Lahan untuk PLTA Asahan III Milik Anak Kasmin
A
A
A
MEDAN - Camat Pintu Pohan, Tumpal Enryko Hasibuan, mengungkapkan, tanah untuk pembangunan basecamp PLTA Asahan III adalah milik Bobby Simanjuntak, anak Bupati Toba Samosir (Tobasa), Pandapotan Kasmin Simanjuntak.
“Iya, itu yang benar (Bobby sebagai pemilik tanah),” kata Tumpal saat ditanya Ketua Majelis Hakim, Parlindungan Sinaga, soal keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebutkan Bobby Simanjuntak sebagai pemilik tanah saat menjadi saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Medan, Selasa (14/4).
Namun, kata Tumpal, untuk menjaga nama baik Kasmin selaku bupati, nama pemilik tanah tersebut diganti dengan Marole Siagian yang merupakan Kepala Desa (Kades) Meranti Utara, Pintu Pohan, Tobasa. Tumpal Enryko yang sudah divonis 1,5 tahun penjara dalam kasus ini, dihadirkan sebagai saksi untuk Kasmin Simanjuntak bersama tiga terpidana lainnya. Ketiganya adalah mantan Plt Sekda Pemkab Tobasa, Saibon Sirait; mantan Asisten I Pemkab Tobasa, Rudolf Manurung; dan Kades Meranti Utara, Marole Siagian.
Tumpal Enryko juga mengungkapkan, surat keterangan tanah (SKT) atas nama Marole Siagian tersebut baru dibuat Desember 2010, setelah pembayaran ganti rugi. Menurut dia, hal itu dilakukan atas permintaan PLN yang meminta ganti rugi cepat dilaksanakan. “Besaran ganti rugi yang dibayarkan sepenuhnya diserahkan pada PLN, karena mereka yang mengukur dan mendata,” katanya seraya menambahkan pembayaran diterima Marole secara tunai dan transfer.
“Saya tahu ada transfer ke rekening Pak Kasmin dari PLN, karena saat itu saya didatangi orang PLN dan Kades,” kata Tumpal lagi. Menurut dia, SKT tersebut dibuat bersama kades (Marole Siagian) dan dikonsep sesuai yang berlaku umum di pedesaan. Jadi, kades tinggal mengisi nama pemilik tanah dan luas tanah.
“Saat membuat SKT tidak ada alas haknya,” ucap Tumpal. Sementara saksi Marole mengaku telah menjual tanah miliknya seluas dua hektare (ha) tersebut kepada keluarga bupati pada 2006 melalui makelar. Awalnya, Marole enggan menyebut nama keluarga bupati tersebut. Namun setelah ditegur hakim, Marole menyebut Netty Pardosi, istri Kasmin. “Saya sudah membantah tanah itu milik saya dalam rapat 15 November 2010 lalu. Sebab, tanah itu sudah saya jual kepada keluarga bupati,” ujarnya.
Meski begitu, Marole menerima kuitansi pembayaran sebesar Rp2 miliar dari PLN. Sementara uangnya ditransfer ke rekening Kasmin. “Saat itu saya bantah juga, kenapa saya yang tanda tangani kuitansinya. Soalnya saya merasa tidak memiliki tanah itu lagi,” katanya. Sementara itu, saksi Saibon Sirait menerangkan soal izin pembangunan PLTA Asahan III. Menurut dia, karena pembangunan PLTA Asahan III melibatkan dua kabupaten, maka SK panitia pengadaan tanah (P2T) harus dari gubernur Sumatera Utara.
“Namun, SK P2T tersebut dikeluarkan oleh bupati Tobasa,” katanya. Dengan begitu, kata Saibon, sampai sekarang tidak tahu lokasi pembangunannya dan izin lokasi dari gubernur pun belum ada. Saksi lainnya, mantan Kabid Pengelolaan Hutan Dinas Kehutanan Tobasa, Desmon Panggabean, mengatakan, dari pengukuran yang dilakukan pada 13 titik, lahan basecamp PLTA Asahan III masuk dalam fungsi hutan lindung berdasarkan SK Menhut No 44.
Namun, dia menyatakan SK 44 tersebut tidak sah karena pembuatannya tidak melalui tahapan- tahapan yang diatur dalam Pasal 15 UU Kehutanan, yakni penunjukan, tata batas, pemetaan dan penetapan. “Di atas lahan basecamp itu boleh dilakukan jual beli, karena SK 44 tidak bisa dijadikan pedoman penetapan kawasan hutan lindung,” ujarnya.
Seperti sebelumnya, sidang mantan orang nomor satu di Kabupaten Tobasa ini juga dipadati pengunjung. Di antara pengunjung tersebut, terlihat artis top Batak, Rita Butarbutar. Namun, kehadiran pelantun Salendang Narara itu tidak membuat heboh pengunjung. Bahkan, Rita tampak bebas menikmati soto di warung belakang gedung pengadilan.
Panggabean hasibuan
“Iya, itu yang benar (Bobby sebagai pemilik tanah),” kata Tumpal saat ditanya Ketua Majelis Hakim, Parlindungan Sinaga, soal keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebutkan Bobby Simanjuntak sebagai pemilik tanah saat menjadi saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Medan, Selasa (14/4).
Namun, kata Tumpal, untuk menjaga nama baik Kasmin selaku bupati, nama pemilik tanah tersebut diganti dengan Marole Siagian yang merupakan Kepala Desa (Kades) Meranti Utara, Pintu Pohan, Tobasa. Tumpal Enryko yang sudah divonis 1,5 tahun penjara dalam kasus ini, dihadirkan sebagai saksi untuk Kasmin Simanjuntak bersama tiga terpidana lainnya. Ketiganya adalah mantan Plt Sekda Pemkab Tobasa, Saibon Sirait; mantan Asisten I Pemkab Tobasa, Rudolf Manurung; dan Kades Meranti Utara, Marole Siagian.
Tumpal Enryko juga mengungkapkan, surat keterangan tanah (SKT) atas nama Marole Siagian tersebut baru dibuat Desember 2010, setelah pembayaran ganti rugi. Menurut dia, hal itu dilakukan atas permintaan PLN yang meminta ganti rugi cepat dilaksanakan. “Besaran ganti rugi yang dibayarkan sepenuhnya diserahkan pada PLN, karena mereka yang mengukur dan mendata,” katanya seraya menambahkan pembayaran diterima Marole secara tunai dan transfer.
“Saya tahu ada transfer ke rekening Pak Kasmin dari PLN, karena saat itu saya didatangi orang PLN dan Kades,” kata Tumpal lagi. Menurut dia, SKT tersebut dibuat bersama kades (Marole Siagian) dan dikonsep sesuai yang berlaku umum di pedesaan. Jadi, kades tinggal mengisi nama pemilik tanah dan luas tanah.
“Saat membuat SKT tidak ada alas haknya,” ucap Tumpal. Sementara saksi Marole mengaku telah menjual tanah miliknya seluas dua hektare (ha) tersebut kepada keluarga bupati pada 2006 melalui makelar. Awalnya, Marole enggan menyebut nama keluarga bupati tersebut. Namun setelah ditegur hakim, Marole menyebut Netty Pardosi, istri Kasmin. “Saya sudah membantah tanah itu milik saya dalam rapat 15 November 2010 lalu. Sebab, tanah itu sudah saya jual kepada keluarga bupati,” ujarnya.
Meski begitu, Marole menerima kuitansi pembayaran sebesar Rp2 miliar dari PLN. Sementara uangnya ditransfer ke rekening Kasmin. “Saat itu saya bantah juga, kenapa saya yang tanda tangani kuitansinya. Soalnya saya merasa tidak memiliki tanah itu lagi,” katanya. Sementara itu, saksi Saibon Sirait menerangkan soal izin pembangunan PLTA Asahan III. Menurut dia, karena pembangunan PLTA Asahan III melibatkan dua kabupaten, maka SK panitia pengadaan tanah (P2T) harus dari gubernur Sumatera Utara.
“Namun, SK P2T tersebut dikeluarkan oleh bupati Tobasa,” katanya. Dengan begitu, kata Saibon, sampai sekarang tidak tahu lokasi pembangunannya dan izin lokasi dari gubernur pun belum ada. Saksi lainnya, mantan Kabid Pengelolaan Hutan Dinas Kehutanan Tobasa, Desmon Panggabean, mengatakan, dari pengukuran yang dilakukan pada 13 titik, lahan basecamp PLTA Asahan III masuk dalam fungsi hutan lindung berdasarkan SK Menhut No 44.
Namun, dia menyatakan SK 44 tersebut tidak sah karena pembuatannya tidak melalui tahapan- tahapan yang diatur dalam Pasal 15 UU Kehutanan, yakni penunjukan, tata batas, pemetaan dan penetapan. “Di atas lahan basecamp itu boleh dilakukan jual beli, karena SK 44 tidak bisa dijadikan pedoman penetapan kawasan hutan lindung,” ujarnya.
Seperti sebelumnya, sidang mantan orang nomor satu di Kabupaten Tobasa ini juga dipadati pengunjung. Di antara pengunjung tersebut, terlihat artis top Batak, Rita Butarbutar. Namun, kehadiran pelantun Salendang Narara itu tidak membuat heboh pengunjung. Bahkan, Rita tampak bebas menikmati soto di warung belakang gedung pengadilan.
Panggabean hasibuan
(ars)