Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno Pelopor Pernikahan Beda Agama di Nusantara
Senin, 06 Mei 2024 - 08:20 WIB
Kerajaan Mataram Kuno konon sudah memulai pernikahan beda agama. Sosoknya yakni Mpu Manuku atau Rakai Pikatan, beragama Hindu yang menikahi perempuan beragama Buddha bernama Pramodhawardani.
Sosok Rakai Pikatan itu kemudian meneruskan takhta kekuasaan Rakai Garung atau Samaratungga Sri Maharaja Samarotungga, yang dikenal sebagai raja penginisiasi berdirinya candi-candi besar, seperti Borobudur, yang dilanjutkan menantunya Rakai Pikatan.
Prasasti Mantyasih mengisahkan bagaimana sosok Rakai Pikatan yang naik tahta di Mataram usai mertuanya Samaratungga, turun takhta. Memiliki nama asli Mpu Manuku berdasarkan keterangan dari Prasasti Argapura, sebelumnya merupakan raja bawahan di Kerajaan Mataram.
Dikutip dari "Babad Tanah Jawi" dari Soedjipto Abimanyu, Rakai Pikatan juga diidentifikasikan dengan Jatiningrat, yang sebelumnya berkuasa di daerah Pikatan. Nama inilah yang teridentifikasi juga pada Prasasti Kedu, yang akhirnya menyerahkan kekuasaannya ke Dyah Lokapala.
Di tangan Rakai Pikatan pulalah pusat pemerintahan Mataram juga berpindah dari Medang ke daerah bernama Mamrati. Namun belum diketahui lokasi pasti Mamrati ini. Rakai Pikatan mempunyai istri bergelar Sri Kahulunan, yang merupakan penganut agama Buddha.
Nama Sri Kahulunan, yang merupakan gelar permaisuri Rakai Pikatan juga terpahat bersama nama Sri Maharaja Rakai Pikatan pada Candi Plaosan Lor. Sri Kahulunan sendiri adalah putra Samaratungga, yang ada pada piagam Karang Tengah bernama Pramodawardhani.
Raja Mataram keenam ini memiliki tinggalan bangunan sejarah yang cukup terkenal hingga kini, yakni Candi Prambanan. Prasasti Siwagrha mengisahkan Candi Prambanan mulai dibangun oleh Rakai Pikatan pada tahun 850 Masehi.
Kemudian di masa Balitung Maha Sumbu pada masa Kerajaan Mataram. Berdasarkan Prasasti Siwagrha, nama asli kompleks Candi Prambanan adalah Siwagrha. Dimana nama ini berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti rumah Siwa.
Memang di Candi Prambanan terdapat arca Siwa Mahadewa setinggi 3 meter yang menunjukkan bahwa di candi ini, Dewa Siwa lebih diutamakan.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
Sosok Rakai Pikatan itu kemudian meneruskan takhta kekuasaan Rakai Garung atau Samaratungga Sri Maharaja Samarotungga, yang dikenal sebagai raja penginisiasi berdirinya candi-candi besar, seperti Borobudur, yang dilanjutkan menantunya Rakai Pikatan.
Prasasti Mantyasih mengisahkan bagaimana sosok Rakai Pikatan yang naik tahta di Mataram usai mertuanya Samaratungga, turun takhta. Memiliki nama asli Mpu Manuku berdasarkan keterangan dari Prasasti Argapura, sebelumnya merupakan raja bawahan di Kerajaan Mataram.
Dikutip dari "Babad Tanah Jawi" dari Soedjipto Abimanyu, Rakai Pikatan juga diidentifikasikan dengan Jatiningrat, yang sebelumnya berkuasa di daerah Pikatan. Nama inilah yang teridentifikasi juga pada Prasasti Kedu, yang akhirnya menyerahkan kekuasaannya ke Dyah Lokapala.
Di tangan Rakai Pikatan pulalah pusat pemerintahan Mataram juga berpindah dari Medang ke daerah bernama Mamrati. Namun belum diketahui lokasi pasti Mamrati ini. Rakai Pikatan mempunyai istri bergelar Sri Kahulunan, yang merupakan penganut agama Buddha.
Nama Sri Kahulunan, yang merupakan gelar permaisuri Rakai Pikatan juga terpahat bersama nama Sri Maharaja Rakai Pikatan pada Candi Plaosan Lor. Sri Kahulunan sendiri adalah putra Samaratungga, yang ada pada piagam Karang Tengah bernama Pramodawardhani.
Raja Mataram keenam ini memiliki tinggalan bangunan sejarah yang cukup terkenal hingga kini, yakni Candi Prambanan. Prasasti Siwagrha mengisahkan Candi Prambanan mulai dibangun oleh Rakai Pikatan pada tahun 850 Masehi.
Kemudian di masa Balitung Maha Sumbu pada masa Kerajaan Mataram. Berdasarkan Prasasti Siwagrha, nama asli kompleks Candi Prambanan adalah Siwagrha. Dimana nama ini berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti rumah Siwa.
Memang di Candi Prambanan terdapat arca Siwa Mahadewa setinggi 3 meter yang menunjukkan bahwa di candi ini, Dewa Siwa lebih diutamakan.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(ams)
tulis komentar anda