Sejarah Berdirinya Kasultanan Yogyakarta

Jum'at, 08 Mei 2015 - 05:00 WIB
Sejarah Berdirinya Kasultanan Yogyakarta
Sejarah Berdirinya Kasultanan Yogyakarta
A A A
Gonjang-ganjing di Kasultanan Yogyakarta (Ngayogyakarta Hadiningrat) yang terjadi belakangan ini membuat masyarakat ingin tahu sejarah berdirinya kerajaan tersebut. Bagaimana kisahnya?

Kasultanan Yogyakarta merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Islam yang terpecah menjadi dua; Kesunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Kisah berdirinya Kerajaan Mataram Islam diawali dengan pemberian daerah kekuasaan (Alas Mentaok) dari Kasultanan Pajang (Sultan Hadiwijaya) terhadap Ki Ageng Pamanahan, setelah berhasil mengalahkan musuhnya, Aryo Penangsang.

Kemudian, pada Tahun 1577, Ki Ageng Pamanahan membuat sebuah keraton di daerah Kota Gede sebagai pusat pemerintahan, hingga beliau wafat pada Tahun 1584, sebagai pengikut setia Kasultanan Pajang.

Setelah Ki Ageng Pamanahan mangkat, Kerajaan Mataram dilanjutkan oleh puteranya, yakni Danang Sutawijaya. Namun, Sutawijaya konon tidak mau tunduk dan patuh kepada Kasultanan Pajang.

Justru, Sutawijaya berniat menghancurkan Kasultanan Pajang untuk memperluas wilayah kekuasaan Mataram. Dalam versi lain, Sutawijaya semata-mata hanya ingin lepas dari dominasi Kasultanan Pajang.

Akhirnya Sultan Pajang mengetahui niat tersebut dan memutuskan menyerang Mataram pada Tahun 1587. Namun, tanpa disangka, saat pasukan Kasultanan Pajang hendak menyerang Mataram, terkena dampak letusan Gunung Merapi, hingga akhirnya pasukan Kesultanan Pajang kewalahan (hancur).

Dalam versi lain pula disebutkan, pasukan Kasultanan Pajang kalah saat melawan pasukan Sutawijaya dan Mataram.

Setahun kemudian, Mataram menjadi sebuah kerajaan & Sutawijaya mentasbihkan diri sebagai Raja Mataram berdaulat dengan gelar Panembahan Senopati. Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama yang berarti Panglima Perang & Ulama Pengatur Kehidupan Beragama.

Mulai saat itu, Kerajaan Mataram berkembang pesat menjadi sebuah kerajaan yang besar & menjadi penguasa Pulau Jawa yang besar dan disegani.

Setelah mangkatnya Panembahan Senopati pada Tahun 1601, Raja Mataram selanjutnya digantikan oleh puteranya yang bernama Mas Jolang dikenal juga dengan gelar Panembahan Seda ing Krapyak.

Setelah wafatnya pada Tahun 1613, Mas Jolang digantikan lagi oleh anaknya, yaitu Pangeran Arya Martapura dan dilanjutkan oleh kakaknya, yakni Raden Mas Rangsang yang juga lebih dikenal sebagai Prabu Pandita Hanyakrakusuma, dan bergelar Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman.

Pada masa Kekuasaan Raden Mas Rangsang (Sultan Agung) inilah kerajaan Mataram berada pada puncak kejayaannya dan berkembang dengan sangat pesat di segala bidang.

Kerajaan Mataram semakin kuat dan makmur sampai akhirnya Sultan Agung dan digantikan oleh puteranya, yaitu Amangkurat I pada tahun 1645. Masa kejayaan Kerajaan Mataram akhirnya mengalami kemunduran.

Kejadian-kejadian yang berbau konflik perebutan kekuasaan dari dalam maupun luar istana, akhirnya meruntuhkan Kerajaan Mataram. Situasi ini dimanfaatkan penjajah VOC (Belanda) untuk memecah belah kerajaan dengan adanya Perjanjian Giyanti, 13 Februari 1755.

Perjanjian Giyanti ini memutuskan untuk membagi kekuasan Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Dalam perjanjian itu, juga menetapkan Pangeran Mangkubumi sebagai Sultan di Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I.

Sekitar satu bulan setelah Perjanjian Giyanti, Sri Sultan HB I yang pada saat itu tinggal di Pesanggrahan Ambar Ketawang mendirikan sebuah keraton di pusat Kota Yogyakarta, yang kini menjadi pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta.

Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Yogyakarta sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir Kasultanan Yogyakarta tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47.

Lalu, apa yang dimaksud dengan Perjanjian Giyanti? Perjanjian Giyanti adalah kesepakatan antara Belanda, pihak Mataram (diwakili oleh Sunan Pakubuwono III), dan kelompok Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian ini, Kelompok Pangeran Sambernyawa tidak dilibatkan.

Dikisahkan pula, dalam perjanjian ini, Pangeran Mangkubumi memutar haluan menyeberang dari mendukung kelompok pemberontak, dan bergabung dengan kelompok pemegang legitimasi kekuasaan yang memerangi pemberontak, yaitu Pangeran Sambernyawa.

Sumber:

wikipedia.org
sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com
kerajaan-mataram-islam.blogspot.com
masdidit88.wordpress.com
(Diolah dari berbagai sumber)
(lis)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4260 seconds (0.1#10.140)