Upacara Bendera di Bukit Teletubbies, Lurah Suralaya: Tak Ada Pelarangan
Kamis, 20 Agustus 2020 - 13:03 WIB
CILEGON - Tokoh masyarakat di Suralaya, Pulommerak, Cilegon , Banten menyatakan tak pernah melakukan pelarangan dan pengusiran terhadap sejumlah mahasiswa yang hendak melakukan upacara pengibaran bendera Merah Putih di puncak Bukit Kembang Kuning atau Bukit Teletubbies. Mereka menyatakan informasi pelarangan dan pengusiran yang beredar di media sosial (medsos) sebagai kabar hoaks.
Lurah Suralaya, Eman Sulaiman menjelaskan, masyarakat Suralaya tidak berkeberatan dengan adanya kegiatan pengibaran bendera Merah Putih di momen perayaan Hari Kemerdekaan yang sakral. Namun, warga curiga dengan agenda lain yang dibawa para mahasiswa yang mengaku tergabung dalam Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Se-Banten, di luar sekadar upacara atau mengibarkan bendera. Selain tidak memberitahukan agenda rinci pengibaran bendera, mahasiswa pun tak menjalankan protokol kesehatan COVID-19. "Tidak ada pihak keamanan setempat yang melarang kegiatan tersebut, seperti yang beberapa hari ini beredar luas di media sosial dan media online," ujar Eman kepada wartawan, Kamis (20/8/2020). (Baca juga: Keterlaluan, Pasangan Pengemis Ini Minta Sumbangan di Jalan untuk Beli Sabu)
Lurah Eman menegaskan bahwa masyarakat Suralaya sangat terbuka. Namun, hingga dini hari 17 Agustus 2020, sejumlah mahasiswa yang bermalam dengan tenda di bukit yang popular disebut dengan Bukit Teletubbies tersebut, tidak juga memberikan susunan acara kepada pimpinan warga setempat, juga aparat. "Hal ini meningkatkan kecurigaan warga sekitar, karena tersiar kabar bahwa mahasiswa, selain upacara bendera akan menggelar aksi teaterikal, demo soal lingkungan," katanya. (Baca juga: Ada Tanda Kekerasan di Tubuh Babinsa yang Tewas dengan Tangan Terikat)
Selain itu, aksi yang dilakukan para mahasiswa, ucap Eman, juga terkesan memprovokasi masyarakat yang tidak pernah menolak pembangunan PLTU Jawa Unit 9-10. “Mereka (mahasiswa dan aktivis yang mengadakan aksi) itu masyarakat di luar, dan jauh dari Suralaya. Jadi enggak usah menjadi pahlawan dan mengkampanyekan soal lingkungan kalau ujungnya hanya dimanfaatkan kelompok tertentu. Kami meyakini pembangunan PLTU 9-10, justru akan menciptakan lapangan kerja terutama masyarakat Suralaya, sehingga secara perekonomian akan membaik,” jelas Eman. (Baca juga: Janda 2 Anak Ini Jual Rumah Harta Gono Gini, yang Cocok Bisa Jadi Suami)
Terpisah, Kapolsek Pulomerak AKP Rifki Seftirian memastikan tidak ada penolakan atau pengusiran dari aparat kepada Gabungan Mahasiswa Pencinta Alam se-Banten yang hendak mengibarkan bendera raksasa berukuran 16×10 di Bukit Teletubbies, Kelurahan Suralaya. "Tidak ada aparat yang mengusir, tidak ada aparat di situ baik kepolisian dari Polres Cilegon dan Polsek Pulomerak yang mengusir," tegasnya.
Rifki justru menyayangan kegiatan para mahasiswa yang tidak sesuai dengan perizinan yang disampaikan. Ia menyebutkan, dalam perizinan yang disampaikan ke pihak kepolisian, mahasiswa hanya akan melakukan pengibaran bendera dengan tujuan membangkitkan nasionalisme. Namun, fakta di lapangan, imbuhnya, para mahasiswa ingin melakukan agenda lain di luar yang tertera pada surat perizinannya.
"Jadi yang menolak itu bukan Polisi. Karena warga disekitar situ juga sedang memperingati 17 Agustus-an, jadi warga sedang melaksanakan lomba. Mahasiswa juga tahu yang menolak itu bukan polisi. Kami sebagai petugas kepolisian akhirnya menyampaikan warga tidak berkenan (dengan aksi demo)," tandas Kapolsek.
Sementara Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Banten (FKMB), Uki menyatakan, masyarakat tidak pernah melarang para mahasiswa beraktivitas di puncak Bukit Teletubies. "Silahkan para mahasiswa menunjuk masyarakat dari lingkungan mana yang mengusir. Jangan selalu masyarakat di jadikan objek kepentingan pribadi ataupun kelompok," sebutnya.
Uki yang juga masyarakat Suralaya melanjutkan, para mahasiswa tidak akan pernah ditolak keberadaannya, hanya karena ingin mengibarkan bendera Merah Putih di momen perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia. Buktinya, masyarakat membiarkan para mahasiswa yang membangun tenda dan menginap di lereng hingga puncak bukit. “Kalau masyarakat menolak, dari awal juga sudah dilakukan. Apalagi sekarang pandemi Corona, Kota Cilegon masih dalam zona kuning,” ungkapnya.
