Kedahsyatan Pasukan Elite Tombak Jitu Keraton Yogyakarta saat Geger Sepehi

Minggu, 05 November 2023 - 08:01 WIB
Pasukan Keraton Yogyakarta. Foto/Kratonjogja
Keraton Yogyakarta semasa Sultan Hamengkubuwono II konon memiliki satuan penombak jitu. Satuan pasukan ini menggunakan tombak dengan ujung runcing yang siap berperang sewaktu-waktu. Bahkan ketika momen penyerbuan tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta, pada tahun 1812, pasukan elite ini memiliki peran besar.

Peristiwa penyerbuan Inggris ke Keraton Yogyakarta yang disebut Geger Sepehi ini juga memperlihatkan bagaimana kepiawaian pasukan elite keraton, dengan senjata tombak tajamnya. Pasukan elite ini mengendarai kuda dan bergerak cepat sebagaimana digambarkan oleh pasukan Inggris.

Bahkan pasukan ini juga berhasil melakukan penyergapan pawai pasukan dan membakar jembatan yang dilintasi pasukan Inggris. Sang panglimanya Raden Ario Sindurejo II, tampak cakap dan terlatih untuk menyergap pasukan Inggris.

Dikutip dari "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro : 1785 - 1855" tulisan Peter Carey, Raden Ario Sindurejo II berhasil memimpin semacam pasukan penyergap terlatih untuk menghadang pasukan perintis kavaleri Inggris. Pasukan kavaleri ini bertugas mengamankan jalan masuk bagi pasukan utama Inggris di tebing Kali Gajahwong di Papringan.



Pasukan Inggris yang berkekuatan 25 orang itu, sampai kehilangan lima tentara dan 13 luka berat, termasuk seorang perwira Inggrisnya. Aksi ini menunjukkan betapa efektifnya pasukan pemegang tombak dari Tanah Jawa itu, yang bergerak dengan penuh disiplin.

Mereka hanya mempersenjatai diri dengan tombak yang sangat panjang dan ujungnya runcing. Pasukan elite tombak ini berhasil merubuhkan pasukan berkuda Eropa sebelum sempat mengisi bedil karaben mereka. Namun, aksi Sindurejo tidak lagi terulang. Jika bisa diulang, serbuan Inggris ke Yogya mungkin akan lain ceritanya, dengan tingkat jumlah korban yang tinggi.

Dimana ada 20 persen dari seluruh pasukan penyerbu, yang menjadi korban seperti yang dialami Inggris di Meester Cornelis. Namun hal itu tidak terjadi, Inggris "hanya" kehilangan 23 serdadu tewas, termasuk seorang perwira, dan 74 lainnya luka- luka, dari total kekuatan serangan mereka yang kurang dari seribu personel.

Sehingga angka rata-rata korban di pihak Inggris hanya di bawah 10 persen, lumayan kecil dibandingkan dengan ratusan orang-angka kerugian yang gugur di pihak keraton. Pada hari penyergapan Sindurejo II, Gubernur Jenderal Inggris Raffles mengutus penerjemah Karesidenan Semarang, C.F. Krijgsmanuntuk mengultimatum Sultan.



Jika tidak menyerahkan takhta dalam dua jam kepada Putra Mahkota, maka Inggris akan mulai membombardir keraton dengan meriam. Sambil menoleh kepada Putra Mahkota, Sultan bertanya apakah la siap untuk menerima tuntutan Inggris itu.

Putra Mahkota dengan tegas menolak, dan berdasarkan itu Sultan menulis sepucuk surat tegas yang menjelaskan secara rinci penolakannya, dan kemudian meminta Notokusumo untuk menjelaskan mengapa belakangan ini dia membelot ke pihak Inggris. Pemboman meriam artileri Inggris dimulai pada sore harinya hingga malam.
(hri)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content