tidak, tidak mungkin sekelas Kasatpol PP punya inisiatif begitu," ujaranya.
Toni mengingatakn, dengan keberpihakan itu akan membuat masyarakat tidak berempati kepada Risma dengan segala pencapaiannya selama 9 tahun menjadi wali kota.
"Percayalah diatas ilmu itu ada adab. Nanti masyarakat yang akan menilai, bahwa Risma itu sebagai negarawan atau politisi tulen, biar terang benderang, dibilang politisi kadang-kadang Bu Risma ngak mau," tukasnya.
(nun)
tulis komentar anda