Mengubah Buwono Jadi Bawono Menyalahi Kodrat sebagai Manusia
A
A
A
BANTUL - Langkah Sri Sultan HB X menghilangkan gelar Hamengku Buwono dan mengganti dengan Hamengku Bawono, serta menghilangkan gelar Khalifatulloh yang melekat pada raja Mataram selama ini disesalkan adik-adiknya.
Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Yudhoningrat menilai langkah Sri Sultan HB X mengganti Buwono dengan Bawono sudah menyalahi kodratnya sebagai manusia.
Sebab Buwono memiliki makna bahwa itu hanya bumi yang sekarang diduduki dan digunakan untuk penghidupan selama ini."Buwono itu bukan berarti abadi alias langgeng atau bawono," terangnya, Rabu (6/5/2015).
Buwono memiliki arti seperti yang sering diungkapkan oleh dalang-dalang dalam pentas wayang. Bawono sering memiliki kesan jika bumi, langit dan udara dikuasai oleh seseorang.
Sebab, yang menguasai ketiga unsur tersebut hanyalah Tuhan yang melanggengkan bumi selama ini."Tuhan itu yang suruh melanggengkan bumi ini bukan yang lain-lain," terangnya.
Terkait dengan sebutan Khalifatulloh yang juga hilang, menurutnya abdi dalem hanya bengong kok bisa-bisanya raja mereka bertindak seperti itu.
Mereka heran, mengapa kekhalifahan sampai dihilangkan karena sejatinya semua laki-laki di bumi ini adalah Khalifatulloh.
Khalifatulloh menurut Gusti Yudho, meskipun wilayahnya berbeda-beda namun sebagai lelaki artinya adalah pimpinan.
Jika di lingkungan rumah tangga, laki-laki adalah sebagai pimpinan rumah tangga. Sementara kalau khalifatulloh Ngerso Dalem adalah khalifatuloh menyangkut di Bumi Mataram.
"Kekhalifahan ditugaskan siap melaksanakan syiar agama. Kekhalifahan yang ada supaya ada agama lain masuk tidak masalah. Yang pokok memberikan contoh ke agama lian," paparnya.
Sementara itu Gusti Prabu mengatakan, apa yang dilakukan Sri Sutan tersebut sebenarnya sudah batal di mata hukum. Sebab implikasinya sudah jauh berbeda dengan apa yang tertera dalam Undang-undang Keistimewaan (UUK).
Baca Juga: Sri Sultan Tak Lagi Diakui sebagai Gubernur dan Ngarso Dalem
Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Yudhoningrat menilai langkah Sri Sultan HB X mengganti Buwono dengan Bawono sudah menyalahi kodratnya sebagai manusia.
Sebab Buwono memiliki makna bahwa itu hanya bumi yang sekarang diduduki dan digunakan untuk penghidupan selama ini."Buwono itu bukan berarti abadi alias langgeng atau bawono," terangnya, Rabu (6/5/2015).
Buwono memiliki arti seperti yang sering diungkapkan oleh dalang-dalang dalam pentas wayang. Bawono sering memiliki kesan jika bumi, langit dan udara dikuasai oleh seseorang.
Sebab, yang menguasai ketiga unsur tersebut hanyalah Tuhan yang melanggengkan bumi selama ini."Tuhan itu yang suruh melanggengkan bumi ini bukan yang lain-lain," terangnya.
Terkait dengan sebutan Khalifatulloh yang juga hilang, menurutnya abdi dalem hanya bengong kok bisa-bisanya raja mereka bertindak seperti itu.
Mereka heran, mengapa kekhalifahan sampai dihilangkan karena sejatinya semua laki-laki di bumi ini adalah Khalifatulloh.
Khalifatulloh menurut Gusti Yudho, meskipun wilayahnya berbeda-beda namun sebagai lelaki artinya adalah pimpinan.
Jika di lingkungan rumah tangga, laki-laki adalah sebagai pimpinan rumah tangga. Sementara kalau khalifatulloh Ngerso Dalem adalah khalifatuloh menyangkut di Bumi Mataram.
"Kekhalifahan ditugaskan siap melaksanakan syiar agama. Kekhalifahan yang ada supaya ada agama lain masuk tidak masalah. Yang pokok memberikan contoh ke agama lian," paparnya.
Sementara itu Gusti Prabu mengatakan, apa yang dilakukan Sri Sutan tersebut sebenarnya sudah batal di mata hukum. Sebab implikasinya sudah jauh berbeda dengan apa yang tertera dalam Undang-undang Keistimewaan (UUK).
Baca Juga: Sri Sultan Tak Lagi Diakui sebagai Gubernur dan Ngarso Dalem
(nag)