Dihadang Warga, Eksekusi Rumah Gagal
A
A
A
MEDAN - Eksekusi satu unit rumah di kawasan Padang Bulan Pasar 1, Jalan Harmonika, Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Kota, kembali gagal dilakukan juru sita Pengadilan Negeri (PN) Medan, kemarin.
Eksekusi urung dilakukan karena penghuni rumah dibantu warga sekitar melakukan perlawanan dengan memblokade jalan, membakar puluhan ban bekas ukuran besar, dan melempari petugas. Berdasarkan pantauan KORAN SINDO MEDAN , sejak pagi sekitar pukul 09.30 WIB, penghuni rumah dibantu puluhan warga setempat sudah memblokade jalan akses masuk menuju kawasan tersebut dengan cara membakar ban bekas.
Sekitar pukul 12.15 WIB, tim eksekusi dari PN Medan bersama puluhan personel Sabhara Polresta Medan tiba di lokasi guna mengeksekusi rumah berukuran 5x17 meter itu. Tapi penghuni rumah, Seri Idahra Tarigan, dan keluarga, dibantu warga berusaha mempertahankan rumah yang dia tempati. Dia mengklaim rumah itu sah sebagai milik keluarganya.
Karena mendapat perlawanan dari penghuni rumah dibantu warga, bentrok pun tidak terelakkan. Bahkan, juru sita yang hendak membacakan penetapan eksekusi tidak bisa sampai lokasi rumah karena dihadang warga. Petugas lalu berupaya membubarkan warga dan memadamkan api. Tapi Seri tidak menyerah. Ketika kendaraan water canon merangsek masuk untuk memadamkan api, Seri bersama sejumlah perempuan lain nekat merebahkan badan sambil berpelukan di depan kendaraan water canon itu. Mereka terus berteriak histeris agar tidak dilakukan eksekusi. Tapi perlawanan Seri dan warga berkurang setelah petugas memasang pagar betis.
Keluarga tergugat akhirnya bersedia bernegosiasi dengan pihak juru sita PN Medan. Mereka meminta agar terlebih dahulu dilakukan penyelesaian sengketa secara kekeluargaan, apalagi saat ini kasus tersebut masih dalam tahap upaya hukum PK. Seri mengklaim, tanah lokasi rumah yang dia tempati saat ini dibeli dari seseorang bernama Reno Surbakti pada 1993 silam seharga Rp15 juta. Penjualan rumah tersebut dibuktikan dengan surat pernyataan dari ketiga anak Reno Surbakti, yakni Rico, Joko, dan Rita.
“Pada waktu itu rumah tersebut dijual Rp15 juta dengan diketahui Reno Surbakti, Riko, Joko, Susan, dan tidak diketahui oleh sang istri pemilik sebelumnya, Popon Sembiring,” sebutnya. Setelah bercerai dengan Reno Surbakti, Popon Sembiring lalu menggugat rumah itu dan dimenangkan hakim PN Medan pada 29 Februari 2000.
Sementara itu, mantan Lurah Titi Rantai, Bilpen Tampubolon, mengatakan, proses jualbeli rumah itu sebenarnya sudah sesuai ketentuan. Sebab, ketika dilakukan jual-beli antara orang tua Seri Idahta dengan Reno Surbakti, dia hadir sebagai saksi. “Dalam penjualan tersebut saksi-saksi yakni para kepling dan saya sendiri sebagai lurah,” ungkapnya. Sementara salah seorang keluarga tergugat, P Tarigan, meminta eksekusi rumah ditunda dan diselesaikan secara kekeluargaan.
“Kami dari kampung datang ke sini untuk membela Ibu Seri. Ingat, ini masih dalam tahap upaya hukum jadi jangan dieksekusi. Kita coba dulu dengan cara kekeluargaan,” pintanya kepada juru sita. Mendengar permintaan itu, juru sita PN Medan akhirnya mengurungkan eksekusi dengan alasan faktor kemanusiaan dan keamanan.
“Kami khawatir jatuh korban jiwa, makanya kami undur untuk sementara,” kata Juru Sita PN Medan, Masana Karo-karo. Menurut dia, rencana eksekusi kemarin merupakan yang ketiga kalinya gagal dilakukan. Dia belum bisa memastikan kapan eksekusi akan kembali dilakukan. “Yang jelas ini penundaan sementara, nanti ada perintah selanjutnya,” ucapnya.
