Irasional, 11 Pangeran Tolak Sabdaraja

Minggu, 10 Mei 2015 - 10:21 WIB
Irasional, 11 Pangeran Tolak Sabdaraja
Irasional, 11 Pangeran Tolak Sabdaraja
A A A
YOGYAKARTA - Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X sudah menjelaskan resmi kepada publik seputar makna dan isi Sabdaraja dan Dawuhraja. Namun, 11 adik-adik raja tetap menentang titah sang raja.

Salah satu adik Sultan HB, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat mengaku sudah mendengarkan penjelasan isi dari Sabdaraja dan Dawuhraja yang disampaikan ke publik di Ndalem Wironegaran. “Kami (para pangeran) tetap belum bisa memahami, kami yang berjumlah 11 tetap menentang,” kata GBPH) Yudaningrat saat ditemui di kediamannya, Ndalem Yudanegaran, Jalan Ibu Ruswo Yogyakarta, kemarin.

Sultan HB X memiliki 19 adik, baik adik kandung maupun adik tiri atau beda ibu. Dari 19 adik itu, lima merupakan perempuan dan 14 laki-laki. Dari 19 adik itu, empat orang sudah meninggal dunia. Menurut Gusti Yudha, sapaan akrab GBPH Yudaningrat, adik-adik HB X tetap akan memberikan jawaban seputar Sabdaraja dan Dawuh yang dibacakan raja pada Kamis (30/4) dan Selasa (5/5) lalu.

“Sikap adik-adik akan disampaikan oleh Kang Hadi -Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto- selaku adik tertua (dari Sultan HB X),” katanya. Asisten Sekretaris Daerah Bidang Administrasi Umum Setda DIY ini mengungkapkan, para adik sudah melakukan telaah terhadap isi dan penjelasan Sabdaraja dan Dawuhraja. “Termasuk tidak hanya menggunakan otak, tapi juga hati seperti yang diminta Sultan. Namun, ya tetap saja ora gathuk (tidak sinkron),” ucapnya.

Gusti Yuda menegaskan, Sabdaraja dan Dawuhraja tetap tidak bisa dicerna dengan akal sehat, termasuk dirasakan dengan hati. “Sabdaraja dan Dawuhraja itu sudah keluar dari rel paugeran (aturan). Ibarat kereta, kalau keluar rel, berbahaya, ambruk,” ucapnya mengingatkan. Jika sudah keluar dari paugeran, Keraton bisa sangat berbahaya.

“Ora mung (tidak hanya) bahaya, tetapi juga membahayakan,” ujarnya dengan menutupi maksud membahayakan itu apa. Gusti Yudha dengan gamblang menentang pengangkatan putri tertua Sri Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi menjadi putri mahkota sebagai penerus takhta. “Ini bukan masalah kekuasaan, tapi masalah adat keturunan patriakhi ,” ungkapnya.

JikaGKRMangkubumimenjadi ratu Keraton, secara otomatis Sultan HB X sudah mengakhiri garis keturunan Hamengku Buwono yang sudah ratusan tahun dipelihara. “Dinasti Hamengku Buwono bakal habis setelah GKR Mangkubumi menjadi raja (ratu),” tandasnya. Pengageng Tepas Dwarapura Keraton Ngayogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jatiningrat mengatakan hanya mengakui paugeran Keraton yang selama ini dijunjung tinggi.

“Mengakui atau tidak (Sabdaraja dan Dawuhraja), saya berpegang kepada paugeran saja,” ucapnya kemarin. Pria yang akrab disapa Romo Tirun ini menilai Sabdaraja dan Dawuhraja yang dikeluarkan Sri Sultan HB X tujuan utamanya hanya untuk mempermudah langkah putri sulung raja, GKR Mangkubumi menjadi pewaris takhta. “Targetnya kan adalah njumenengke (mengangkat) perempuan, niatnya ya itu,” ucapnya menyimpulkan.

Imam Masjid Rotowijayan Keraton ini mengingatkan janji Sultan HB X saat jumenengan (bertahta) meneruskan ayahnya, Sri Sultan HB IX. “Janji Sultan HB X saat naik takhta pada Sultan HB IX saat itu antara lain tidak akan melanggar paugeran Nagari (Keraton Yogyakarta). Kenyataannya paugeran diingkari,” kritiknya keras.

Romo Tirun menegaskan tidak takut pernyataannya untuk mengingatkan janji Sultan HB X ini akan membuatnya dimarahi sang raja. Dia tidak khawatir Sultan HB X murka. “Ya biarkan saja, silakan saja. Kalau saya, katakan yang benar adalah benar, yang salah ya salah. Itu harus berani. Itu termasuk janjinya saat jumenengan , saya kan mengingatkan, sebagai pimpinan harus seperti ini,” papar Romo Tirun.

Sabdaraja Tak Bisa Didebat

Sementara itu, sosiolog UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fajar Hatma Indra Jaya mengatakan, Sabdaraja yang disampaikan Sri Sultan HB X merupakan sesuatu yang irasional. Mendapat perintah dari Tuhan melalui bisikan leluhur, tidak ada yang perlu diperdebatkan karena sudah di luar logika. “Sabdaraja tidak bisa diperdebatkan karena sesuatu yang irasional,” tandasnya.

Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini mengungkapkan, Sultan HB X sudah memperlihatkan irasionalitas dalam hidup dengan mengeluarkan Sabdaraja. Ini bertolak belakang dengan apa yang sudah dikampanyekan Sultan selama ini. Sultan HB X pernah meminta masyarakat untuk berpikir dan bertindak berdasarkan rasional.

Contohnya, saat meninggalnya juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan, yang diterjang awan panas pada 2010. Ketika itu, Sultan HB X meminta masyarakat lereng Gunung Merapi untuk lebih percaya pada teknologi daripada sesuatu hal yang irasional. “Tapi kenapa sekarang Sultan justru mempercayai sesuatu hal yang irasional?” ujarnya. Fajar mengakui konstruksi sosial masyarakat Yogyakarta tidak bisa melepas sesuatu yang berbau mistis.

Keraton Yogyakarta juga kental dengan nuansa mistis seperti jamasan pusaka, kereta, labuhan di Parangtristis, dan lainnya. Seperti diketahui, Sri Sultan HB X mengeluarkan Sabdaraja dan Dawuhraja serta memberikan penjelasannya secara terbuka ke media massa dan publik di Ndalem Wironegaran, Jumat (8/5) sore. Sultan menegaskan Sabdaraja dan Dawuhraja merupakan perintah Tuhan.

Sultan HB X menyerahkan sepenuhnya pada diri masingmasing orang perihal Sabdaraja yang dibacakan. Dia meminta supaya melihat Sabdaraja dan Dawuhraja tidak hanya dengan pikiran, tapi juga hati. “Untuk memahaminya (Sabdaraja dan Dawuhraja) dengan penggalih (hati terdalam), tidak cukup hanya dengan pikiran,” kata Sultan HB X.

Ridwan anshori
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3454 seconds (0.1#10.140)