Kisah Jenderal GPH Djatikusumo: Pangeran Jawa Mirip dengan Panglima Perang Islam Khalid Bin Walid dan Tariq Bin Ziad
Minggu, 29 Desember 2024 - 13:47 WIB
JAKARTA - Jenderal Goesti Pangeran Harjo (GPH) Djatikusumo bukan sekadar figur militer dalam sejarah TNI Angkatan Darat (AD). Ia adalah seorang Pangeran Jawa yang menunjukkan kepemimpinan dan keberanian.
Sosoknya dinilai mirip dengan Panglima Perang Islam seperti Khalid Bin Walid dan Tariq Bin Ziad oleh tokoh militer Indonesia dan mantan KSAD, Jenderal TNI AH Nasution.
Jenderal Djatikusumo memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan ketulusan dan pengabdian tanpa pamrih.
Djatikusumo adalah putra Raja Solo, Sri Susuhan Paku Buwono X dengan istrinya, RA Kinorukasi. Dia lahir pada 1 Juli 1917 dengan nama kecil Bendoro Raden Mas Subandono.
Ia sejak dini diperkenalkan pada kehidupan bangsawan dan pendidikan modern. Ia belajar di Euro Peesche Lagere School (ELS) Bandung sebelum melanjutkan ke Technische Hoge School (THS) Nederland.
Namun, keadaan memaksanya kembali ke Indonesia ketika Perang Dunia II meletus. Setelah melanjutkan pendidikan di THS Bandung (kini ITB), perang kembali memaksa ia berhenti di tingkat empat.
Tidak menyerah, Djatikusumo bergabung dengan Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) dan kemudian menjadi anggota PETA angkatan pertama di Bogor.
Sosoknya dinilai mirip dengan Panglima Perang Islam seperti Khalid Bin Walid dan Tariq Bin Ziad oleh tokoh militer Indonesia dan mantan KSAD, Jenderal TNI AH Nasution.
Jenderal Djatikusumo memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan ketulusan dan pengabdian tanpa pamrih.
Djatikusumo adalah putra Raja Solo, Sri Susuhan Paku Buwono X dengan istrinya, RA Kinorukasi. Dia lahir pada 1 Juli 1917 dengan nama kecil Bendoro Raden Mas Subandono.
Ia sejak dini diperkenalkan pada kehidupan bangsawan dan pendidikan modern. Ia belajar di Euro Peesche Lagere School (ELS) Bandung sebelum melanjutkan ke Technische Hoge School (THS) Nederland.
Namun, keadaan memaksanya kembali ke Indonesia ketika Perang Dunia II meletus. Setelah melanjutkan pendidikan di THS Bandung (kini ITB), perang kembali memaksa ia berhenti di tingkat empat.
Baca Juga
Tidak menyerah, Djatikusumo bergabung dengan Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) dan kemudian menjadi anggota PETA angkatan pertama di Bogor.
Lihat Juga :
tulis komentar anda