Hijab Tak Mengganggu Tugas Kerja
A
A
A
SEMARANG - Anggota Satuan Samapta Bhayangkara (Sabhara) Polrestabes Semarang, Bripda Annisa Pramudita Dasastri (19), merasa bangga dan senang atas terbitnya SK Kapolri Nomor: Kep/245/III/2015 tertangal 25 Maret 2015 tentang aturan pemakaian hijab bagi polwan.
Menggunakan hijab, bukan hal yang sulit bagi Nisa. Sejak SMA, Nisa sudah biasa berhijab. Tetapi, dilepas saat mengikuti pendidikan polwan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Banyubiru, Juli 2014.
“Baru kemarin, Senin (20/4/2015) saya akhirnya pakai jilbab lagi. Tentunya sesuai aturan yang ada,” ungkapnya saat berbincang dengan KORAN SINDO di Mapolrestabes Semarang, Selasa (21/4/2015).
Nisa, memilih untuk mengenakan hijab terlebih dahulu, sebelum mendapat jatah pembagian jilbab dari pusat. “Dari awal (sebelum pendidikan polisi) saya memang sudah berjilbab,” lanjut gadis yang tinggal di komplek Asrama Polisi di Akademi Kepolisian (Akpol) ini.
Dia juga mengaku tak tergganggu dengan menggunakan hijab saat bertugas. Justru, akan melindungi diri. Dalam bekerja, Nisa terbiasa jadi tim negosiator, ditugaskan saat ada unjuk rasa.
Saat awal mengenakan hijab, Nisa ditugaskan mengamankan aksi unjuk rasa para wartawati di Jalan Pahlawan, dekat Gubernuran Kota Semarang. “Berjilbab tidak mengganggu bertugas kok, tidak ada masalah,” tambahnya.
Pengalamannya lainnya, saat mengamankan unjuk rasa warga Rembang soal pendirian pabrik semen di Rembang. Lokasinya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jalan Abdul Rahman Saleh, Kota Semarang.
Sebagai tim negosiator, Nisa berdiri paling depan berhadapan langsung dengan para demonstran. Tugasnya tentu bersama teman-temannya sesama polwan.
“Kalau menghadapi demonstran harus sabar. Memang kadang mendapat omongan kasar, tapi itulah resiko tugas. Intinya harus tetap sabar, tidak terpancing emosi,” tutup gadis asli Semarang yang pada 18 April lalu aru saja berulang tahun.
Menggunakan hijab, bukan hal yang sulit bagi Nisa. Sejak SMA, Nisa sudah biasa berhijab. Tetapi, dilepas saat mengikuti pendidikan polwan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Banyubiru, Juli 2014.
“Baru kemarin, Senin (20/4/2015) saya akhirnya pakai jilbab lagi. Tentunya sesuai aturan yang ada,” ungkapnya saat berbincang dengan KORAN SINDO di Mapolrestabes Semarang, Selasa (21/4/2015).
Nisa, memilih untuk mengenakan hijab terlebih dahulu, sebelum mendapat jatah pembagian jilbab dari pusat. “Dari awal (sebelum pendidikan polisi) saya memang sudah berjilbab,” lanjut gadis yang tinggal di komplek Asrama Polisi di Akademi Kepolisian (Akpol) ini.
Dia juga mengaku tak tergganggu dengan menggunakan hijab saat bertugas. Justru, akan melindungi diri. Dalam bekerja, Nisa terbiasa jadi tim negosiator, ditugaskan saat ada unjuk rasa.
Saat awal mengenakan hijab, Nisa ditugaskan mengamankan aksi unjuk rasa para wartawati di Jalan Pahlawan, dekat Gubernuran Kota Semarang. “Berjilbab tidak mengganggu bertugas kok, tidak ada masalah,” tambahnya.
Pengalamannya lainnya, saat mengamankan unjuk rasa warga Rembang soal pendirian pabrik semen di Rembang. Lokasinya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jalan Abdul Rahman Saleh, Kota Semarang.
Sebagai tim negosiator, Nisa berdiri paling depan berhadapan langsung dengan para demonstran. Tugasnya tentu bersama teman-temannya sesama polwan.
“Kalau menghadapi demonstran harus sabar. Memang kadang mendapat omongan kasar, tapi itulah resiko tugas. Intinya harus tetap sabar, tidak terpancing emosi,” tutup gadis asli Semarang yang pada 18 April lalu aru saja berulang tahun.
(lis)