Kisah Bebasnya Ayah Bupati Pacitan usai Pangeran Diponegoro Kalah Perang dan Diasingkan Belanda
Kamis, 18 Mei 2023 - 09:08 WIB
KEKALAHAN pasukan Pangeran Diponegoro membawa dampak signifikan termasuk ayah Bupati Pacitan. Pasalnya, Mas Jogokaryo yang sebelumnya menggantikan anaknya sebagai abdi di Pangeran Diponegoro, akhirnya dibebaskan.
Namun harus diakui selama menjadi abdi menggantikan anaknya yang ditahan, sosok Mas Jogokaryo begitu dihormati oleh Pangeran Diponegoro.
Mas Jogokaryo dianggap seperti tumenggung di Pacitan, dihormati seperti halnya orangtua. Tempat duduknya sejajar dengan para bupati dan kerabat serta guru dalam perang.
Dikutip dari "Kisah Brang Wetan : Berdasarkan Babad Alit dan Babade Nagara Patjitan", terjemahan dari Karsono Hardjoseputro, di mana-mana Pangeran Diponegoro senantiasa bertempur.
Rangkaian kisahnya tak terceritakan. Ketika pada 1829 (seharusnya 28 Maret 1830) Pangeran Diponegoro kalah perang sehingga dibuang ke Manado. Pacitan lantas jatuh di bawah kekuasaan Surakarta. Adapun Kiai Mas Jogokaryo termasuk bagian dari pemberontak, tetapi atas kehendak Sri Baginda Pakubuwono VII bertahta 1830-1858 Mas Jogokaryo ditahan di Surakarta.
Belum sampai setahun, Mas Jogokaryo memperoleh pengampunan Sri Baginda dan diizinkan pulang ke Pacitan karena bisa mengabdi dan selalu membuat senang hati Sri Baginda. Akhirnya, semua kesalahannya dimaafkan dan dianugerahi nama "Kiai Jimat".
Di wilayah Surakarta, yang disebut "Kiai Jimat" adalah juru kunci tanah permakaman perdikan. Adapun sebab Mas Jogokaryo dianugerahi nama “Kiai Jimat” karena sudah berhenti sebagai bupati.
Namun tak berselang lama ketika pulang dari Surakarta, ayah Bupati Pacitan Mas Jogokaryo dibuang ke Besuki memperoleh pensiun 100 rupiah seharusnya gulden, yang setara Rp15 juta tiap bulan.
Kesalahannya, setibanya dari Surakarta, dia ikut melaksanakan tugas, sehingga di Pacitan seperti ada dua bupati. Rakyat kecil bingung mana yang harus diikuti.
Namun harus diakui selama menjadi abdi menggantikan anaknya yang ditahan, sosok Mas Jogokaryo begitu dihormati oleh Pangeran Diponegoro.
Mas Jogokaryo dianggap seperti tumenggung di Pacitan, dihormati seperti halnya orangtua. Tempat duduknya sejajar dengan para bupati dan kerabat serta guru dalam perang.
Dikutip dari "Kisah Brang Wetan : Berdasarkan Babad Alit dan Babade Nagara Patjitan", terjemahan dari Karsono Hardjoseputro, di mana-mana Pangeran Diponegoro senantiasa bertempur.
Rangkaian kisahnya tak terceritakan. Ketika pada 1829 (seharusnya 28 Maret 1830) Pangeran Diponegoro kalah perang sehingga dibuang ke Manado. Pacitan lantas jatuh di bawah kekuasaan Surakarta. Adapun Kiai Mas Jogokaryo termasuk bagian dari pemberontak, tetapi atas kehendak Sri Baginda Pakubuwono VII bertahta 1830-1858 Mas Jogokaryo ditahan di Surakarta.
Belum sampai setahun, Mas Jogokaryo memperoleh pengampunan Sri Baginda dan diizinkan pulang ke Pacitan karena bisa mengabdi dan selalu membuat senang hati Sri Baginda. Akhirnya, semua kesalahannya dimaafkan dan dianugerahi nama "Kiai Jimat".
Di wilayah Surakarta, yang disebut "Kiai Jimat" adalah juru kunci tanah permakaman perdikan. Adapun sebab Mas Jogokaryo dianugerahi nama “Kiai Jimat” karena sudah berhenti sebagai bupati.
Baca Juga
Namun tak berselang lama ketika pulang dari Surakarta, ayah Bupati Pacitan Mas Jogokaryo dibuang ke Besuki memperoleh pensiun 100 rupiah seharusnya gulden, yang setara Rp15 juta tiap bulan.
Kesalahannya, setibanya dari Surakarta, dia ikut melaksanakan tugas, sehingga di Pacitan seperti ada dua bupati. Rakyat kecil bingung mana yang harus diikuti.
(don)
tulis komentar anda