Penambangan Ilegal di Lereng Merapi Masih Marak

Minggu, 03 Mei 2015 - 13:14 WIB
Penambangan Ilegal di Lereng Merapi Masih Marak
Penambangan Ilegal di Lereng Merapi Masih Marak
A A A
YOGYAKARTA - Penambangan ilegal di sekitar lereng Gunung Merapi sampai saat ini masih marak. Padahal, sejak pelimpahan perizinan dari kabupaten ke provinsi, sejauh ini Pemda DIY belum mengeluarkan izin penambangan.

Berdasarkan pantauan Komisi C DPRD DIY, aktivitas penambangan ilegal tersebut terlihat di Dusun Petung, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. “Aktivitas penambangan ilegal masih berlangsung masif,” kata anggota Komisi C DPRD DIY Huda Tri Yudiana kemarin.

Menurut dia, setidaknya ada lima alat berat dan puluhan truk pasir yang mengantre di lokasi penambangan. Mayoritas truk yang beroperasi berasal dari luar daerah berpelat Jawa Tengah. “Mayoritas truk dari Jawa Tengah,” ujarnya. Huda mengatakan, operasi tangkap tangan dan penindakan yang dilakukan aparat kepolisian sejauh ini belum memiliki efek jera. Di tempat lain penambangan masih berjalan masif.

Anggota Komisi C lainnya, Chang Wendriyanto, menambahkan, kegiatan penambangan ilegal harus ditindak serius. “Pihak terkait harus serius menindak pelanggaran. Ini tidak bisa didiamkan,” ungkapnya. Menurut dia, penindakan harus dilakukan secara kontinu. “Jangan sampai ketika ada petugas, aktivitas dihentikan sementara, ketika tidak ada, kembali lagi menambang.

Jangan kucing-kucingan,” kata politikus PDIP dapil Kota Yogyakarta ini. Sebelumnya Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (DPUP-ESDM) DIY Rani Sjamsinarsi mengungkapkan, terdapat total 48 perusahaan penambang pasir yang ada di empat kabupaten. Dari jumlah itu, hanya enam yang clear and clean (CAC).

Menurut dia, CAC itu meliputi sesuai aturan penambangan, baik lokasinya maupun retribusi pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah setempat. “Tidak clear artinya tumpang tindih areanya dengan aturan yang lama, maupun itu (lokasi penambangan) bukan wilayah pertambangan. Kalau clean artinya belum beres keuangannya karena harus ada retribusi,” beber Rani.

Rani mengakui, penambangan di DIY yang belum CAC tersebut mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat. Untuk itu, Pemda DIY menargetkan seluruh penambang di DIY harus tuntas proses perizinannya. “Targetnya tahun ini,” tandasnya. Sementara itu, masyarakat lerengMerapidari duadesa, yaitu Purwobinangun dan Candibinangun, Pakem, melakukan aksi penolakan adanya penambangan pasir kemarin.

Patung Sangkala Bethoro Bego Siskolo yang melambangkan kejahatan perusak lingkungan tersebut dibakar mereka pada akhir aksinya. Koordinator lapangan (korlap) massa Heri mengatakan, aksi yang dilakukan di pertigaan Jalan Turi-Pakem, Purwobingun, Sleman, ini dilakukan atas wujud penolakan aktivitas penambangan pasir di Sungai Boyong, yang alirannya melewati daerah mereka.

Keluhan ini, menurutnya, sudah diutarakan sejak 2009. Namun, sampai saat ini aktivitas tersebut masih saja ada. Pejabat dari pemerintah daerah (pemda) setempat pun dirasa tak mendengarkan aspirasi masyarakatnya. “Penolakan ini sudah sejak 2009. Tapi tidak pernah didengar pemimpin di Sleman,” katanya.

Jika satu hingga dua hari ke depan aktivitas penambangan tersebut masih tetap ada, menurutnya, masyarakat setempat pun akan menarik dukungannya pada bupati serta pimpinan di Sleman. Lalu, mereka mengancam akan mencabut dukungannya terhadap perangkat desa setempat, terutama kepala desanya. “Kalau sampai besok masih ada, kami sepakat untuk menarik dukungan pada Bupati dan pemimpin di Sleman,” ucapnya.

Ogoh-ogoh kemudian dibawa dari pertigaan tempat aksi ke Sungai Boyong. Selain itu, dibawanya beberapa spanduk yang berisikan kritik kepada Bupati Sleman serta perangkat desa setempat. “Ogoh-ogoh ini mempresentasikan para pengusaha dan pemimpin yang merusak lingkungan dengan terus menambang Sungai Boyong,” tuturnya.

Warga pun membakar ogoh-ogoh tersebut dan menancapkan spanduk protes yang mengelilinginya. Setelah itu melakukan penanaman bibit pohon di sekitar sungai sebagai tanda keprihatinan. “Hari ini kami bakar lambang kemungkaran agar semua doa kami didengar dan dikabulkan,” kata Wayan, salah satu orator aksi.

Ridwan anshori/ ridho hidayat
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5200 seconds (0.1#10.140)
pixels