GKR Mangkubumi Akui Tugasnya Kian Berat
A
A
A
YOGYAKARTA - Putri tertua Raja Keraton Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun resmi berganti nama menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram setelah dinobatkan oleh sang raja.
Setelah berganti nama, GKR Mangkubumi mengaku memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat. "Jadi beban saya semakin berat lagi, mulai saat ini dan ke depan," kata dia di rumahnya, Ndalem Wironegaran, Jumat (8/5/2015).
Istri dari Kanjeng Pangeran Karyo (KPH) Wironegoro ini mengungkapkan, nama dan gelar baru yang diberikan Sultan HB X membawa konsekuensi baru yang cukup berat.
"Nyengkuyung Keraton dengan berbagai macam hal di dalamnya sungguh tugas yang tidak mudah. Sangat berat menerima gelar baru ini," ujar GKR Mangkubumi.
Menurutnya, persiapan hati sudah disiapkan sejak lama karena siapa pun juga bisa mendapatkan wahyu di Keraton. "Saya harus siap. Kali ini saya mendapatkan dawuh dari Ngerso Dalem. Bagaimana saya harus siap," ujarnya.
Disinggung apakah tugas berat tersebut karena sudah dinobatkan sebagai putri mahkota calon penerus takhta, GKR Mangkubumi enggan menjawab secara pasti sebagai penerus takhta. "Saya diminta duduk di atas Watu Gilang saat dawuh raja," ungkapnya.
Watu Gilang merupakan batu singgasana Panembahan Senopati. Dimana raja-raja Keraton Yogyakarta sebelum bertakhta harus melalui prosesi duduk di atas batu tersebut.
Secara implisit, GKR Mangkubumi merupakan putri keraton yang dipilih sang raja untuk meneruskan takhta Keraton Yogyakarta.
Ibu dua anak ini mengakui, adanya sabda raja dan dawuh raja menimbulkan polemik di internal Keraton Yogyakarta, termasuk mendapat penentangan dari paman-pamannya atau adik raja.
Namun, dia tetap menghormati adik-adik Sri Sultan yang saat ini masih berseberangan dengan pengangkatannya sebagai calon pemimpin keraton. GKR Mangkubumi mengungkapkan, apa yang sudah disandangnya baru sebatas nama baru.
"Yang jelas saya tetap akan menghormati para romo apa pun yang terjadi. Karena beliau-beliau merupakan om saya. Saat ini saya baru ditetapkan baru sebatas nama baru oleh Ngerso Dalem," pungkasnya.
Setelah berganti nama, GKR Mangkubumi mengaku memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat. "Jadi beban saya semakin berat lagi, mulai saat ini dan ke depan," kata dia di rumahnya, Ndalem Wironegaran, Jumat (8/5/2015).
Istri dari Kanjeng Pangeran Karyo (KPH) Wironegoro ini mengungkapkan, nama dan gelar baru yang diberikan Sultan HB X membawa konsekuensi baru yang cukup berat.
"Nyengkuyung Keraton dengan berbagai macam hal di dalamnya sungguh tugas yang tidak mudah. Sangat berat menerima gelar baru ini," ujar GKR Mangkubumi.
Menurutnya, persiapan hati sudah disiapkan sejak lama karena siapa pun juga bisa mendapatkan wahyu di Keraton. "Saya harus siap. Kali ini saya mendapatkan dawuh dari Ngerso Dalem. Bagaimana saya harus siap," ujarnya.
Disinggung apakah tugas berat tersebut karena sudah dinobatkan sebagai putri mahkota calon penerus takhta, GKR Mangkubumi enggan menjawab secara pasti sebagai penerus takhta. "Saya diminta duduk di atas Watu Gilang saat dawuh raja," ungkapnya.
Watu Gilang merupakan batu singgasana Panembahan Senopati. Dimana raja-raja Keraton Yogyakarta sebelum bertakhta harus melalui prosesi duduk di atas batu tersebut.
Secara implisit, GKR Mangkubumi merupakan putri keraton yang dipilih sang raja untuk meneruskan takhta Keraton Yogyakarta.
Ibu dua anak ini mengakui, adanya sabda raja dan dawuh raja menimbulkan polemik di internal Keraton Yogyakarta, termasuk mendapat penentangan dari paman-pamannya atau adik raja.
Namun, dia tetap menghormati adik-adik Sri Sultan yang saat ini masih berseberangan dengan pengangkatannya sebagai calon pemimpin keraton. GKR Mangkubumi mengungkapkan, apa yang sudah disandangnya baru sebatas nama baru.
"Yang jelas saya tetap akan menghormati para romo apa pun yang terjadi. Karena beliau-beliau merupakan om saya. Saat ini saya baru ditetapkan baru sebatas nama baru oleh Ngerso Dalem," pungkasnya.
(nag)