Irwan siregar
Eksekusi urung dilakukan karena penghuni rumah dibantu warga sekitar melakukan perlawanan dengan memblokade jalan, membakar puluhan ban bekas ukuran besar, dan melempari petugas. Berdasarkan pantauan KORAN SINDO MEDAN , sejak pagi sekitar pukul 09.30 WIB, penghuni rumah dibantu puluhan warga setempat sudah memblokade jalan akses masuk menuju kawasan tersebut dengan cara membakar ban bekas.
Sekitar pukul 12.15 WIB, tim eksekusi dari PN Medan bersama puluhan personel Sabhara Polresta Medan tiba di lokasi guna mengeksekusi rumah berukuran 5x17 meter itu. Tapi penghuni rumah, Seri Idahra Tarigan, dan keluarga, dibantu warga berusaha mempertahankan rumah yang dia tempati. Dia mengklaim rumah itu sah sebagai milik keluarganya.
Karena mendapat perlawanan dari penghuni rumah dibantu warga, bentrok pun tidak terelakkan. Bahkan, juru sita yang hendak membacakan penetapan eksekusi tidak bisa sampai lokasi rumah karena dihadang warga. Petugas lalu berupaya membubarkan warga dan memadamkan api. Tapi Seri tidak menyerah. Ketika kendaraan water canon merangsek masuk untuk memadamkan api, Seri bersama sejumlah perempuan lain nekat merebahkan badan sambil berpelukan di depan kendaraan water canon itu. Mereka terus berteriak histeris agar tidak dilakukan eksekusi. Tapi perlawanan Seri dan warga berkurang setelah petugas memasang pagar betis.
Keluarga tergugat akhirnya bersedia bernegosiasi dengan pihak juru sita PN Medan. Mereka meminta agar terlebih dahulu dilakukan penyelesaian sengketa secara kekeluargaan, apalagi saat ini kasus tersebut masih dalam tahap upaya hukum PK. Seri mengklaim, tanah lokasi rumah yang dia tempati saat ini dibeli dari seseorang bernama Reno Surbakti pada 1993 silam seharga Rp15 juta. Penjualan rumah tersebut dibuktikan dengan surat pernyataan dari ketiga anak Reno Surbakti, yakni Rico, Joko, dan Rita.
“Pada waktu itu rumah tersebut dijual Rp15 juta dengan diketahui Reno Surbakti, Riko, Joko, Susan, dan tidak diketahui oleh sang istri pemilik sebelumnya, Popon Sembiring,” sebutnya. Setelah bercerai dengan Reno Surbakti, Popon Sembiring lalu menggugat rumah itu dan dimenangkan hakim PN Medan pada 29 Februari 2000.
Sementara itu, mantan Lurah Titi Rantai, Bilpen Tampubolon, mengatakan, proses jualbeli rumah itu sebenarnya sudah sesuai ketentuan. Sebab, ketika dilakukan jual-beli antara orang tua Seri Idahta dengan Reno Surbakti, dia hadir sebagai saksi. “Dalam penjualan tersebut saksi-saksi yakni para kepling dan saya sendiri sebagai lurah,” ungkapnya. Sementara salah seorang keluarga tergugat, P Tarigan, meminta eksekusi rumah ditunda dan diselesaikan secara kekeluargaan.
“Kami dari kampung datang ke sini untuk membela Ibu Seri. Ingat, ini masih dalam tahap upaya hukum jadi jangan dieksekusi. Kita coba dulu dengan cara kekeluargaan,” pintanya kepada juru sita. Mendengar permintaan itu, juru sita PN Medan akhirnya mengurungkan eksekusi dengan alasan faktor kemanusiaan dan keamanan.
“Kami khawatir jatuh korban jiwa, makanya kami undur untuk sementara,” kata Juru Sita PN Medan, Masana Karo-karo. Menurut dia, rencana eksekusi kemarin merupakan yang ketiga kalinya gagal dilakukan. Dia belum bisa memastikan kapan eksekusi akan kembali dilakukan. “Yang jelas ini penundaan sementara, nanti ada perintah selanjutnya,” ucapnya.
Irwan siregar
(ars)