BPIP Gelar Diskusi di Ambon, Nilai-nilai Universal Agama Penting untuk Tegakkan Moralitas dan Etika
Kamis, 26 September 2024 - 13:54 WIB
AMBON - Nilai-nilai universal agama menjadi salah satu sumber moralitas tertinggi dan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya penggalian nilai-nilai agama sangat penting untuk menegakkan moralitas dan etika.
Hal itu terungkap dalam diskusi bertema "Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Etika dan Agama di Universitas Pattimura" Ambon, Maluku, yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)".
Sebagai negara, Indonesia memiliki kebebasan beragama sesuai Pasal 29 ayat 2 UUD NRI 1945 bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Sebagai konsekuensi logis, negara berkewajiban menjalankan nilai ajaran agama dan kepercayaan yang dianut warganya.
Direktur Eksekutif Ma’arif Institute Andar Nubowo mengatakan, tidak ada satu pun agama yang mengajarkan nilai-nilai keburukan, semua nilai-nilai universal agama selaras dan integral dengan nilai etika dan moralitas secara umum. Karenanya orang yang menjalankan ajaran agamanya secara paripurna juga akan berperilaku secara etis.
“Religius bangsa Indonesia sudah terangkum dalam diktum pembukaan UUD 1945 dan sila pertama Pancasila, sebagai urat tunggang menurut Buya Hamka di dalam satu tulisan1950, yang mendasari atau memengaruhi sila lainnya,” kata, Kamis (26/7/2024).
Namun fenomena yang terjadi saat ini adalah, ajaran agama hanya menggema menjadi sebuah ritual tanpa penghayatan. Agama hanya menjadi simbol dan institusi bukan dimaknai dalam lubuk hati dan diimplementasikan menjadi perilaku. Para penyelenggara negara yang niretika seolah-olah mencederai wajah Indonesia sebagai negara beragama. “Yang jadi keprihatinan adalah kita saksikan peluruhan etika dan moralitas publik. Sebuah paradoks di negara yang beragama dan Pancasila,” imbuh Andar.
Beberapa problematika di antaranya praktik korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan, kekerasan terhadap perempuan, egoisme, hedonisme, perilaku diskriminatif, perampasan terhadap sumber daya alam, perusakan lingkungan, perdagangan manusia, krisis integritas dan banyaknya conflict of interest.
Hal itu terungkap dalam diskusi bertema "Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Etika dan Agama di Universitas Pattimura" Ambon, Maluku, yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)".
Sebagai negara, Indonesia memiliki kebebasan beragama sesuai Pasal 29 ayat 2 UUD NRI 1945 bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Sebagai konsekuensi logis, negara berkewajiban menjalankan nilai ajaran agama dan kepercayaan yang dianut warganya.
Direktur Eksekutif Ma’arif Institute Andar Nubowo mengatakan, tidak ada satu pun agama yang mengajarkan nilai-nilai keburukan, semua nilai-nilai universal agama selaras dan integral dengan nilai etika dan moralitas secara umum. Karenanya orang yang menjalankan ajaran agamanya secara paripurna juga akan berperilaku secara etis.
“Religius bangsa Indonesia sudah terangkum dalam diktum pembukaan UUD 1945 dan sila pertama Pancasila, sebagai urat tunggang menurut Buya Hamka di dalam satu tulisan1950, yang mendasari atau memengaruhi sila lainnya,” kata, Kamis (26/7/2024).
Namun fenomena yang terjadi saat ini adalah, ajaran agama hanya menggema menjadi sebuah ritual tanpa penghayatan. Agama hanya menjadi simbol dan institusi bukan dimaknai dalam lubuk hati dan diimplementasikan menjadi perilaku. Para penyelenggara negara yang niretika seolah-olah mencederai wajah Indonesia sebagai negara beragama. “Yang jadi keprihatinan adalah kita saksikan peluruhan etika dan moralitas publik. Sebuah paradoks di negara yang beragama dan Pancasila,” imbuh Andar.
Beberapa problematika di antaranya praktik korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan, kekerasan terhadap perempuan, egoisme, hedonisme, perilaku diskriminatif, perampasan terhadap sumber daya alam, perusakan lingkungan, perdagangan manusia, krisis integritas dan banyaknya conflict of interest.
tulis komentar anda