Dia menyebut, seharusnya para mahasiswa bisa berterima kasih kepada masyarakat yang tidak banyak mempermasalahkan ketidakpatuhan para mahasiswa menjalankan protokol kesehatan. "Mereka datang tidak kita tanya dari mana asal, membawa surat sehat apa tidak, sesuai protokol kesehatan. Mereka tidak mengabaikan protokol kesehatan Tapi kenapa sekarang malah bikin isu yang merugikan masyarakat Suralaya," tegasnya.
Lurah Suralaya, Eman Sulaiman menjelaskan, masyarakat Suralaya tidak berkeberatan dengan adanya kegiatan pengibaran bendera Merah Putih di momen perayaan Hari Kemerdekaan yang sakral. Namun, warga curiga dengan agenda lain yang dibawa para mahasiswa yang mengaku tergabung dalam Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Se-Banten, di luar sekadar upacara atau mengibarkan bendera. Selain tidak memberitahukan agenda rinci pengibaran bendera, mahasiswa pun tak menjalankan protokol kesehatan COVID-19. "Tidak ada pihak keamanan setempat yang melarang kegiatan tersebut, seperti yang beberapa hari ini beredar luas di media sosial dan media online," ujar Eman kepada wartawan, Kamis (20/8/2020). (Baca juga: Keterlaluan, Pasangan Pengemis Ini Minta Sumbangan di Jalan untuk Beli Sabu)
Lurah Eman menegaskan bahwa masyarakat Suralaya sangat terbuka. Namun, hingga dini hari 17 Agustus 2020, sejumlah mahasiswa yang bermalam dengan tenda di bukit yang popular disebut dengan Bukit Teletubbies tersebut, tidak juga memberikan susunan acara kepada pimpinan warga setempat, juga aparat. "Hal ini meningkatkan kecurigaan warga sekitar, karena tersiar kabar bahwa mahasiswa, selain upacara bendera akan menggelar aksi teaterikal, demo soal lingkungan," katanya. (Baca juga: Ada Tanda Kekerasan di Tubuh Babinsa yang Tewas dengan Tangan Terikat)
Selain itu, aksi yang dilakukan para mahasiswa, ucap Eman, juga terkesan memprovokasi masyarakat yang tidak pernah menolak pembangunan PLTU Jawa Unit 9-10. “Mereka (mahasiswa dan aktivis yang mengadakan aksi) itu masyarakat di luar, dan jauh dari Suralaya. Jadi enggak usah menjadi pahlawan dan mengkampanyekan soal lingkungan kalau ujungnya hanya dimanfaatkan kelompok tertentu. Kami meyakini pembangunan PLTU 9-10, justru akan menciptakan lapangan kerja terutama masyarakat Suralaya, sehingga secara perekonomian akan membaik,” jelas Eman. (Baca juga: Janda 2 Anak Ini Jual Rumah Harta Gono Gini, yang Cocok Bisa Jadi Suami)
Terpisah, Kapolsek Pulomerak AKP Rifki Seftirian memastikan tidak ada penolakan atau pengusiran dari aparat kepada Gabungan Mahasiswa Pencinta Alam se-Banten yang hendak mengibarkan bendera raksasa berukuran 16×10 di Bukit Teletubbies, Kelurahan Suralaya. "Tidak ada aparat yang mengusir, tidak ada aparat di situ baik kepolisian dari Polres Cilegon dan Polsek Pulomerak yang mengusir," tegasnya.
Rifki justru menyayangan kegiatan para mahasiswa yang tidak sesuai dengan perizinan yang disampaikan. Ia menyebutkan, dalam perizinan yang disampaikan ke pihak kepolisian, mahasiswa hanya akan melakukan pengibaran bendera dengan tujuan membangkitkan nasionalisme. Namun, fakta di lapangan, imbuhnya, para mahasiswa ingin melakukan agenda lain di luar yang tertera pada surat perizinannya.
"Jadi yang menolak itu bukan Polisi. Karena warga disekitar situ juga sedang memperingati 17 Agustus-an, jadi warga sedang melaksanakan lomba. Mahasiswa juga tahu yang menolak itu bukan polisi. Kami sebagai petugas kepolisian akhirnya menyampaikan warga tidak berkenan (dengan aksi demo)," tandas Kapolsek.
Sementara Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Banten (FKMB), Uki menyatakan, masyarakat tidak pernah melarang para mahasiswa beraktivitas di puncak Bukit Teletubies. "Silahkan para mahasiswa menunjuk masyarakat dari lingkungan mana yang mengusir. Jangan selalu masyarakat di jadikan objek kepentingan pribadi ataupun kelompok," sebutnya.
Uki yang juga masyarakat Suralaya melanjutkan, para mahasiswa tidak akan pernah ditolak keberadaannya, hanya karena ingin mengibarkan bendera Merah Putih di momen perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia. Buktinya, masyarakat membiarkan para mahasiswa yang membangun tenda dan menginap di lereng hingga puncak bukit. “Kalau masyarakat menolak, dari awal juga sudah dilakukan. Apalagi sekarang pandemi Corona, Kota Cilegon masih dalam zona kuning,” ungkapnya.
Dia menyebut, seharusnya para mahasiswa bisa berterima kasih kepada masyarakat yang tidak banyak mempermasalahkan ketidakpatuhan para mahasiswa menjalankan protokol kesehatan. "Mereka datang tidak kita tanya dari mana asal, membawa surat sehat apa tidak, sesuai protokol kesehatan. Mereka tidak mengabaikan protokol kesehatan Tapi kenapa sekarang malah bikin isu yang merugikan masyarakat Suralaya," tegasnya.
(shf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda