Harga Minyak Dunia Merosot, Kapan Harga BBM Turun
Rabu, 15 April 2020 - 07:06 WIB
JAKARTA - Penyebaran virus korona (Covid-19) di hampir seluruh dunia tidak dimungkiri menjadi alarm bagi para pemerintahan sebagai pengelola negara untuk lebih berhati-hati mengeluarkan kebijakan.
Perhatian besar sudah pasti difokuskan di sektor kesehatan karena korona ini mengancam jiwa masyarakat.
Seiring dengan itu, untuk meminimalkan dampak korona terhadap ekonomi masyarakat, pemerintah telah menggelontorkan sejumlah stimulus agar daya beli warga bisa terjaga. Aneka bantuan sosial senilai Rp110 triliun disiapkan melalui program Jaring Pengaman Sosial meliputi program Keluarga Harapan, Kartu Prakerja, Bansos Khusus Warga DKI Jakarta agar tidak mudik, hingga perluasan program Sembako Gratis.
Sektor energi juga tidak luput dari stimulus ini. Sebut saja program Pembebasan Tagihan Listrik untuk golongan 450 VA dan Diskon Separuh Tagihan Bulanan untuk golongan 900 VA. Harapannya, tentu saja agar masyarakat yang terdampak Covid-19 bisa terbantu tanpa memikirkan pembayaran listrik selama tiga bulan ke depan sejak April 2020. Untuk program penggratisan listrik ini, Kementerian Keuangan mengalokasikan dana sekitar Rp3,5 triliun.
Stimulus ini bahkan berpeluang diperluas lagi dengan menyisir pelanggan listrik golongan 1.300 VA, terutama kelompok usaha kecil dan menengah yang sama-sama terdampak korona. Hanya saja, untuk golongan pelanggan ini masih belum diputuskan meski sudah dipertimbangkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Untuk membantu masyarakat terdampak, beberapa otoritas terkait juga telah mengeluarkan keringanan bagi mereka yang terdampak Covid-19. Sebut saja perbankan yang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta memberikan keringanan berupa penundaan cicilan selama tiga bulan dan maksimal setahun kepada nasabahnya. Ini karena pertimbangan banyak sektor yang aktivitas bisnisnya lesu bahkan tutup karena tidak ada transaksi.
Program ini pun langsung disambut oleh masyarakat. Tercatat ratusan ribu nasabah sudah mengajukan relaksasi cicilan. Bank BRI misalnya melaporkan telah merestrukturisasi 134.000 debitur usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), yang terdampak pandemi korona. Demikian pula BTN yang merupakan spesialisasi penyalur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah menyetujui 17.000 nasabah untuk direlaksasi.
Kembali ke sektor energi, setelah tagihan listrik yang mendapat bonus keringanan pembayaran, sebenarnya peluang menjaga daya beli masyarakat bisa juga dilakukan apabila pemerintah juga menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan nonsubsidi. Ini tentu saja dengan mempertimbangkan harga minyak mentah dunia yang cenderung turun sejak beberapa bulan lalu. Bahkan, sebulan terakhir harga minyak dunia konsisten di bawah USD30 per barel.
Sebagai perbandingan, data Kementerian ESDM menyebutkan, harga rata-rata acuan Indonesia Crude Price (ICP) selama Maret 2020 menjadi USD34,23 per barel, turun tajam dari rata-rata ICP Februari di level USD56,61 per barel. Sebagai perbandingan, ICP pada Januari bahkan bertengger di USD65,38 per barel.
Perhatian besar sudah pasti difokuskan di sektor kesehatan karena korona ini mengancam jiwa masyarakat.
Seiring dengan itu, untuk meminimalkan dampak korona terhadap ekonomi masyarakat, pemerintah telah menggelontorkan sejumlah stimulus agar daya beli warga bisa terjaga. Aneka bantuan sosial senilai Rp110 triliun disiapkan melalui program Jaring Pengaman Sosial meliputi program Keluarga Harapan, Kartu Prakerja, Bansos Khusus Warga DKI Jakarta agar tidak mudik, hingga perluasan program Sembako Gratis.
Sektor energi juga tidak luput dari stimulus ini. Sebut saja program Pembebasan Tagihan Listrik untuk golongan 450 VA dan Diskon Separuh Tagihan Bulanan untuk golongan 900 VA. Harapannya, tentu saja agar masyarakat yang terdampak Covid-19 bisa terbantu tanpa memikirkan pembayaran listrik selama tiga bulan ke depan sejak April 2020. Untuk program penggratisan listrik ini, Kementerian Keuangan mengalokasikan dana sekitar Rp3,5 triliun.
Stimulus ini bahkan berpeluang diperluas lagi dengan menyisir pelanggan listrik golongan 1.300 VA, terutama kelompok usaha kecil dan menengah yang sama-sama terdampak korona. Hanya saja, untuk golongan pelanggan ini masih belum diputuskan meski sudah dipertimbangkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Untuk membantu masyarakat terdampak, beberapa otoritas terkait juga telah mengeluarkan keringanan bagi mereka yang terdampak Covid-19. Sebut saja perbankan yang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta memberikan keringanan berupa penundaan cicilan selama tiga bulan dan maksimal setahun kepada nasabahnya. Ini karena pertimbangan banyak sektor yang aktivitas bisnisnya lesu bahkan tutup karena tidak ada transaksi.
Program ini pun langsung disambut oleh masyarakat. Tercatat ratusan ribu nasabah sudah mengajukan relaksasi cicilan. Bank BRI misalnya melaporkan telah merestrukturisasi 134.000 debitur usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), yang terdampak pandemi korona. Demikian pula BTN yang merupakan spesialisasi penyalur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah menyetujui 17.000 nasabah untuk direlaksasi.
Kembali ke sektor energi, setelah tagihan listrik yang mendapat bonus keringanan pembayaran, sebenarnya peluang menjaga daya beli masyarakat bisa juga dilakukan apabila pemerintah juga menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan nonsubsidi. Ini tentu saja dengan mempertimbangkan harga minyak mentah dunia yang cenderung turun sejak beberapa bulan lalu. Bahkan, sebulan terakhir harga minyak dunia konsisten di bawah USD30 per barel.
Sebagai perbandingan, data Kementerian ESDM menyebutkan, harga rata-rata acuan Indonesia Crude Price (ICP) selama Maret 2020 menjadi USD34,23 per barel, turun tajam dari rata-rata ICP Februari di level USD56,61 per barel. Sebagai perbandingan, ICP pada Januari bahkan bertengger di USD65,38 per barel.
tulis komentar anda